Rapmon dan Sinb kini berada disebuah rumah, dengan Rapmon yang dengan serius membaca sesuatu yang berhubungan dengan laporan para malaikat sementara Sinb, gadis itu meletakkan kepalanya di paha Rapmon.
"Kau tidak pernah bilang, jika kau memiliki rumah sebagus ini?" Kata Sinb dengan kesal. Rapmon yang masih fokus dengan bahan bacaannya tersenyum. Satu tangannya meraih pucuk kepala Sinb dan mengelusnya.
"Karena kau selalu sibuk menikmati pelarianmu." Jawabnya yang hampir seperti sindiran itu, membuat Sinb mendengus.
"Ya, memang benar. Bagaimana mungkin, aku melakukan pelarian dan berstatus sebagai roh hilang tapi berteman denganmu? Aku tidak cukup bodoh untuk melakukan hal sekonyol itu." Seketika tawa Rapmon pecah, ia mengacak rambut Sinb dengan gemas.
"Tapi apa kau lupa dengan janjiku? Bahwa seburuk apapun dirimu, aku akan selalu disisimu." Sinb terdiam, merasa sangat bersalah pada Rapmon. Ia segera memegang salah satu tangan pria malaikat itu yang kini masih setia mengusap pucuk kepalanya.
"Mianhae, selama ini aku mengabaikanmu. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi." Kata Sinb dan Rapmon langsung meletakkan bukunya dan menghadiahi Sinb dengan kecupan singkat di dahinya.
"Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu." Bisik Rapmon dan Sinb mengangguk, mengerti.
"Ah, sepertinya aku harus berburu iblis lagi." Bibir mungil itu mengeluh untuk kesekian kalinya, membuat Rapmon terkekeh.
"Apa sangat menyusahkan?" Tanyanya.
"Ucapan sombong mereka membuatku lelah." Keluh Sinb yang kali ini membuat Rapmon terbahak lagi. Ucapan sarkatis dari wanita ini selalu membuat dirinya hemas.
"Belum lagi, malaikat gila itu selalu mengawasiku." Sinb mengerucutkan bibirnya membuat Rapmon bertambah gemas saja.
"Kau harus berterima kasih kepadanya. Ia hanya mau kembali untuk mengawasimu." Terang Rapmon dan Sinb terlihat sedikit terkejut. Ia segera duduk sambil terlihat berfikir.
"Apa yang dia lakukan selama ini?" Tanya Sinb yang penasaran dengan sepupunya itu.
"Kenapa kau tidak tanyakan sendiri kepadanya?" Bukannya menjawab Rapmon malah memberikan pertanyaan kepada Sinb, membuat gadis itu mendengus.
"Karena aku mencintaimu." Sosok yang mereka bicarakan tiba-tiba saja hadir diantara mereka dan keberadaan malaikat tampan ini seketika membuat Sinb mendengus dan Rapmon hanya tertawa, sepertinya malaikat tampan ini sudah terbiasa dengan kemunculannya.
"Chagi, aku tidak akan melepaskanmu kali ini." Katanya lagi.
"Dasar malaikat sinting." Umpat Sinb, membuat kedua pria itu terbahak. Seketika Sinb menghilang, merasa tak sanggup menghadapi kedua pria malaikat ini.
Kini tinggal Rapmon berhadapan dengannya.
"Mereka bertemu, apa yang akan kau lakukan saat ini?" Katanya yang membuat Rapmon mengerutkan keningnya.
"Biarkan saja." Jawaban Rapmon cukup mengejutkan pria itu.
"Kau yakin? Apa kau tidak ingin melakukan sesuatu kepada malaikat itu?" Tanyanya dan Rapmon menggeleng santai.
"Kita tidak bisa mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. J-hope, kuharap kau mengerti." Terang Rapmon yang seketika membuat J-hope terbahak.
"Astaga! Aku pikir dengan membuatmu kembali mengingat masa lalumu, kau akan sedikit lebih bertekat untuk mengejar Hwa-Eun? Nyatanya sama saja." J-hope tertawa geli.
"Tentu saja rasa suka ku kepadanya tetap sama, lebih bertambah dari yang sebelumnya. Hanya saja, aku tidak ingin memaksanya. Ia telah melewati ribuan tahun menderita dan aku tidak dapat melakukan apapun untuk membantunya saat itu. Kali ini, aku sudah berjanji untuk selalu berada disisinya, kapanpun ia membutuhkan ku." Rapmon menunjukkan keseriusannya disetiap ucapannya itu membuat J-hope yang mendengarkannya mengangguk.
"Aku sangat percaya bahwa kau dapat melakukan itu." Kata J-hope dengan yakin.
"Aku pergi." Pamitnya yang kini sudah menghilang.
---***---
Mentari sudah menyinsing dari ufuk timur dengan kemilau cahaya hangat yang menyilaukan, membuat tubuh seorang gadis menggeliat karena merasa terusik. Ia membalikkan badannya untuk menghindari sinar mentari yang membuat mata terpejamnya menjadi silau sampai saat ia merasakan kehadiran seseorang disampingnya.
Gadis itu membuka matanya untuk memastikan keberadaan seseorang yang berada disampingnya. Mata indahnya membulat dengan mulutnya yang menganga, merasa tidak percaya dengan keberadaan sosok dihadapannya ini.
"Jendral Jeon!" Panggilnya pelan dan pria itu seketika menghadapkan dirinya pada sosok gadis yang tak lain adalah Mina.
"Kau tidur sangat pulas." Sapa Jungkook dengan senyuman yang terlihat ia paksakan itu. Mina segera memeluk tubuh Jungkook, menyalurkan semua kerinduan yang beberapa hari ia tahan.
"Kemana saja? Aku merindukanmu." Tangan Jungkook masih diam, tak melakukan banyak pergerakan. Ia membiarkan Mina memeluknya dan menaruh kepalanya pada dada Jungkook. Kali ini dengan jelas, Jungkook merasakan sesuatu yang berbeda. Ia tidak dapat merasakan kehangatan itu, hanya rasa bersalah yang mampu ia rasakan sekarang.
"Mina..." Panggil Jungkook pelan dan Mina segera mendongakkan kepalanya, menatap lekat mata kelam itu.
"A-aku tidak bisa mengatakan bahwa kau adalah kekasihku." Ungkap Jungkook yang membuat Mina membisu.
"Itu karena Seulgi sudah mengatakan bahwa dirimu adalah sepupunya." Lanjut Jungkook sedikit gugup, Mina tersenyum sekilas.
"Jadi, jika kita bertemu disekolah nanti. Berpura-puralah menjadi seseorang yang tidak terlalu dekat." Lanjut Jungkook membuat Mina mengangguk, paham dan Mina kembali memeluk Jungkook. Jungkook berusaha kuat membalasnya dengan membelai pucuk rambut Mina.
"Ayo bangun, sudah saatnya bergegas kesekolah. Kau bukan roh lagi sekarang." Jungkook memperingatkan membuat Mina tersenyum.
"Baiklah..." Ungkapnya.
Mina pun bangkit menuju kamar mandi dan Jungkook lagi-lagi menghela nafas untuk kesekian kalinya. Malaikat tampan ini kebingungan dengan dirinya dan perasaannya. Siapa yang sangat ia inginkan saat itu, Jungkook tidak bisa memutuskannya.
Melihat tatapan dingin Sinb, Jungkook tak bisa lagi untuk sekedar berlalu dihadapannya karena ia sangat merasa tak pantas untuk melakukan ini tapi ia juga merasakan kerinduan oleh sosok yang terkadang membuatnya kesal dengan segala tingkah gadis itu.
"Hwang..." Lihir Jungkook yang tak melanjutkan ucapannya.
---***---
Seulgi sedang berdiri diatap sekolah dengan pandangan jauhnya dan belaian angin yang membuat rambut hitam kelam itu menari-nari. Lamunan panjangnya itu terhenti saat beberapa roh datang menghampirinya.
"Nona..."
Sapa roh pria dengan pakaian samurainya dan beberapa roh dengan pakaian berbeda yang berdiri di belakang roh tersebut. Sepertinya roh tersebut adalah pemimpin romobongan roh hilang ini.
"Wae?" Tanya Seulgi yang masih tak merubah posisinya. Menatap lurus kedepan yang menampakkan pemandangan gedung yang tak kalah tingginya.
"Para malaikat telah berhasil menangkap puluhan roh yang sengaja ku suruh untuk menghadiri beberapa upacara, membuat sebagian perkerjaan terbengkalai dan ada banyak keluhan dari para syaham sehingga kami tidak mendapatkan banyak makanan."
Adu roh itu membuat Seulgi menghela nafas lelah. Sebelum gadis itu berhasil mengatakan sesuatu, terdengar suara seseorang yang sangat familiar baginya.
"Seul..." Segera Seulgi mengusir para roh itu dengan cepat.
"Pergi sejauh mungkin!" Pintanya dan beberapa roh itu segera menghilang.
"Seul, kau disini rupanya." Seulgi seketika berakting terkejut saat mendapati Suga berjalan mendekatinya dengan wajah khawatirnya.
"Kau tidak apa-apa kan?" Kedua tangan Suga meraup wajah Seulgi yang jelas membuat Seulgi merasa bingung.
"Wae?" Tanya Seulgi pelan dan bukan jawaban yang gadis ini peroleh tapi sebuah pelukan hangat. Perasaan hangat itu segera membanjiri jiwanya membuat Seulgi merasakan kebahagiaan yang tiada tara.
"Aku takut terjadi sesuatu kepadamu." Guman Suga yang masih dapat Seulgi dengar. Seulgi jelas merasa senang, malaikat tampan dihadapannya ini mengkhawatirkannya.
"Kenapa kau bisa berfikir seperti itu? Aku sangat baik-baik saja seperti yang kau lihat sekarang." Kata Seulgi yang kini melepaskan pelukan Suga, memandang pria malaikat yang selalu membuat jantungnya tak karuan.
"Aku tertidur di kelas dan bermimpi kau dicelakai oleh beberapa roh jahat." Bohong Suga yang sebenarnya ia memang merasakan keberadaan roh hilang.
"Hahaha...Aku tidak percaya bahwa kau bisa berimaginasi setinggi itu." Cibir Seulgi, terkekeh geli membuat Suga gemas sendiri. Ia menarik gadis itu, sehingga tubuh mereka menempel dan Suga mulai mengendus-enduskan hidungnya pada curuk leher Seulgi. Suga berusaha menggoda Seulgi.
"Eh, geli!" Pekik Seulgi yang berusaha melepaskan dirinya dari aksi gila Suga tapi Suga tak lantas melepaskannya. Bahkan malaikat tampan ini sudah berhasil memberikan beberapa kecupan ringan di leher Seulgi.
"Suga..." Mohon Seulgi yang hampir seperti lirihan. Seulgi benar-benar merasa aneh, terkadang kekasihnya ini bertingkah seperti bayi dan begitu manja seperti sekarang. Suga melepaskannya dan kini kecupan itu beralih pada dahi Seulgi, membuat gadis itu memejamkan matanya. Menikmati sentuhan lembut dari kekasihnya ini.
Seulgi tidak pernah tau, takdir apa yang sedang terjadi? Ditengah kelamnya dunia dengan kehidupan buruk yang selalu ia alami, ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan sosok malaikat seperti Suga. Meskipun faktanya, sosok dihadapannya ini adalah malaikat maut yang bertugas untuk menangkapi roh sepertinya--Seulgi merasa bahwa Suga adalah malaikat bersayap dengan kebaikannya dan perlindungan yang akan selalu pria ini berikan untuknya.
Seulgi tidak pernah berfikir dan tidak akan pernah mau memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi saat Suga tau tentang dirinya. Itu terlalu menakutkan, membayangkan Suga akan berubah menjadi dingin bahkan tanpa rasa kasihan menggulungnya dengan asap hitam--membawanya kembali ke akhirat. Meskipun kenyataannya setiap malam gadis itu menangis, merapalkan doa yang sebenarnya tak pantas untuk ia kemukakan kepada Tuhan. Ia adalah sosok yang hina yang terus melawan kehendak langit.
"Saranghae..." Guman Suga dan air mata Seulgi mengalir begitu saja.
Tanpa mereka tau, Sinb berdiri mengamati mereka dari jauh. Seperkas kerinduan nampak hadir dari sorot mata indahnya.
"Seulgi-ya...Semoga kau bahagia." Gumannya sambil tersenyum.
"Aku tidak mengerti, apa bagusnya cinta palsu seperti itu? Semua akan berakhir saat kedoknya terbongkar." J-Hope sudah berdiri disamping Sinb membuat gadis itu lagi-lagi mendengus.
"Setidaknya sebelum itu, ia pernah merasakan kebahagiaan dan indahnya hidup." Bela Sinb membuat J-Hope menertawainya.
"Sekarang aku bertanya kepadamu, apa kau sudah menemukan kebahagiaanmu? Setelah berkelana selama ribuan tahun?"
Skat mat!
Sinb tidak bisa mengatakan apapun untuk menjawab pertanyaan yang juga seperti sindiran untuk Sinb.
"Aku tidak percaya masih ada malaikat sebodoh dirimu. Tujuan diciptakan dunia hanya sebagai wadah manusia untuk diuji, apakah mereka benar-benar bisa dan dengan patuh menjalankan perintah-Nya. Dengan diberikan nafsu dan akal, itu tidak akan mudah untul mengendalikannya tapi ketahuilah bahwa dengan hal itulah kehidupan manusia menjadi lebih penuh warna. Merepotkan memang, kalau pada akhirnya sesuatu yang berharga seperti dunia ini hanya dibuat sebagai perhentian manusia untuk sementara karena akhirat lah yang akan menjadi rumah kedua sebelum persidangan di gelar." Terang J-Hope yang tak biasa itu. Sinb menghela nafas, ia tau semua yang dikatakan J-Hope itu benar adanya.
"Kau tidak pernah tau bagaimana menjadi manusia yang memiliki pemikiran hebat yang membuatnya memiliki banyak sifat baik atau buruk karena malaikat sepertimu hanya di ciptakan tanpa nafsu dan hanya menuruti perintah Tuhan. Disini, kaulah malaikat murni itu bukan diriku yang setengah manusia dan bukan RM yang hasil rengkarnasi tapi diiringi kemuliaan sehingga ia terangkat menjadi malaikat murni." Balas Sinb tak mau kalah.
"Setidaknya malaikat murni tidak akan melakukan hal bodoh seperti malaikat pada umumnya." Kata J-Hope yang kini meninggalkan Sinb begitu saja. Lagi-lagi Sinb menghela nafas panjang sampai ia menyadari kehadiran seseorang selain dirinya.
Jeon Jungkook, entah semenjak kapan malaikat tampan itu memandanginya dengan jarak hanya beberapa meter saja.
"Wae?" Tanya Sinb.
"Ayo kita bicara!" Ajak Jungkook yang sepertinya terlihat begitu memaksakan dirinya.
Sinb menghela nafas dan kemudian mengangguk. Mata Jungkook seketika membelalak, ia sama sekali tidak menyangka bahwa Sinb akan menyetujui ajakannya kali ini dan kenapa Sinb menyetujuinya? Karena gadis itu tak ingin terus terikat dengan masa lalu. Ia tidak merasa harus menyesal tentang keinginannya membuka masa lalunya tapi ia juga tak ingin masa lalunya membuatnya terbelenggu.
Akhirnya, disinilah mereka berakhir--disebuah gua dimana tempat Sinb mensucikan dirinya. Mereka saling menatap tanpa berniat untuk memalingkan tatapannya. Pikiran dan perasaan saling beradu, keinginan dan hasrat yang tertahan oleh pembatas yang disebut kesalahan.
"Bagaimana kabarmu?" Jungkook mengeluarkan basa-basinya.
"Baik, seperti yang kau lihat." Jawab Sinb datar seperti biasanya. Membuat Jungkook tersenyum, dikatakan lega tidak juga karena sejujurnya ia ingin sekali memeluk wanita dihadapannya ini. Jungkook merindukannya, sangat! Untuk menetralisir semua perasaan itu Jungkook menunduk, tak sanggup lagi menatap wanita yang sangat ia rindukan itu.
"Maafkan aku karena memanfaatkanmu untuk membuat Putra Mahkota menderita, tapi semakin lama aku merasakan perasaan sayang yang terus bertambah kepadamu. Saat itu aku dilema, antara melupakan semua dendamku dan hidup bersamamu selamanya atau terus menjalankan rencanaku. Disaat keraguan ku semakin menjadi, putra mahkota menemukan keberadaan kita. Meskipun ia tahu bahwa kau sudah bersama ku tapi ia masih ingin mendapatkanmu. Jujur saat itu aku marah dan saat itulah keraguanku hadir kembali, tentang apakah kau benar-benar menyukaiku? Ingin hidup bersamaku? atau kau memilih dengannya? Pada akhirnya aku memutuskannya sendiri. Kau pasti akan memilihnya--memilih seseorang yang lebih berkuasa dan hidup nyaman dengannya, meninggalkanku yang mungkin akan segera menghilang dari dunia. Aku tidak bisa membiarkannya, pria itu sudah membuat Mina meninggalkan ku dan kemudian dirimu? Aku tidak bisa dan saat itulah pikiran jahat itu terlintas. Aku merasa tidak memiliki banyak kesempatan kecuali hari itu dan saat kau datang dengan wajah khawatirmu. Maafkan aku nona Hwang, aku memang pria keji dan licik. Bahkan disaat kita kembali dipertemukan, aku masih terus menyusahkanmu untuk melakukan hal yang sulit." Jungkook tak sanggup lagi berkata-kata, semenjak tadi ia berusaha untuk menahan tangisnya dan kali ini ia benar-benar menangis dihadapan Sinb yang semenjak tadi sudah mengeluarkan air matanya.
"Kau tidak hanya membunuhku tapi melenyapkan sesuatu yang bernyawa dalam perutku." Sesungguhnya Sinb tak sanggup mengatakan ini karena bayangan mengerikan saat Jungkook melukainya begitu mengerikan dan Sinb sudah tak bisa lagi menahan emosinya.
Jungkook terdiam dengan air mata yang menggenang, memandang Sinb dan tubuhnya lemas seketika ketika ia mulai mengerti perkataan wanita itu.
"A-apa i-itu k-kau se-dang ha-mil?" Tanya Jungkook. Sinb memandangnya sebelum akhirnya mengangguk.
"Arrrgggghhhh!" Jungkook menjerit, menjambak rambutnya merasa frustasi. Saat ini, ia benar-benar membenci dirinya dan menginginkan dirinya lenyap saja.
Melihat Jungkook yang seperti itu, Sinb ingin sekali berlari dan memeluknya tapi Sinb sadar--ia tidak berhak bahkan semenjak awal mereka bertemu. Ia hanya bagian dari skenario kehidupan Jungkook yang tidak memiliki arti apapun.
"K-kau bi-sa me-mbu-nuhku se-karang." Mohon Jungkook dengan ucapan terbata-bata. Memandang Sinb dengan rasa sakitnya.
Sinb tersenyum getir, memandang Jungkook kecewa. Ia tidak pernah berfikir bahwa Jungkook sepengecut ini.
"Apa dengan mati, kau akan terbebas dari rasa sakit? Jika kau berpikir bahwa kau seseorang yang keji? Lupakan semuanya dan jalani hidupmu yang baru!" Saran Sinb dengan dinginnya. Jungkook yang terduduk dan masih memandang Sinb dengan luka yang ia miliki karena dirinya sendiri.
Jungkook menggeleng. "Aku tidak akan pernah bisa melakukannya." Katanya dengan bangkit dari posisinya dan menghilang membuat Sinb terkejut.
Sinb lebih terkejut lagi saat sosok Jungkook sudah berada dihadapannya, menarik tubuhnya dengan cepat dan memeluknya erat. Sinb mencoba berontak.
"Lepaskan aku!" Katanya yang hendak mendorong Jungkook tapi usahanya itu terhenti saat Jungkook menyerang dengan ciuman yang memaksa.
"Ap...emmhhh." Bahkan Jungkook tak membiarkan Sinb memprotes tindakannya. Bibir Jungkook terus melumat dengan cepat tanpa jeda tak memberi Sinb cela sedikit pun sampai gadis itu benar-benar marah dan mengeluarkan kekuatan dentumannya.
BLEEEDUUUMMMM
"Brengsek!" Umpat Sinb yang kemudian menghilang meninggal Jungkook yang terkapar diatas batu besar dan matanya lagi-lagi berair.
"Itu untuk perpisahan dan untuk melengkapi siksaan ku." Guman Jungkook yang memang sengaja melakukannya. Ia sangat tau bahwa dirinya tak akan bisa melakukan hal itu lagi dan itu cukup akan membuat ia tersisa dengan rasa bersalah yang teramat besar kepada Sinb.
"Mianhae...Saranghae..." Lirihnya lagi yang kini memejamkan matanya.
Penyesalah, selalu datang paling akhir saat seseorang mulai menemukan ruang kosong yang seharusnya terisi, memberikan begitu banyak jeda yang tak sanggup diselesaikan hanya dengan kata maaf.