Aretha baru saja menyadari satu hal. Kesamaannya dengan kembarannya yang suka mengenakan baju berlengan panjang, hoodie atau jaket mempunyai alasan yang berbeda. Aretha menyukai pakaian tersebut karena pakaian tersebut nyaman untuk dikenakan. Berbeda dengan Aletha, kembarannya tersebut terlihat selalu mengenakan pakaian lengan panjang, bahkan saat di sekolah. Dan Aretha baru mengetahui alasan kembarannya, dia berusaha menutupi luka-luka bekas sayatan di lengan kirinya.
“Keluar!” bentak Aletha membuat Aretha menghentikan langkahnya yang ingin mendekati kemabrannya.
“Lepas cutter-nya, tangan lo berdarah!” ujar Aretha.
“Apa peduli lo?!” tanya Aletha.
“Gue emang gak peduli sama lo. Tapi lo cuman nyakitin diri lo sendiri! Self injuries?” ucap Aretha sambil terkekeh. “Lo dapet semuanya dan lo malah ngelukain diri lo sendiri?!” tanya Aretha sewot.
“Gue dapet semuanya? Lo yang dapet semua yang lo mau,” balas Aletha dengan berteriak.
“Lo pinter, lo selalu diperhatiin dan lo bilang gue yang dapet semua yang gue mau?! Terus yang lo mau apa?!” bentak Aretha.
“Gue belajar mati-matian supaya bisa ngambil perhatian mereka, sedangkan lo udah ngambil perhatian mereka tanpa harus belajar mati-matian kayak gue. Gue dijauhin sama keluarga bokap, sedangkan lo selalu dipuji sama mereka.”
Aretha terkekeh. “Lo dibenci keluarga bokap, gue dibenci keluarga nyokap. Sama aja kan?”
“Gue harus belajar mati-matian supaya diperhatiin dan lo cuman bikin masalah.”
“Gue bahkan belajar main gitar karena bokap suka gitar, tapi apa?! Semua perhatian mereka berdua cuman buat lo.”
“Alvaro peduli sama lo, bahkan gue ngerasa gue bukan adik dia karena dia cuamn peduli sama lo,” ucap Aletha. “Mama ngenalin Sean ke gue, dan akhirnya dia lebih milih ngajak lo jalan,” ucap Aletha sambil mulai membuat sayatan baru di lengannya. “At least ini bisa bikin gue tenang.”
Aretha berjalan mendekati kembarannya dan merebut cutter dari tangan Aletha. Tangan Aretha mau tidak mau menggenggam mata cutter tersebut membuat darah mulai bercucuran.
Aletha terdiam sambil menatap lekat tangan Aretha.
“Gue gak peduli sama lo. Tapi di sini, hidup gue yang ancur,” ucap Aretha masih menggenggam cutter tersebut membuat darah yang keluar semakin banyak karena lukanya semakin dalam.
“Kalian berdua ngapain?!” teriak Alvaro histeris.
Aretha menatap Alvaro dengan tatapan kosong. Perempuan itu menjatuhkan cutter yang digenggamnya ke lantai dan berjalan melewati Alvaro yang menatapnya masih dengan tatapan terkejut.
Alvaro menahan lengan Aretha sebelum perempuan itu keluar dari kamar Aletha. “Jelasin ke gue. Lo ngapain?” perintah Alvaro.
Aretha menatap Alvaro dengan tatapan kosongnya tanpa menjawab pertanyaan Alvaro. Hal itu membuat Alvaro mengalihkan tatapannya pada Aletha, namun masih menahan lengan Aretha yang semakin banyak mengucurkan darah.
Aretha melepaskan lengannya yang ditahan Alvaro dan berjalan keluar dari kamar Aletha, lalu berjalan menuju ke kamarnya sendiri. Aretha membuka pintu kamarnya dengan tangan kiri, begitu juga dengan menutup karena tangan kanannya berlumuran darah. Luka tersiram air panas yang belum sembuh sepenuhnya membuat rasa perih yang dirasakan semakin bertambah. Namun, alih-alih mengobati luka di tangan kanannya, Aretha memilih untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimutnya sebatas pinggang. Perempuan itu mengambil handphone dari saku celananya lalu mematikan benda persegi itu dan menaruhnya asal.
Aretha memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur, namun tidak berhasil. Aretha malah mulai berasumsi bahwa Alvaro menyalahkannya atas apa yang Aletha lakukan karena Aretha pergi bersama Sean. Aretha semakin yakin saat Alvaro tidak juga datang setelah tiga puluh menit. Mungkin kesalahannya kali ini memang sangat fatal.
Aretha membuka matanya saat mendengar suara pintunya yang dibuka. Alvaro berjalan mendekat dan berhenti di samping tempat tidur Aretha lalu menghela napas panjang. Aretha masih memunggungi kakaknya, tanpa ada niatan untuk membalikkan tubuhnya.
“Gue tau lo gak tidur. Ayo obatin tangan lo dulu,” ucap Alvaro yang tidak dihiraukan oleh Aretha. “Tha,” panggil Alvaro yang membuat Aretha mau tidak mau berbalik dan bangkit duduk.
Alvaro meraih tangan kanan Aretha dan mulai membersihkan luka Aretha. Aretha meringis beberapa kali saat Alvaro mengobati luka di tangan dan jarinya, lalu diakhiri dengan membalutnya dengan perban.
“Buka soflen lo sebelom tidur.” Aram mengingatkan. “Gue gak mau ngeliat kejadian kayak gini lagi. Gue gak tau kalian berantem gara-gara apa, tapi kalo kalian berantem gara-gara Sean, dia gak worth it buat bikin kalian berantem kayak gini.”
t h e b e t
Alvaro : Gue tau taruhan lo sama Aretha udah selesai dan lo gak mau ketemu dia lagi
Alvaro : Tapi gue bener-bener gak kepikiran orang lain yang bisa gue mintain tolong sekarang
Alvaro : Lo bisa ke rumah gue sekarang? Aretha demam tinggi dan gue gak bisa bawa dia ke rumah sakit sekarang
***
minta tolongnya ke Aram, Alvaro peka deh :’)