"Aretha!" seru wanita yang sedang berdiri di depan papan tulis dengan tegas. "Jelaskan apa yang baru saya jelaskan."
Aretha, perempuan yang baru saja dipanggil menghentikan aktivitasnya, lalu melihat wanita yang saat ini berdiri di depan papan tulis dengan tatapan tajam mengarah padanya.
"Lo sih, Re. Udah tau guru pelajaran biologi kayak nenek sihir, eh, lo malah ngegambar alis pake pensil kayu," bisik perempuan yang duduk di sebelahnya.
Aretha mendengus malas. "Gue ke kantin ya," balasnya juga dengan berbisik.
Aretha tidak melakukan apa yang diperintahkan guru itu, perempuan itu malah melenggang keluar dari kelas, membuat guru pelajaran biologi tersebut menggeram marah. Aretha memang keluar dari kelasnya, tapi bukan ke kantin seperti yang dia ucapkan tadi, Aretha malah berjalan menuju mobilnya di tempat parkir untuk mengambil laptop-nya yang tertinggal di sana. Tepat saat ia berjalan menuju mobilnya, beberapa motor sport masuk ke dalam area sekolah, motor yang paling depan hampir saja menabraknya kalau si pengendara terlambat mengerem beberapa detik saja.
Aretha membelalak kaget, hampir saja ia akan tertabrak. Menyadari hal itu membuatnya menggeram dan menatap si pengendara motor dengan tatapan nyalang.
"Lo mau ngebunuh gue?!" tanya Aretha dengan emosi yang memuncak.
"Harusnya gue yang nanya, lo mau bunuh diri?" tanya si pengendara motor dengan ekspresi datarnya.
"Lo yang mau ngebunuh orang! Di tempat parkir malah ngebut!" seru Aretha tidak mau kalah.
"Siapa yang nyebrang tiba-tiba?"
"Lo yang salah!"
"Dasar cewek bar-bar."
"Apa lo bilang?!" teriak Aretha dengan mata melotot. "Jangan mentang-mentang sekolah ini punya bokap lo, lo jadi bisa seenaknya. Lo itu cuman berandal yang kerjaannya tawuran dan ngabisin duit orangtua buat ngedugem, Aldrian Aram Calton."
Aretha melayangkan tatapan membunuh pada si pengendara motor, sebelum melangkah menuju mobilnya seperti tujuan awalnya, mengambil laptop. Lalu setelah itu, Aretha berjalan balik masuk ke dalam sekolahnya, menuju kantin.
Matanya menatap tajam sekumpulan laki-laki yang sedang tertawa di meja pojok kiri kantin. Salah satu diantara mereka adalah laki-laki yang beberapa menit lalu hampir menabraknya. Mereka adalah satu-satunya geng yang bisa disebut berandal di sekolah mereka yang notabenenya adalah sekolah elit—dan semakin menjadi sekolah yang banyak diminati karena rata-rata nilai ujian nasionalnya masuk ke dalam peringkat lima besar se-Jakarta, sementara meja pojok kiri kantin adalah meja yang sepertinya sudah disakralkan menjadi milik mereka karena tidak ada yang berani duduk di sana.
Dengan perasaan jengkel, Aretha berjalan menuju meja kantin yang berada di pojok sebelah kanan kantin. Aretha menyalakan laptop-nya dan mulai menggunakan wifi sekolah untuk menonton film seri barat yang membuatnya tergila-gila dengan salah satu pemain laki-lakinya.
"Wifi sekolah harusnya dipake buat yang berhubungan sama pelajaran, bukannya buat nonton," ucap seorang laki-laki yang baru saja duduk di depan Aretha. Laki-laki itu—orang yang sama dengan yang hampir menabrak Aretha beberapa menit yang lalu, menarik earphone yang terpasang di telinga Aretha dengan paksa.
"Kayak lo sekolah buat belajar aja. Ngapain lo di sini?" tanya Aretha jutek.
"Masalah? Toh, sekolah ini juga punya bokap gue." Aretha mendengus mendengar nada sombong yang keluar dari mulut laki-laki bernama Aldrian Aram Calton itu.
"Jangan basa-basi, mau ngapain lo di sini?" Aretha tersenyum sinis.
"Jutek amat."
"Bacot."
"Omongannya dijaga."
"Gak usah basa-basi bisa gak? Ngapain seorang Aram, si cowok yang katanya berandalnya sekolah ini ada di sini."
"Lo gak jauh beda sama gue. Sadar diri, lo juga langganan masuk ruang konseling."
"Dih." Aretha berdecih. "Mau lo apaan?"
"Galak amat. Gue cuman mau kenalan, sesama pembuat onar, kali aja kita bisa bikin masalah bareng."
"Bacot," desis Aretha dengan tatapan tajamnya. "Mau lo apaan? Bentar lagi istirahat, gue lagi gak niat terlibat gosip apapun, apalagi semua cewek di sekolah ini, kecuali gue, fans lo."
Aram tersenyum miring, melihat ke arah pintu masuk kantin. Beberapa murid sudah terlihat memasuki area kantin, membuat senyum Aram semakin terlihat. Mungkin bermain dengan perempuan yang berada di hadapannya saat ini bisa menghilangkan rasa bosannya terhadap kehidupan monotonnya di sekolah yang tergolong elit ini. Sekolah yang tergolong sebagai sekolah favorit sehingga tidak banyak—atau bahkan tidak ada drama klise sekolah ala novel.
"Yang gue mau?" tanya Aram balik. "Main-main sama lo." Aram tersenyum miring.
Aretha menutup laptop-nya. Perempuan itu berdiri, ingin melangkahkan kakinya jauh-jauh dari kantin, tetapi tepat saat Aretha ingin berjalan, Aram ikut berdiri.
"Denger, ya, semua." Aram berkata cukup keras membuat hampir seluruh isi kantin yang mulai ramai melihat ke arah Aram dan Aretha.
"Mau ngapain lo?" desis Aretha melihat Aram dengan tatapan tajamnya.
"Nyatain hubungan kita?" canda Aram sembari terkekeh.
"Hubungan apaan, gue aja gak kenal sama lo."
"Lo pikir gue mau nyatain hubungan apaan sama lo?"
Mungkin karena belum makan apa pun dari pagi, kerja otak Aretha jadi melambat yang membuat perempuan itu salah menangkap maksud dari kata-kata ambigu Aram.
"Musuh?" tanya Aretha dengan ekspresi polosnya.
"Muka lo kayak orang bego."
"Bacot."
"Gue—" Baru saja Aram akan mengucapkan sesuatu lagi ke kerumunan orang yang masih memperhatikan mereka.
"Ayo taruhan. Lo dan gue, do something that couple do. Nge-date, peduli satu sama lain, take care of each other and anything that couple do. Sampe salah satu dari kita ada yang bilang suka, yang menang bebas minta apa pun dari yang kalah. Selama permainan ini, status kita pacaran."
Mungkin otak Aretha sedang konslet karena mengajak Aram taruhan seperti ini. Atau mungkin Aretha memang sengaja karena ia juga bosan, seperti Aram, bosan dengan kehidupan monotonnya di sekolah.
"Deal."
***
HOPE YOU LIKE IT!
JANGAN LUPA VOTE, COMMENT AND SHARE YA!