Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Bet
MENU
About Us  

Aram, laki-laki itu sudah menunggu di depan kelas Aretha bahkan sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Permainan yang ia setujui tadi siang sudah mulai, saat itu juga, membuat status mereka berdua resmi pacaran, walaupun dengan embel-embel taruhan. Sebenarnya, untuk keduanya tidak masalah dengan kalah karena keduanya terlahir di keluarga yang bisa dikatakan lebih dari kata cukup, tapi keduanya memiliki gengsi yang tinggi, apalagi jika nanti pemenangnya bukan meminta sesuatu yang bisa dibeli tetapi meminta sesuatu yang mempermalukan.

Bel pulang sudah berbunyi, namun kelas Aretha belum juga keluar karena guru bahasa indonesia yang mengajar pelajaran terakhir masih berceramah akibat satu kelas yang tidak mendengarkan pelajarannya. Lewat sepuluh menit dari bel pulang sekolah berbunyi guru bahasa indonesia itu keluar dengan muka yang masih kesal karena muridnya sama sekali tidak mendengarkan pelajarannya.

Kelas sudah hampir kosong, tapi Aretha belum juga keluar membuat Aram mendengus kesal. Laki-laki itu sudah menunggu kurang lebih tiga puluh menit dan orang yang ia tunggu tidak kunjung keluar. Aram melangkah masuk ke dalam kelas Aretha dan pandangannya tertuju ke arah pojok kiri ruangan. Ada empat meja yang disatukan dengan empat orang perempuan yang sedang fokus pada laptop masing-masing dengan earphone di telinga.

"Kenapa Om Somerhalder ganteng banget!" teriak Aretha heboh sendiri, peremuan itu duduk di meja yang dirapatkan pada tembok.

Keempat perempuan itu tidak ada yang menyadari kehadiran Aram karena terlalu fokus pada laptop masing-masing. Semetara Aram hanya mendengus saat Aretha memuji nama seseorang yang dia tidak tau siapa.

"Apa sih, Re," protes perempuan di sebelahnya karena merasa terganggu dengan teriakan tidak penting Aretha.

"Anjir, udah lewat lima belas menit. Lo semua gak mau pulang?" ucap perempuan yang duduk paling pinggir kanan.

"Rumah gue deket," jawab perempuan yang duduk di sebelahnya.

"Tanggung, lagi seru, lima menit lagi abis." Perempuan yang duduk di sebelah Aretha kembali membuka mulutnya.

"Abang taksi online siap menjemput kapan aja," ucap Aretha acuh tak acuh karena masih terlalu fokus dengan film yang terputar di laptop-nya. Bahkan perempuan itu lupa jika hari ini dia mengendarai mobilnya ke sekolah.

"Abang taksi online lo itu udah ganti jadi gue, dan sayangnya waktu gue itu berharga." Suara Aram sukses mengalihkan atensi keempatnya, membuat keempat perempuan itu serentak mem-pause film di laptop masing-masing.

Aretha sempat menampakkan ekspresi terkejutnya, namun keahliannya mengontrol ekspresi wajahnya membuat wajahnya sudah menampakkan ekspresi biasa lagi hanya dalam hitungan detik.

"Eh, abang taksi online baru," ucap Aretha dengan cengiran lebarnya. "Jangan galak-galak dong."

"Gue udah nunggu setengah jam lebih, ternyata lo malah nonton film," ucap Aram dengan nada kesalnya, tapi wajahnya masih menampilkan ekspresi datar.

"Lagian, emang gue pernah nyuruh lo nungguin gue?" ucap Aretha sambil mengingat-ingat. Seingat Aretha, ia tidak pernah meminta Aram untuk mengantarnya pulang.

"Mulai sekarang lo ke sekolah bareng gue, pulang juga," titah Aram tidak ingin dibantah.

"Lo siapa bisa seenaknya ngatur-ngatur gue?"

"Lo lupa atau pura-pura bego?" Aram balik bertanya. "Tadi pagi, lo sendiri yang bilang status kita sekarang pacaran."

"Jahat amat sih, pacar sendiri dikatain bego."

"Cepetan. Gue tunggu di parkiran, lima menit gak muncul, gue tinggal," ucap Aram, lalu berjalan keluar dari kelas.

"Tapi gue bawa mobil!" teriak Aretha sebelum Aram keluar dari kelas Aretha.

Aretha buru-buru membereskan barangnya yang tercecer di lantai, sementara ketiga temannya hanya melongo melihat apa yang baru saja terjadi.

"Gengs, gue duluan. Bye Tris, Rachel, Sharla." Aretha menggendong tasnya dan memeluk laptop-nya, lalu berjalan keluar dari kelas.

t h e b e t

Pagi ini, Aram sudah berada di depan rumah minimalis yang berada di komplek perumahaan mewah. Dari yang ia dengar dari Tris—pacar sahabat baiknnya, Aretha tinggal sendiri di rumah yang menurutnya terlalu besar untuk dihuni satu orang.

Aram memarkirkan mobilnya di depan rumah Aretha, mematikan mesin mobilnya dan berjalan ke arah pintu masuk rumah Aretha.

Aram terdiam saat mendengar percakapan yang lebih bisa disebut sebagai pertengkaran dari dalam rumah. Bukannya Aretha tinggal sendiri?

"Aku gak bawa mobil hari ini! Kenapa gak kalian aja yang anter anak kesayangan kalian itu!" Sedetik setelah Aram mendengar suara pukulan atau lebih bisa disebut sebagai tamparan, Aretha keluar lalu membanting pintu rumahnya, perempuan itu membeku untuk beberapa saat ketika melihat Aram yang sudah berdiri di hadapannya.

"Sejak kapan lo di sini?" tanya Aretha kikuk.

"Barusan."

"Lo gak denger apa-apa kan?" tanya Aretha dengan ekspresi sedikit cemas.

"Denger apa?"

Aram sengaja, laki-laki itu pura-pura tidak mendengar apa-apa karena sepertinya hal yang barusan didengarnya adalah sesuatu yang ingin Aretha rahasiakan. Hal yang mungkin membuat Aretha tidak nyaman jika tau Aram mengetahuinya, walaupun sebenarnya dia tidak mengerti juga.

"Ayo berangkat, gue lagi males ngelawan guru kalo sampe kita telat." Aretha menarik tangan Aram menuju mobil laki-laki itu, wajahnya kembali ceria.

Kemarin malam, tidak tau kebetulan atau bukan, orangtua dan kembaran Aretha memaksa untuk menginap di rumahnya, lalu tadi pagi mereka memaksa Aretha untuk membawa mobil agar kembarannya bisa ikut. Hal itu—ditambah tamparan dari sang ibu, membuat mood pagi Aretha yang harusnya baik menjadi rusak, padahal awalnya suasana hatinya sedang bagus karena tau akan dijemput Aram.

Tapi suasana dalam mobil Aram malah hening, bahkan setelah mereka sampai di sekolah, tidak ada yang memulai percakapan. Mereka hanya berjalan bersebelahan yang membuat beberapa pasang mata menatap Aretha sinis, apalagi angkatan Aram yang notabenenya kakak kelas Aretha, berbeda dengan angkatannya dan adik kelasnya, Aretha tidak peduli dengan angkatannya atau adik kelasnya karena mereka hanya berani berkata buruk di belakangnya.

Mereka berjalan ke arah kelas mereka—yang entah hanya kebetulan lagi atau memang takdir, bersebelahan. Kelas mereka terletak di lantai dua, kelas Aretha berada di ujung, sementara kelas Aram tepat di sebelah Aretha.

"Jangan nonton terus, belajar yang bener."

"Ngaca, kerjaan lo juga cuman bolos."

"Otak gue mampu ngikutin pelajaran, walaupun sering bolos."

"Terserah lo. Gue masuk dulu," ucap Aretha malas.

Pikiran Aretha dipenuhi oleh hal-hal yang, bahkan, tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelajaran pertama pagi ini—biologi. Pikirannya melayang ke kejadian beberapa menit yang lalu. Apa dia terlalu ketus pada Aram? Tapi tadi mood-nya sedang buruk. Bahkan tiga teman dekatnya tidak berani menyapanya saat dia masuk ke kelas karena wajah juteknya, sampai barusan Rachel mengajaknya bermain 'bingo' karena bosan mendengar penjelasan guru biologi.

"Aretha! Jelaskan apa yang barusan saya jelaskan," bentak guru biologi itu.

"Gak tau," jawab Aretha acuh tak acuh membuat guru tersebut menggeram marah.

"Kemarin terciduk gambar alis, lalu hari ini terciduk main bingo. Mau jadi apa kamu?"

"Dokter?" gumamnnya yang ditujukan pada dirinya sendiri.

"Pelajaran biologi selalu merah, mau jadi dokter?" ucap wanita berumur sekitar dua puluh lima tahun itu meremehkan.

"Ayo taruhan. Kalo saya bisa dapet seratus di ulangan minggu depan, anda harus ngakuin hubungan anda dengan salah satu guru kita di hadapan satu sekolah atau kalo anda ingkar janji, saya punya sesuatu yang bakal lebih mengejutkan satu sekolah dan membahayakan posisi anda sebagai guru." Perkataan Aretha yang sukses membuat wajah guru itu tegang untuk beberapa detik membuat senyum Aretha terbit.

"Minggu depan kalian ulangan matematika, kan? Saya akan ikuti permainan kamu kalo kamu bisa mendapat seratus di mata pelajaran saya dan matematika. Tapi kalo kamu kalah, akui siapa saudara kamu dan akui jika kamu minder mengakui dia sebagai saudara kamu karena dia pintar." Guru itu tersenyum sinis.

"Oke."

Tepat setelah Aretha menyetujui tantangan guru itu bel istirahat berbunyi. Teman-teman sekelasnya sudah berhamburan keluar kelas setelah guru biologi mereka keluar, sementara di kelas hanya ada Aretha dan tiga temannya yang masih duduk di tempat masing-masing.

"Gue gila, gila, gila, gila, gila, gila." Aretha terus membenturkan dahinya ke meja.

"Lo emang gila," ucap Rachel.

"Nilai matematika lo, nyentuh lima puluh aja gak pernah, ini seratus? Otak lo udah geser." Sharla berdecak dengan rasa kasihan.

"Minta sodara lo bantuin aja, kan dia pinter," ucap Tris membuat Rachel dan Sharla melotot pada Tris yang sedang memasang wajah polosnya.

Aretha tidak menjawab perkataan dari teman-temannya yang hanya akan membuat nyalinya menciut. Dahinya sudah memerah, tapi Aretha tetap membentur-benturkan dahinya ke meja karena rasa menyesalnya baru muncul sekarang.

"Lo mau mati?"

Tepat saat Aretha merasa dahinya mati rasa karena tidak merasakan benturan di meja lagi, ia mendengar suara laki-laki yang baru ia kenal kemarin. Setelah mendengar suara itu Aretha baru sadar bahwa terakhir ia membenturkan dahinya bukan pada meja, tapi pada tangan laki-laki itu.

"Jangan nyari ribut sama gue sekarang, gue lagi gak mau bacot-bacotan." Aretha menatap Aram serius, lalu beralih membuka laptopnya dan memasang earphone di kedua telinganya.

Aretha masih bisa mendengar apa yang Aram bicarakan dengan Tris karena sebenarnya earphone-nya tidak menyala. Sengaja, karena dia malas berbicara, mood-nya sedang berada di titik terendah.

"Kenapa?" tanya Aram pada ketiga teman Aretha.

"Keciduk main bingo sama gue. Guru biologinya marah, ngeremehin dia karena nilainya selalu merah, padahal mau jadi dokter. Akhirnya dia nantangin gurunya, ulangan minggu depan dapet seratus, tapi gurunya bakal nerima tantangan Aretha kalo dia juga dapet seratus diulangan matematika minggu depan," jawab Rachel yang membuat Aretha mengutuknya dalam hati karena memberi tau hal itu ke Aram, mau ditaruh dimana mukanya nanti?

"Padahal ulangan matematikanya gak pernah nyentuh lima puluh, walaupun udah nyontek. Mungkin kalo gak nyontek sama sekali, bakalan dapet nol," tambah Tris yang membuat Aretha semakin menggeram dalam hati sambil menahan malu.

"Taruhannya?" tanya Aram.

"Kalo misalnya Aretha menang, guru itu bakal ngakuin hubungannya dengan salah satu guru di sekolah ini ke satu sekolah, kalo guru itu ingkar janji Aretha punya sesuatu yang bisa bikin posisinya sebagai guru terancam. Tapi kalo Aretha kalah, dia harus ngakuin siapa saudaranya dan alesannya ngerahasiain itu karena dia minder saudaranya itu pinter." Aram terdiam untuk beberapa detik lalu mengangguk mengerti sebagai jawabannya.

"Gue tau earphone lo itu gak ada suaranya, lo lagi gak denger apa-apa kan." Aram tersenyum kecil saat Aretha mencabut earphone-nya dengan wajah menahan malu. "Mulai hari ini lo belajar sama gue," ucap Aram membuat Aretha melihatnya dengan tatapan bingung.

"Hah?"

"Gue gak mau pacar gue kalah taruhan sama guru kayakgitu. Atau gurunya aja yang gue pecat biar gak jadi taruhan?" 

***

Tergila-gila tvd gengsss.   

Jangan lupa vote, comment and share ya!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dolphins
636      406     0     
Romance
Tentang empat manusia yang bersembunyi di balik kata persahabatan. Mereka, seperti aku yang suka kamu. Kamu yang suka dia. Dia suka sama itu. Itu suka sama aku. Mereka ... Rega Nicholando yang teramat mencintai sahabatnya, Ida Berliana. Namun, Ida justru menanti cinta Kaisal Lucero. Padahal, sudah sangat jelas bahwa Kaisal mengharapkan Nadyla Fionica untuk berbalik dan membalas cintanya. Sayan...
Oh My Heartbeat!
387      272     1     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
Secret Love
358      242     3     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...
Melody untuk Galang
523      324     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
The pythonissam
390      306     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
KAFE IN LOVE
1652      968     1     
Romance
Ini adalah cerita mengenai Aura dan segudang konfliknya bersama sahabatnya Sri. Menceritakan Kisah dan polemik masa-masa remajanya yang dia sendiri sulit mengerti. belum lagi, kronik tentang datangnya cinta yang tidak ia duga-duga. Lalu bagaimanakah Aura menyelesaikan konflik-konflik ini? Dan bagaimanakah akhir kisah dari cinta yang tak diduga?
Pangeran Benawa
38234      6370     6     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
Aku Lupa
671      468     3     
Short Story
Suatu malam yang tak ingin aku ulangi lagi.
When the Winter Comes
60803      8208     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Nyanyian Laut Biru
2261      832     9     
Fantasy
Sulit dipercaya, dongeng masa kecil dan mitos dimasyarakat semua menjadi kenyataan dihadapannya. Lonato ingin mengingkarinya tapi ia jelas melihatnya. Ya… mahluk itu, mahluk laut yang terlihat berbeda wujudnya, tidak sama dengan yang ia dengar selama ini. Mahluk yang hampir membunuh harapannya untuk hidup namun hanya ia satu-satunya yang bisa menyelamatkan mahluk penghuni laut. Pertentangan ...