“Lo gak bilang ke gue kalo lo mau ke sini!” teriak Aretha kesal saat Alvaro masuk ke dalam kamarnya.
“Sori, gue bener-bener sibuk,” jawab Alvaro dengan cengiran lebarnya.
“Sibuk sama cewek baru lo? Lo berantem lagi kan sama Rachel?” tanya Aretha sambil menyipitkan matanya. “Rachel udah cerita sama gue, tentang terakhir kali dia telpon lo.”
“Minta Rachel dateng ya ke acara malem ini?” pinta Alvaro sedikit memohon.
“Kalo dia mau,” jawab Aretha acuh tak acuh.
“Aram gimana?” tanya Alvaro merubah topik pembicaraan.
Aretha menatap Alvaro kesal sebelum meraih handphone-nya, mengutak-atiknya, lalu melempar ke arah Alvaro.
“Belinya pake duit, Arethaaa!” ujar Alvaro sambil memberikan sorot mata tajam pada adiknya itu.
Aretha berdecak. “Siapa yang bilang belinya pake daun?” tanya Aretha namun tidak dihiraukan oleh Alvaro karena laki-laki itu sudah mengalihkan fokusnya pada layar handphone Aretha yang sedang berada di tangannya.
A : Permintaan gue
A : Jauh-jauh dari gue, jangan munculin muka lo di depan gue lagi
“Lo kalah? Lo suka sama Aram? Serius?!” tanya Alvaro dengan mata melotot.
“Gak usah teriak!” balas Aretha dengan berteriak juga.
Yup. Aram memberitahu permintaannya melalui pesan, padahal tadi laki-laki itu berkata akan memberitahukan permintaannya besok. Aretha uring-uringan setelah membaca pesan Aram yang tidak dia balas itu. Perempuan itu memutuskan untuk menonton seri baratnya, namun dia tidak bisa fokus sama sekali.
“Jangan uring-uringan gitu. Lagian, apa bagusnya Aram sih?” tanya Alvaro heran.
“Gak tau! Apa bagusnya Aram sampe gue bisa suka sama dia?!” teriak Aretha sambil menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya.
“Jangan gitu!” Alvaro menarik selimut Aretha sampai menampilkan wajah Aretha yang sedang cemberut dengan rambut berantakan. “At least, lo udah baikan sama mama kan.”
“Ngomongin itu. Gue bingung kenapa adik lo itu nurut banget.”
“Yang lo lagi omongin itu kembaran lo,” ucap Alvaro.
“Ini cringe banget, gak bohong. Gue gak pernah nyangka kalo tunangan dengan dasar bisnis bisa ada dan terjadi di lingkungan gue.”
“Kayak lo bakal mau aja kalo disuruh gantiin dia, jadi jangan banyak protes.”
Aretha menyipitkan matanya. “Omongan lo sama dia sama persis. Lo berdua sekongkol buat bikin gue gantiin dia ya?!”
Alvaro menghela napasnya panjang. “Be easy on her.”
Aretha cemburut. “Gue gak ngapa-ngapain dia loh.”
“Dia gak ngundang temennya sama sekali.”
“Dia emang gak punya temen.”
“Ajak Rachel ya?”
“Tadi lo udah ngomong. Lagian, kenapa gak lo aja yang minta Rachel dateng?” tanya Aretha heran.
“Masih ngambek,” jawab Alvaro.
“Jangan bilang ke gue kalo Rachel gak tau lo balik.”
“Gak tau.”
“Dasar bego!” umpat Aretha gemas.
t h e b e t
“Lo suka sama Aram?!” tanya Rachel sambil berteriak.
Aretha menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Jujur, Aretha malas meladeni temannya itu. Bayangkan saja, ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan pesan yang sama sekali belum dia buka, dan semua itu berasal dari Rachel, Sharla dan Tris. Apa isinya? Tentu saja menanyakan perihal taruhannya dengan Aram. Hal itu sukses membuat Aretha berpikir bahwa Aram tidak bisa menjaga rahasia karena beritanya tersebar cepat, bahkan terlalu cepat.
“Lo sengaja gak baca grup kan?” tanya Rachel lagi.
“Bisa diem gak?” tanya Aretha menghempaskan selimutnya.
“Gue penasaran, Arethaaa!” pekik Rachel.
Aretha melotot. “Cukup Sharla sama Tris yang cempreng, lo jangan! Gak baik buat kesehatan kuping gue.”
Sama seperti saat Alvaro menanyakan tentang Aram tadi, Aretha meraih handphone-nya, mengutak-atiknya dan melemparkannya ke arah Rachel. Rachel memekik sebal saat Aretha melempar handphone yang untungnya bisa dia tangkap. Berbeda dengan Aretha yang kembali menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya, sampai dia merasa ada yang aneh. Rachel tidak memberi respon sama sekali, hal itu membuatnya menghempaskan selimutnya untuk entah yang keberapa kalinya.
“Ngapain lo?” tanya Aretha bangkit dari posisi tidurannya, lalu berjalan ke arah Rachel dan merebut handphone-nya kembali.
Aretha berdecak kesal. “Gue kasih liat lo itu bukan buat di screenshot terus kirim ke grup.”
“Biar Sharla sama Tris diem.”
“Justru mereka bakal semakin penasaran!”
Aretha mematikan handphone-nya tepat saat notifikasi pesan dari Sharla dan Tris masuk.
“Sori buat itu, gue gak kepikiran,” ucap Rachel sambil berjalan melewati Aretha dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur Aretha.
Aretha mendengus malas sambil berjalan menuju tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya di sabelah Rachel.
“Rumah lo lagi ada acara?” tanya Rachel.
“Tebak coba,” perintah Aretha.
“Lo baikan sama nyokap lo?” tebak Rachel tepat sasaran membuat Aretha terkejut untuk sesaat.
“Kok lo bisa tau? Lo cenayang ya?” tanya Aretha melayangkan tatapan herannya.
Rachel memutar bola matanya malas. “Asal nebak. Bukan asal juga sih, lebih ke aneh aja lo tiba-tiba ada di rumah. Jadi kenapa lo nyuruh gue ke sini?”
“Kembaran gue tunangan hari ini.”
“Hah?!” respon berlebihan dari Rachel membuat Aretha menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Elah, jangan teriak.” Aretha mendengus. “Lo udah ketemu Alvaro?” tanya Aretha.
“Emang dia di Indo?” Rachel balik bertanya.
“Sekarang kalian ada di satu atap yang sama.”
Ucapan Aretha membuat Rachel mengernyit tidak suka yang membuat Aretha terkekeh geli. Kakaknya dan Rachel, belakangan ini terlalu sering bertengkar, tapi jika diperhatikan, mereka bertengkar hanya karena hal sepele.
“Tau ah, gue gak peduli.”
“Gak percaya.”
“Re, mama nyuruh lo bantuin Aleth… sejak kapan lo di sini?” ujar Alvaro sesudah membuka pintu kamar Aretha dan masuk ke kamar adiknya itu.
“Sekali-sekali gue jadi anak berbakti dulu ya,” ujar Aretha bangkit berdiri lalu berjalan keluar dari kamarnya.
t h e b e t
“Gue gak boleh di kamar lo aja?” tanya Rachel pada Aretha.
“Tolong ya, gue lagi jadi anak berbakti hari ini,” ucap Aretha sinis.
“Gue bosennn,” ujar Rachel.
“Sono lo ke Alvaro aja. Udah baikan kan?” tanya Aretha.
Rachel menampilkan cengiran lebarnya. “Udah.”
Aretha terkekeh geli saat melihat Rachel berjalan ke arah kakaknya. Aretha masih memperhatikan Alvaro dan Rachel sampai perempuan itu tidak menyadari ada laki-laki yang berdiri di sebelahnya.
“Hai.” Aretha menoleh ke sebelah kanannya lalu mendapati seorang laki-laki yang cukup familiar di matanya walaupun mereka baru bertemu sekali.
Ingat laki-laki yang menjadi lawan balap Aram beberapa waktu lalu? Laki-laki yang mengajak Aram mengganti taruhannya menjadi Aretha. Laki-laki yang bahkan Aretha tidak ketahui namanya.
“Gue Sean. Lo lupa? Kita pernah ketemu pas lo lagi sama Aram.”
“Gue Aretha dan gue inget lo siapa. Ngapain lo di sini?” tanya Aretha datar.
“Nanti lo juga tau,” ucap Sean enggan menjawab pertanyaan Aretha. “Lo masih sama Aram?”
Penampilan Sean sedikit berbeda saat ini, setidaknya berbeda dengan yang dilihat Aretha saat bersama Aram. Laki-laki itu terlihat lebih rapih.
“Udah putus?” tanya Sean saat Aretha tidak juga menjawab pertanyaannya.
“Anggep aja gitu.”
“Kalian udah saling kenal?” tanya ibu Aretha menghampiri putrinya. “Sean yang bentar lagi bakal jadi tunangan Aletha.”
Ucapan ibunya itu sukses membuat Aretha tidak bisa menahan keterkejutannya.
***
Aram kejam ahh.