Sebuah Takdir
Malam itu pukul 19.00 Piya sibuk melayani setiap pelanggan yang membeli kue di toko kue tempat kerjanya. Dari sekian banyak pelanggan, mayoritas pelanggannya memesan donat untuk acara seminar. Maklum saja toko kue ini berada di sekitar kampus Piya, sehingga tak heran banyak mahasiswa yang satu kampus dengan Piya yang pesan untuk kegiatan seminar atau acara-acara lain. Tak seperti malam-malam biasanya, malam itu toko kue yang bernama Muara ramai pengunjung. Salah satu pengunjungnya yaitu laki-laki pemakai jaket merah dengan dalemannya kaos putih serta dipadukan dengan celana jeans itu membeli donat sebanyak 5. Begitu terkejutnya, piya kala laki-laki itu membayar donat yang ia beli. Ternyata laki-laki itu laki-laki pemakai kemeja kotak yang akhir-akhir ini bertemu dengan Piya. Namun, bedanya kali ini ia tidak memakai kemeja kotak-kotak.
“Mbak, semuanya berapa?” tanya laki-laki itu.
“Semuanya 25.000 mas.” Ucap Piya sambil memberikan bungkus donat tersebut.
Ketika ia memberikan bungkus donat tersebut, ia terkejut karena ternyata laki-laki pemakai kemeja kotak-kotak kemarin itu yang membeli donat.
“Kamu lagi?” Ucap Piya dengan heran.
“Iya ini aku, kenapa kamu kaget ya? Aku tidak bohong, ini adalah sebuah takdir bukan hanya sekedar kebetulan. Apa kau masih ragu?” Jawabnya sambil tersenyum.
“Oi ya, ini untuk kamu.” Ucap laki-laki itu sambil memberi sebuah kotak untuk Piya.
“Ini apa?”
“Nanti kamu pasti tahu.” Jawabnya sambil meninggalkan Piya.
“Hey! Teriak Piya.
Piya berteriak memanggilnya, namun ia tak menghiraukannya.
Piya penasaran tentang laki-laki tersebut, dan juga heran mengapa laki-laki itu memberikan sesuatu kepadanya. Ia pun membuka kotak tersebut, ternyata di dalamnya berisi buku karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Anak Semua Bangsa buku yang selama ini ia inginkan. Di lembar awal buku itu, ada kertas berisi tulisan tangan yang memakai tinta bewarna biru dan Piya pun membacanya.
Hai perempuan pecandu buku dan perempuan jutek
Kini buku yang kamu inginkan sudah ada di tangan kamu
Selamat membaca, oh ya kalau membaca jangan sampai ingat sama yang memberi bukunya. hehe
“Tak ada tujuan, tanpa adanya alasan. Aku yakin Tuhan pasti mempunyai maksud untuk mempertemukan kita. Ingat, ini bukan hanya sekedar kebetulan, tapi ini sebuah takdir.”
Di toko bukas, di halte, dan kali ini di toko kue, selanjutnya di ruang mana kita akan bersua dan di waktu kapan kita akan bertatap?
Dari laki-laki yang mungkin menjadi alasan untuk kamu tersenyum.
Piya langsung menutup kertas itu sambil tersenyum dan menaruh kembali buku serta kertas itu ke dalam kotak.
“Dasar laki-laki kepedean tingkat tinggi. Dia menjadi alasan untuk aku tersenyum? Lucu-lucu. Gumamnya sambil tertawa.
“Kok bisa gitu ya, dia bisa seyakin itu dan sejak kapan menyukaiku?” heran banget aku. Ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.