Apartemen Aretha sudah berubah berantakan karena teman-temannya. Saat ini pukul tujuh malam, sementara teman-teman Aretha sudah berada di apartemen Aretha dari sekitar pukul lima sore.
"Gue jadi penasaran, kira-kira Aretha atau Aram ya yang kalah?" tanya Sharla.
"Aretha lah, dari awal juga Aretha yang bikin taruhan itu," jawab Tris asal.
"Tapi Aram juga kayaknya tertarik sama Aretha," kata Sharla tidak mau kalah.
"Re, makasih ya udah mau temenan sama gue. Gue pikir, setelah masuk SMA gue tetep gak punya temen dan dicap ansos. Jujur, awalnya gue kira lo gak akan suka sama gue, apalagi pas tau gue pacaran sama kakak lo."
Ucapan Rachel membuat Aretha menoleh, melihat perempuan itu dengan dahi mengernyit. Tadinya dia sedang asik bermain 'tetris' di laptopnya, tidak mengacuhkan perdebatan Tris dan Sharla yang masih berlanjut, tapi saat mendengar kata-kata Rachel, Aretha langsung mem-pause permainannya.
"Harusnya gue minta maaf, nilai lo turun kan gara-gara temenan sama gue?" Aretha memberi jeda sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya, "yang lebih parah lagi, lo jadi ikut keluar-masuk ruang konseling gara-gara sering bikin masalah bareng gue." Aretha tersenyum kecut. "Tapi kenapa jadi cringe kayak gini sih?"
"Kalian berdua cringe banget!" Bertepatan dengan teriakan Sharla, sebuah bantal melayang di depan wajah Aretha dan Rachel yang sedang berhadapan.
"Re, lo gak kasian sama kembaran lo?" tanya Sharla. "Dia sendirian kan? Gimana kalo dia belom makan?"
"Dia bisa beli sendiri elah," ucap Tris mendengus.
Aretha menghelas napas, "gue juga rencananya mau beliin makanan. La, anterin gue ya, sekalian gue mau ngambil mobil gue."
"Sekarang?"
"Iya lah, masa besok?!"
"Santai, beb."
t h e b e t
Aretha sudah membeli bubur untuk kembarannya. Saat ini Aretha, Rachel, Sharla dan Tris sedang dalam perjalanan menuju rumahnya untuk mengantarkan makanan. Memang, sifat Aretha biasanya sangat tidak peduli dengan kembarannya—bahkan seperti orang yang tidak kenal, tapi jauh di dalam hatinya, masih ada rasa peduli walaupun sedikit, mungkin karena mereka kembar.
Mobil Sharla berhenti tepat di depan rumah milik Alvaro, tapi setelah sekitar tiga menit mobil berhenti, Aretha tidak juga keluar. Hal itu membuat Sharla lagi-lagi mendengus kesal, kenapa dia bisa berteman dengan orang seperti Aretha?
"Cel, lo yang kasih ya? Bilang aja Alvaro yang suruh," pinta Aretha menyodorkan plastik yang berisi makanan kepada Rachel.
"Gengsi lo gede amat." Rachel meraih plastik yang Aretha sodorkan, lalu keluar dari mobil Sharla.
"Lo mau ngambil mobil kan? Sana." Sharla berkata pada Aretha dengan nada sedikit mengusir.
"Re, kata Rion, Aram ikutan balapan lagi." Ucapan Tris membuat Aretha yang baru saja ingin keluar dari mobil Sharla mengurungkan niatnya. "Sekarang," lanjut Tris.
"Kenapa dia gak ngasih tau dari tadi?" tanya Aretha dengan dahi mengernyit.
"Tadi Raka tiba-tiba ke rumahnya bilang kalo ada balapan malem ini, mereka sengaja ngasih tau Rion dadakan gara-gara kemaren Rion ngasih tau gue dan mereka batal balapan, waktu kemaren ke bioskop," jelas Tris.
"Minta share location aja. Kita ke sana, gue ikutin mobil kalian."
Setelah mengatakan itu, Aretha keluar dari mobil Sharla tanpa mengacuhkan gerutuan Tris yang tidak suka diperintah. Aretha menarik lengan Rachel yang berpapasan dengannya untuk ikut ke mobilnya.
"Kembaran lo demam tinggi, tapi gak ada obat sama sekali di rumah lo. Lo mau bawa dia ke rumah sakit atau beliin obat?" tanya Rachel saat Aretha sudah menjalankan mobilnya, mengikuti mobil Sharla yang sudah berjalan lebih dulu.
"Nanti kalo gue inget."
"Kenapa gak beliin dulu? Barusan kita ngelewatin apotik."
"Gue mau ngeliat Aram kalo lagi balapan," jawab Aretha sambil tersenyum.
"Aram balapan?"
"Tadi Tris dikasih tau Rion."
Mobil Sharla berhenti di tempat gelap yang berjarak lumayan jauh dari kerumunan orang. Di sisi lain kerumunan orang itu, beberapa mobil sport sudah berjejer dengan rapi. Rata-rata perempuan dengan baju kekurangan bahan yang berdiri di tengah-tengah kerumunan orang tersebut.
Aretha dan Rachel keluar dari mobilnya saat melihat Sharla dan Tris sudah turun lebih dulu. Aretha sempat terkejut dengan pemandangan di hadapannya, dia merasa seperti orang yang nyasar. Perempuan yang berada di tengah kerumunan orang di sana kebanyakan memakai baju yang terbuka dan celana pendek, kalaupun ada yang memakai celana panjang, bajunya bermodel crop atau terbuka. Sedangkan Aretha saat ini hanya memakai hoodie berwarna putih dan celana pendek yang membuatnya terlihat salah kostum.
"Gila, gila, gila," ucap Sharla dengan nada uniknya saat mengucapkan kata gila tiga kali. "Gue gak pernah ngira ada tempat kayak gini di Jakarta."
"Itu Aram," ucap Tris sambil menunjuk ke arah kerumunan orang. "Lo beneran mau nyamperin?"
"Gue ngerasa kayak orang nyasar." Aretha tersenyum kecut.
"Jadinya mau nyamperin gak?" tanya Rachel mendengus malas.
"Hm."
Aretha berjalan menuju kerumunan orang tersebut. Semakin dekat dengan kerumunan orang itu, bau asap rokok semakin menyengat. Beberapa orang ada yang terlihat merokok dan meminum-minuman keras.
Beberapa pasang mata menatap aneh Aretha dan teman-temannya yang terlihat mencolok karena kostumnya yang berbeda. Tapi Aretha tidak peduli, perempuan itu tetap berjalan ke arah Aram dan teman-temannya yang terlihat sedang asik bercengkrama.
Aretha berhenti tepat di belakang Aram yang membelakanginya, perempuan itu baru saja akan memanggil saat Aram menoleh karena bahasa tubuh dari Raka yang menyuruhnya untuk menoleh.
Wajah Aram sempat menunjukkan ekspresi terkejut sebelum akhirnya kembali seperti biasa dan bertanya pada Aretha. "Lo kenapa bisa ada di sini?"
"Buat nyemangatin lo." Aretha menampilkan cengiran lebarnya.
"Tumben Aram bawa cewek?" tanya seorang laki-laki yang berjalan mendekat ke arah mereka. "Pacar? Udah move on dari mantan lo?" tanya laki-laki itu lagi sambil terkekeh.
"Kenapa?" tanya Aram menanggapi perkataan laki-laki itu sambil terkekeh. Aram menarik lengan Aretha untuk berdiri di sebelahnya.
"Adiknya Alvaro?" tanya laki-laki itu sambil mengernyitkan dahinya. "Gimana kalo taruhan malem ini kita ubah jadi cewek ini?" tanya laki-laki itu sambil melihat Aretha dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Lo pikir gue barang sampe dijadiin taruhan?!" tanya Aretha emosi.
"Wih, santai." Laki-laki itu terkekeh. "Lo lupa sama gue? Beberapa bulan yang lalu keluarga kita ngadain makan malem bareng dan lo keliatan kayak tipe cewek nurut yang ngebosenin. Mungkin kalo tau sikap asli lo kayak gini, gue bakal tertarik sama lo."
Aretha tertawa dalam hati. Jadi laki-laki ini berpikir jika dia adalah Aletha? Tapi fakta yang dia dapat dari perkataan laki-laki itu juga membuatnya kesal, jadi orangtuanya benar-benar sudah tidak menganggapnya sebagai anak? Sampai makan malam keluarga saja Aretha tidak diajak.
"Oke. Taruhannya kita ganti jadi cewek ini."
Ucapan Aram membuat Aretha menatap Aram dengan wajah tidak percayanya. Kenapa Aram malah menjadikannya sebagai barang taruhan saat statusnya sekarang adalah pacarnya? Atau Aram mau mempermainkannya?
"Dengan syarat," ucap Aram menggantungkan kalimatnya. "Kalo gue menang, jangan nunjukin muka lo di depan cewek ini lagi," lanjut Aram. "Dan gue pastiin gue menang," tambah Aram dengan senyum miringnya.
Ucapan Aram sukses membuat Aretha melongo dengan tampang tololnya. Aretha tidak habis pikir Aram akan berkata seperti itu. Kenapa Aram sangat tidak terduga? Kalau begini terus, bisa-bisa Aretha jatuh hati pada laki-laki itu.
"Fine," putus laki-laki itu lalu berjalan menjauh.
"Jangan kemana-mana sampe gue balik."
Aram berjalan menuju tempat beberapa mobil sport berjejer, lalu masuk ke dalam salah satunya. Laki-laki yang tadi sempat berbicara dengan Aretha juga sudah masuk ke dalam salah satu mobil lebih dulu.
"Gila, gila, gila," ucap Aretha mengikuti nada unik Sharla saat mengucapkan kata gila sebanyak tiga kali. "Aram gak akan kalah kan?" tanyanya pada Rion yang berdiri tidak jauh darinya.
"Bukannya nakut-nakutin lo ya, tapi Aram gak pernah menang kalo ngelawan dia." Theo menjawab saat Rion baru saja akan membuka mulutnya untuk membalas pertanyaan Aretha.
"Jangan didengerin, Aram selalu menang, at least, enam dari sepuluh kali Aram ngelawan dia, Aram menang," jawab Rion mendengus malas.
"Yang mana yang bener?" rengek Aretha.
"Lo liat aja sendiri, bisa sabar kan?" tanya Raka sinis.
Raungan mesin terdegar membuat Aretha mengalihkan fokusnya ke arah jalan dan melihat mobil Aram melesat dengan kecepatan tinggi saat bunyi pistol yang ditembakkan ke langit terdengar.
Aretha diam, sambil dengan sabar menunggu hasilnya. Matanya fokus ke arah jalanan dan berharap mobil yang Aram gunakan akan terlihat sampai di posisi awal lebih dulu daripada lawannya.
Dan Aretha menghelas napas lega saat melihat mobil Aram sampai di garis finish lebih dulu dari mobil lawannya. Aram keluar dari mobil dan berjalan menuju Aretha, menatap Aretha dengan senyum miringnya.
"Lo bawa mobil kan?" tanya Aram yang dijawab anggukan oleh Aretha.
"Sini kunci mobilnya," pinta Aram lalu meraih kunci mobil yang disodorkan Aretha. "Gue nitip mobil gue," ucap Aram sambil melempar kunci mobilnya sendiri yang baru dia keluarkan dari saku celananya ke arah Rion yang berhasil ditangkap oleh laki-laki itu.
"Gue pinjem Arethanya dulu," ucap Aram sambiltersenyum ke arah tiga teman Aretha lalu menarik tangan Aretha menjauh.
***
Dikira Aretha barang kali ya?