Aram baru saja sampai di rumah Rion saat dia membaca pesan dari Alvaro. Laki-laki itu langsung menyuruh Raka, Rion dan Theo yang menumpang mobilnya untuk keluar dari mobilnya beberapa detik setelah Aram menghentikan mobilnya di depan rumah Rion. Hal itu membuat ketiga temannya bertanya, tapi tidak dijawab oleh Aram karena laki-laki itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Alvaro.
Tadi setelah mengantar Aretha pulang, Aram kembali lagi ke tempat balapannya untuk menjemput Raka, Rion dan Theo yang memang ikut bersamanya saat pergi ke tempat itu. Lalu tetap di sana sampai pukul sebelas dan saat ini jam sudah menunjukkan lewat tengah malam.
“Aretha kenapa?” tanya Aram yang sedang berjalan mengikuti Alvaro menuju kamar Aretha. “Dia demam bukan gara-gara kehujanan kan?”
“Punya dua adik cewek bikin kepala gue pusing. Dia berantem sama kembarannya. Aletha ngelukain dirinya sendiri dan gak tau gimana Aretha bisa ngegenggam cutter-nya. Tangannya udah gue obatin, tapi tadi pas gue ke kamarnya lagi, badannya demam,” jelas Alvaro panjang lebar. “Gue tau lo gak mau lagi ketemu sama Aretha, tapi gue gak kepikiran orang lain yang bisa gue mintain tolong. Gue gak bisa bawa Aretha ke rumah sakit karena gue harus ngawasin Aletha supaya gak ngelukain dirinya sendiri lagi.”
Aram membuang napasnya kasar sebelum berjalan ke arah tempat tidur Aretha. Aram mengangkat tubuh Aretha lalu berjalan melewati Alvaro yang berdiri di ambang pintu kamar Aretha.
“Makasih,” ucap Alvaro sembari menutup pintu kamar Aretha dan berjalan di belakang Aram yang berjalan ke luar rumah Alvaro untuk membawa Aretha ke rumah sakit.
Aram bisa merasakan tubuh Aretha yang panas saat tangannya tidak sengaja menyentuh tangan Aretha. Aretha masih menggunakan hoodie yang tadi dia kenakan saat pergi, tapi tubuhnya tetap menggigil dengan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya.
Aretha membuka matanya saat Aram baru saja membuka pintu mobil bagian belakang. Aram menyadari itu, laki-laki itu terdiam dan memperhatikan Aretha. Terkejut saat melihat mata Aretha yang berwarna biru.
“Bahkan lo muncul di mimpi gue,” gumam Aretha tidak jelas sebelum kembali memejamkan matanya.
Aram menghela napasnya tidak tau untuk yang keberapa kalinya. Laki-laki itu meletakkan Aretha dengan hati-hati di kursi bagian belakang lalu menutup pintu mobilnya dan berjalan ke depan, masuk ke dalam mobilnya. Aram sedang menyalakan mobilnya saat melihat Alvaro berjalan ke arah mobilnya. Melihat itu, Aram menurunkan jendela di sebelahnya.
“Kacamata sama handphone Aretha.” Aram menerima kacamata dan handphone Aretha lalu meletakkannya di kursi sebelahnya. “Thanks,” ulang Alvaro.
t h e b e t
Aretha mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum menatap ke sekeliling ruangan. Perempuan itu meraih kacamata yang terletak di sebelahnya lalu memakainya dan kembali menatap sekeliling ruangan. Pandangannya terhenti saat melihat Aram yang tertidur dengan posisi duduk.
“Jadi itu bukan mimpi,” gumamnya tidak jelas.
Puas menatap Aram, Aretha meraih handphone yang terletak di sebelah kacamatanya tadi. Pukul empat dini hari. Setelah itu, Aretha menatap tangan kanannya yang dibalut perban, lalu berpindah pada tangan kirinya yang terpasang infus.
Aretha meringis sambil terkekeh. Pikirannya sudah berasumsi yang macam-macam. Mulai dari Alvaro yang lebih memilih menemani kembarannya ketimbang dirinya, bahkan kakaknya itu masih bisa menyuruh Aram padahal dia tau jika taruhannya dengan Aram sudah selesai dan diakhiri dengan Aram yang tidak mau bertemu dengannya lagi.
“Lo demam tadi, Alvaro harus ngawasin kembaran lo, jadi dia nyuruh gue buat nganter lo ke rumah sakit.” Aretha tersentak sebelum memustuskan untuk memiringkan badannya ke kiri dan membelakangi Aram yang duduk di sofa yang terletak di sebelah kanannya.
Aram berjalan ke sisi kiri Aretha, tapi Aretha malah berbalik dan memiringkan tubuhnya ke kanan dan kembali membelakangi Aram.
“Lo kenapa sih?” tanya Aram heran.
Aretha membalikkan tubuhnya dan menatap Aram kesal. “Lo yang kenapa, lo bilang ke gue gak mau ngeliat muka gue lagi.”
“Gue gak tau kalo mata lo aslinya warna biru, gue kira sama kayak kembaran lo,” ucap Aram mengabaikan ucapan Aretha.
Aretha memang selalu terlihat dengan lensa kontak berwarna hitam atau coklat, tidak banyak orang yang tau jika warna mata Aretha yang asli adalah biru. Berbeda dengan Aletha yang mempunyai warna mata coklat tua.
“Buat apa juga lo tau?” tanya Aretha.
“Megang cutter? Bahkan luka kesirem air panas lo aja belom ilang dan lo malah megang mata cutter?” tanya Aram heran.
“Lo disuruh Alvaro nganter gue ke sini doang kan? Jadi ngapain lo masih di sini?” tanya Aretha tanpa menjawab pertanyaan Aram.
“Sampe temen-temen lo ke sini, baru gue pergi,” jawab Aram.
“Gue mau pulang,” ucap Aretha sambil berusaha untuk bangun dan duduk.
“Gak sampe gue pastiin luka di tangan lo gak akan ninggalin bekas,” balas Aram.
Aretha melayangkan tatapan herannya. “Kenapa kalo ninggalin bekas? Apa peduli lo?”
Aram terdiam.
***
Aretha meriang beneran, bukan merindukan kasih sayang!