Read More >>"> REMEMBER ((Bab 05) Tatkala) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REMEMBER
MENU
About Us  

REMEMBER
(
Bab 05) Pasti

Hari demi hari telah berlalu. Selama itu kami terus mencari anggota yang mau bergabung untuk membuat acara tersebut. Namun, kami masih saja tak mendapat tanggapan yang positif. Hingga menemui hari Sabtu kembali, kami hanya memperoleh beberapa anggota saja.

Sekarang ini kami bertiga sedang mendiskusikan mengenai acara tersebut di rumah Pak Budi. Beliau adalah paman Ihsan yang selaku Kades di sini.

"Jadi, kalian masih kekurangan anggota?" tanya beliau setelah menyeruput kopinya.

"Iya, Pak."

"Bapak bisa mengerti. Pemuda di sini tidak seaktif dulu kalau ada kegiatan semacam ini."

Kami terdiam, mendengar hal yang sudah pasti tersebut.

"Kalau kalian mau, kalian bisa berkolaborasi dengan anak-anak Karang Taruna."

"Kalau saya mau-mau saja, Pak. Tapi ...," aku terhenti dan melirik Gita.

"Kalau itu Bapak bisa membujuk mereka."

"Bukannya Paman tahu sendiri ketuanya seperti apa?" tanya Ihsan.

"Iya, Paman juga mengerti. Tapi, setidaknya cuma ini jalan yang masih ada."

Mendengar itu, aku kemudian melirik Gita dan Ihsan yang semakin murung.

"Oh ya, mengenai pabrik dekat basecamp kami itu, apa sudah lama dibangun? Terus pemiliknya siapa, Pak?" tanyaku.

"Ah, itu dibangun saat Pak Jony menjadi Kades dulu. Pemiliknya juga beliau. Kau masih ingat, Dy?"

"Iya, masih. Dia ayahnya Tio, si ketua Karang Taruna yang sekarang."

"Kenapa kau tanya itu?" tanya beliau.

"... Cuma ingin tahu saja, Pak."

Jawaban simpel itu ternyata menarik mata mereka bertiga padaku. Sepertinya mereka penasaran kenapa aku bertanya begitu. Terutama Gita, yang tak melepas pandangan seakan belum puas.

Demi mengembalikan suasana, aku mulai berbicara kembali.

"Ya sudah. Kami sepakat untuk kerja sama dengan mereka."

"Heh?! Tapi-."

"Kita tidak punya banyak waktu lagi, Git."

Gita terdiam, lalu dengan helaan pasrah dia akhirnya menyerah. "Baiklah."

"Ya sudah. Bapak akan bilang ke mereka. Besok kita adakan rapat di Kantor Desa saja," ujar beliau.

"Oh, satu hal lagi, Pak," selaku. "Nanti kalau giliranku yang berbicara, apapun yang terjadi, Bapak dan kalian berdua jangan dulu menyela."

"... Kenapa?" tanya Ihsan.

Aku terdiam sejenak, dan dengan senyum menjawab, "Aku cuma ingin membuat mereka terkejut. Siapa tahu mereka bakal mau."

 ※※※

"Kami tidak mau."

 Itulah respon pertama dari si ketua Karang Taruna ini.

"Tapi-"

"Sekali tidak, ya tidak."

Sekali lagi kami ditolak.

Ini bermula ketika Gita menyampaikan rencana kami untuk mengajak mereka berkolaborasi akan acara tersebut. Tapi, orang bernama Tio ini dengan dingin menolak mentah-mentah.

Omong-omong, ada tiga orang dari pihak mereka yang datang, dan aku juga kenal kalau dua orang yang duduk di kedua sisi Kak Tio itu adalah teman yang selalu bersamanya sejak dulu. Mereka berdua terlihat seperti bodyguard saja.

"Ayolah, Kak. Kami benar-benar mengharapkan bantuan dari kalian. Kakak dulu juga pernah jadi panitianya, ’kan? Kami butuh bimbingan dari kalian juga."

Rayuan yang bagus, Putri! Mereka bahkan sempat terpana melihat wajahmu memelas begitu.

"T-tapi, kami masih ragu."

Ah, sialan kau Tio! Keras kepala sekali kau ini!

"Memangnya kenapa, Kak?" tanya Ihsan.

"Jelas, ’lah! Untuk apa kami harus ikut acara yang pernah merugikan Desa?" Dia menoleh ke Gita. "Apalagi ketuanya adik dari orang bermasalah itu. Apa kau mau mengulangi kesalahan kakakmu?"

Mendapat tekanan itu, Gita hanya bisa tertunduk sambil kedua tangannya mengepal erat di atas pangkuan. Aku tahu itu teramat menyakitkan untuk dirinya, apalagi ide dari semua itu bukan berasal dari dia.

Maaf, Git. Ini bukan waktuku untuk bicara.

Pak Budi mulai menengahi. "Sudahlah, kalian penuhi saja keinginan mereka. Apa salahnya kalau mereka benar-benar serius. Mengenai peristiwa itu, biarkan saja berlalu. Kasihan Nak Gita juga."

"Justru itu kami menolak, Pak. Masyarakat pasti juga tidak setuju, apalagi dananya sebagian besar dari Desa."

Hmm, sepertinya aku menemukan celah.

"Apa Kakak khawatir soal itu?"

Aku yang sedari tadi diam ini mulai bertanya dan menarik perhatian semua orang.

"Tentu saja," jawab Tio.

"Mmm." Kepalaku mengangguk-angguk ringan.

Aku kemudian membuka tas, lalu mengeluarkan beberapa dokumen dan menyodorkan ke mereka.

"Ini adalah proposal dari FR pada masa-masa Kak Sinta dulu. Aku juga sudah mencatat dan merangkum poin-poin penting yang menjadi kendala pada waktu itu. Menurutku, tidak ada masalah dengan acaranya, cuma waktu pelaksanaannya tiba-tiba pengeluarannya jadi tidak terkontrol, dan aku sudah menemukan akar penyebabnya."

Setelah Tio memeriksa rangkumannya, dia lalu melihatku tajam. "Darimana kau dapat salinan proposal ini?"

"Mungkin ... Kakak sendiri juga tahu," balasku menyeringai.

Sejenak kami saling berbalas tatapan dingin, dan itu membuat semua orang di sini seperti hanya sedang melihat pertunjukan kami berdua.

Apa yang aku lakukan ini mungkin juga mengejutkan bagi pihak kami, soalnya aku merahasiakan semua persiapan itu dari mereka semua. Bahkan Pak Budi juga agak kaget.

Meski begitu, kartu As-ku bukan cuma itu saja.

Aku kembali bicara. "Kami akan mengambil langkah aman dan memperbaiki poin-poin yang menjadi masalah pada waktu itu. Tentu saja kami juga meminta bimbingan dari kalian yang pernah melaksanakan acara tersebut."

Tio tergelak sinis. "Heh, Sinta saja bisa gagal, apalagi kalian."

"Kalau begitu aku juga punya penawaran bagus."

"Penawaran?"

Tanpa menanggapi tuntutannya, aku kembali merogoh isi tas, kali ini sebuah map folder yang kukeluarkan. Kemudian aku membuka untuk menunjukkan sebuah lembaran di dalamnya.

"Ini adalah surat perjanjian bermaterai, di sini tertulis ’akan bertanggung-jawab penuh jika terjadi masalah pada anggaran yang diberikan. Serta bersedia untuk mengembalikan dua kali lipat dari kerugian yang dialami’. Omong-omong aku sudah menandatanganinya sebagai pihak yang bertanggung jawab. Pak Budi juga sudah, dia sebagai pihak yang memberi anggaran. Jadi kami cuma butuh saksi, terutama dari Kakak."

"... Kenapa harus aku?"

Aku langsung memberi kode ke Putri dengan menginjak kakinya.

"Kyaah!" Putri menjerit, dan sempat melirikku kesal. Omong-omong apa-apaan dengan jeritanmu barusan?!

Putri membenahi posisi duduknya dan menjawab. "Kakak ’kan pihak luar yang kami ajak. Itu bisa membuat masyarakat jadi sedikit percaya. Intinya Kakak akan menjadi pengawas anggaran tersebut. Jika ada masalah, kami yang sebagai penanggung-jawabnya."

"... Apa kau yakin?"

"Tentu saja. Kami serius dengan semua ini. Siapa tahu kesuksesan acara ini akan mengembalikan kepercayaan masyarakat pada kami," jawabku.

Setelah mendengar itu, dia mulai termenung. Sesekali matanya melirik ke arah surat perjanjian yang kupegang, kemudian berakhir menatapku serius.

Ada apa? Apa kau mau menembakku? Kau memang tampan. Tapi maaf, aku masih normal!

Kemudian bibirnya tersenyum. Sudah kubilang, aku masih normal!

"Baiklah kalau itu maumu. Kami ikut."

Dengan begitu Tio menandatanganinya, dan kesepakatan antara kedua pihak akhirnya terbentuk.

  ※ ※ ※ 

Pertemuan telah berlalu beberapa jam yang lalu.

Gita dan Putri pulang lebih awal untuk menyusun proposal dan formulir pendaftaran kepanitian yang baru. Sementara aku pulang dengan Ihsan, tapi aku diajak ke tempat sawahnya dulu. Dia ingin memeriksa apa masih baik-baik saja.

Sedari tadi kami cuma diam di atas motor matic yang melaju ini, hingga pada akhirnya Ihsan merasa gusar dan mulai bicara.

"Kenapa kau tidak bilang-bilang pada kami dulu?"

"Maksudmu perjanjian itu? Maaf. Kalau aku bilang, nanti Gita bakal menolak."

"... Apa kau serius, Dy?"

"Iya."

Ihsan sempat menoleh. "Kau ini gila, apa? Kalau terjadi sesuatu, cuma kau yang kena imbasnya."

"Tenang saja. Mana mungkin aku melangkah tanpa melihat jalan."

"Tapi-"

"Tapi apa? Kak Tio bakal merencanakan hal buruk?"

"Firasatku begitu."

Sama, tapi rencanaku bakal jauh lebih buruk, kalau si Tio itu memang berniat begitu.

Kemudian motornya berhenti di persawahan milik Ihsan.

Kalau dilihat-lihat lagi, ada yang tidak beres dengan sawah-, ah, tidak, bahkan seluruh persawahan di sini. Daun-daunnya agak layu, bahkan banyak yang mati. Nampaknya bukan hama yang jadi penyebabnya, melainkan warna airnya yang terlihat aneh. Bahkan aku sempat mencium bau menyengat ketika mendekati sawah tersebut.

"Bukankah airnya ...."

"Ya, tercemar limbah," sambung Ihsan.

Dengan lesu Ihsan membuka penutup parit lebih lebar, agar mengalirkan air yang tercemar tersebut dan menggantinya dengan cepat.

"Apa dari pabrik itu?" tanyaku.

"Iya. Setiap pagi sampai sore airnya terus seperti ini. Limbahnya benar-benar mempengaruhi pertanian dan perkebunan setempat."

"Apa tidak ada yang protes?"

"Tidak, kalau uang sudah berbicara."

Ah, jadi itu rupanya. Masalah intens di negara ini seperti tidak ada habisnya. Kalau KKN tidak bisa dimusnahkan, setidaknya musnahkan oknumnya. Semisal hukuman mati, biar hama "tikus" di Indonesia jadi berkurang.

Ihsan melanjutkan. "Semenjak limbah pabrik itu mulai mencemari lahan pertanian dan perkebunan di sini, masyarakat jadi banyak yang gagal panen. Mereka akhirnya menjual lahan mereka dan lebih memilih bekerja di pabrik tersebut."

Aku kemudian menoleh ke pabrik yang terlihat kecil dari tempatku berdiri. "Letaknya memang berada di hulu sungai, jadi wajar kalau limbahnya mengalir di seluruh perairan yang ada di bawahnya."

"Kami sempat membuat aliran sungai yang baru. Tapi masih ada saja kendalanya."

"Kendala?"

"Seperti para warga banyak yang enggan, atau tiba-tiba saluran airnya mampet dengan sendirinya. Tapi kami akhirnya mampu menyelesaikan pembuatan aliran baru, meski cuma sekecil ini."

Mata Ihsan merujuk pada parit yang ada di depannya. Sepertinya, aku mencium bau terselubung mendengar cerita itu.

"Oh ya, Dy. Salinan proposal itu, kau dapat darimana?"

"Dulu Kak Sinta mengirimkannya padaku."

"Eh? Kalian masih saling komunikasi?"

"Ya. Bahkan dia juga pernah membicarakan mengenai masalah yang terjadi di FR dulu."

"... Apa Gita tahu?"

"Sepertinya tidak. Makanya aku pura-pura tidak tahu apapun yang menimpa Kak Sinta ataupun mengenai festival itu."

"Tapi ..., kenapa dia terus memberitahumu informasi tentang festival itu?"

"Entahlah, mungkin dia cuma curhat saja. Tapi ...."

"... Tapi apa?"

Sejenak aku teringat sesuatu. "San, apa menurutmu ada yang aneh dengan Kak Sinta sebelum dia menghilang?"

Dahi Ihsan mengerut. "Maksudmu?"

"Kak Sinta menghilang setelah tiga hari acara itu."

"Jadi maksudmu ...?"

Aku menjawab sekali angguk.

"Tapi dia sempat mengirimi kami pesan sebelum kabur," ujar Ihsan.

"Memang, ’sih." Sejenak aku termenung. "... Maaf, sepertinya aku terlalu berpikir berlebihan."

Ihsan mendengus. "Kau ini jadi agak aneh sekarang. Dan juga apa-apaan dengan rencanamu tadi? Kenapa juga kita harus mengajak mereka?"

"Wajar saja, ’kan. Kita ini benar-benar kekurangan anggota."

"Jangan bohong. Kau pasti sedang merencanakan sesuatu, ’kan?"

Aku terkejut mendengarnya, dan itu memancing senyumku. "Jadi, kau bisa tahu?"

"Ya jelas, ’lah."

Aku kemudian tergelak lirih akan reaksi Ihsan. "Bukan maksudku begitu. Hanya saja ...."

"...?"

Mataku meliriknya. "Tidak memperlakukan buruk musuh kita, akan membuat kita bisa melihat semua kartu As milik mereka."

※ ※ ※ (Bab 05) ※ ※ 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Story
248      198     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
CARMEN and her world
111      99     0     
Fan Fiction
Ini cerita tentang Kartika Carmen Johnson gadis berdarah Inggris-Indonesia yang terlahir tepat pada hari ayahnya menutup usia
With you ~ lost in singapura
387      266     2     
Fan Fiction
Chaeyeon, seorang siswi SMA yang sangat berani untuk pergi menyusul Tae-joon di Paris. Chanyeol, seorang idol muda yang tengah terlibat dalam sebuah skandal. Bagaimana jika kedua manusia itu dipertemukan oleh sebuah takdir?
LANGIT
25316      3669     13     
Romance
'Seperti Langit yang selalu menjadi tempat bertenggernya Bulan.' Tentang gadis yang selalu ceria bernama Bulan, namun menyimpan sesuatu yang hitam di dalamnya. Hidup dalam keluarga yang berantakan bukanlah perkara mudah baginya untuk tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Seperti istilah yang menyatakan bahwa orang yang sering tertawalah yang banyak menyimpan luka. Bahkan, Langit pun ...
Dieb der Demokratie
16906      1974     16     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
Hujan Bulan Juni
333      225     1     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
The Puzzle
1053      615     4     
Fantasy
Banyak orang tahu tentang puzzle, sebuah mainan bongkar-pasang untuk melatih logika. Namun berbeda dengan puzzle yang dimiliki Grace, awalnya Grace hanya menganggap puzzle yang dimilikinya sama seperti puzzle yang dimiliki orang lain. Dia sering memainkan puzzle itu sejak kecil tapi setelah dia dewasa, puzzle itu mulai memunculkan teka-teki baginya. Grace heran saat ayahnya benar-benar menjaga pu...
KELAM - CERITA DIBALIK PINTU 402
2727      896     3     
Horror
Pai, Mahasiswi yang baru saja pindah ke sebuah apartemen murah namun super lengkap fasilitasnya yang berada persis di belakang kampus. Awalnya sih dia senang karena harga sewa yang menurutnya murah itu bisa membuat dia merasakan hidup mewah seperti teman-temannya itu. Sampai suatu hari, dia dikejutkan dengan beberapa kejanggalan seperti suara tangisan di malam hari, suara kaca jendela yang sepert...
Melody Impian
567      381     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...
Cinta Semi
1718      763     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...