Read More >>"> Secret Elegi (Why Him?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Secret Elegi
MENU
About Us  

Dulu di masa kesedihannya, Aluna pernah bertahan untuk melupakan seseorang. Mencoba melakukan berbagai hal hanya untuk melupakan kenangan itu, bertahan sekuat-kuatnya agar tak lagi meneteskan air mata hanya untuk mengingat Lelaki yang sudah menorehkan luka yang cukup dalam dihatinya. Luka yang pada kenyataannya lebih dalam dari apa yang dikiranya. Luka yang membuat ia berusaha untuk menenangkan diri berkali lipat dari patah hati yang dirasakannya. Hari-hari yang dilaluinya tak semudah apa yang dibayangkan, rasa sakit, kecewa dan terluka sampai terjatuh membuatnya mengerti, betapa ia begitu bodoh menangisi seseorang yang tak pernah mengingatnya, apalagi menangis untuknya.

Waktu itu, ia begitu polos, sampai membutakan diri sebuta-butanya, menjadi tuli untuk segala kenyataan yang memang sudah terlihat jelas di depan mata, memperjuangkan sesuatu yang pada ujungnya malah menyakitkan. Dulu, segala hal telah diberikan padanya, berharap rasa itu akan mendapatkan balasan. Namun pada kenyataan yang ada, bukanlah balasan yang indah diterimanya, melainkan dibalas dengan hantaman tangisan sehina-hinanya. Ia dicampakan begitu saja, hingga membuat rasa trauma itu terselip disisi hati yang tak pernah terjamak sedikitpun, tercipta tanpa sepengetahuannya.

Dan lima tahun telah berlalu, perasaan itu telah lama terkubur dan tak ingin diingat kembali, meski terkadang ia sering menghampiri. Aluna berusaha menciptakan lembaran baru untuk melupakan lembaran lama, menghapus segala bayangan dan kisah diantara mereka. Hari ini, ditempat ini pula Aluna memutuskan untuk melupakan semuanya, mencoba untuk tersenyum untuk masa depannya.

Seoul, musim gugur untuk yang pertama kali setelah beberapa tahun dia menghabiskan musim gugur di Boston. Atmosfer musim gugur di Seoul masih sama, sejak dirinya memutuskan untuk meninggalkan kota kelahirannya. Maple dan wind masih saja berbarengan, dua hal yang memiliki tujuan berbeda namun menghasilkan hal yang sama.

Gadis itu mengayunkan kedua kakinya dengan santai. Troli barang didorong dengan cara yang paling pelan karena saat ini tubuhnya sudah begitu lelah setelah perjalanan selama 11 jam di udara. Dan saat Aluna melewati beberapa orang, ia langsung menjadi pusat perhatiaan.

Tentu saja ia menjadi pusat perhatian. Siapa yang tak mengenalnya? Seorang designer muda yang selalu berhasil memikat penikmatan fashion yang ada di berbagai negara belahan dunia ini. Rancangannya selalu menjadi trending topik di kalangan remaja dan juga wanita yang masih berusia 40-an. Setiap orang yang menatap sosoknya pasti akan mendecak kagum dan iri. Bukan hanya memiliki paras dengan bentuk rahang sempurna, Aluna juga memiliki kecantikan alami yang ia jaga dengan sangat baik. Benar, ia seolah-olah menjadi anak manusia yang mendekati sempurna di mata dunia. Banyak orang yang memuja, mengagumi, dan cemburu padanya. Semua yang diinginkan banyak gadis di dunia ini, sedikit banyak ada pada dirinya. Bukan hanya paras yang cantik yang membuat Aluna terlihat sempurna, tapi juga otak cerdas gadis itu yang patut untuk diajukan jempol. Selama jangka waktu dua tahun, gadis itu telah menyelesaikan pendidikannya sampai gelaran magister dengan jurusan bisnis internasional, dan juga satu tahun belajar di salah satu universitas ternama di Pranciss dengan mengambil jurusan desain. Terkenal dengan julukan tangan dingin di perusahaan ayahnya, Harry Leonidas, Aluna beberapa kali ikut dalam proyek yang ditangani oleh perusahaan ayahnya dan ia selalu berhasil mendapatkan tender proyek itu dengan sukses.

Dan sebenarnya semua itu tidak pernah membuat Aluna berbangga diri. Kenapa? Karena menurut gadis itu, kehidupannya tidak pernah seberuntung orang bayangkan. Ia harus mengalami rasa sakit terlebih dahulu untuk bisa bangkit seperti sekarang. Ia harus banyak kehilangan orang-orang yang disayanginya hanya untuk mencapai kesempurnaan ini, dan tentu saja, ia harus merelakan telinganya menerima semua makian dari orang-orang yang tidak menyukainya.

            Aluna merogoh ponsel dari saku mantelnya lalu mencari nomor telfon seseorang dari sana. Awalnya ia berpikir untuk mencari nama salah satu kenalannya, namun tanpa sengaja ia melihat satu nama yang baru saja disimpannya semalam di ponsel.

            Lelaki Asia!

            Aluna melirik sejenak ke arah Venus yang masih setia berdiri di sampingnya. Saat ini mereka sedang menunggu jemputan yang sudah dipersiapkan oleh pihak penyelenggara acara fashion show dari sebuah perusahaan besar di Seoul.

            “Siapa yang ingin kau telfon?” Tanya Venus melihat Aluna sedang memandangi layar ponselnya seperti ingin menelpon seseorang. Tapi detik berikutnya, Aluna malah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku mantel.

            “Hanya melakukan beberapa penyesuaian dengan waktu di sini.”

ù

Aiden menghembuskan napas panjang dengan kasar. Dia mendengus ketika rasa kesal menghampiri hatinya. Matanya masih setia menatap layar ponsel yang memperlihatkan pesan masuk dari ibunya. Beliau menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah karena ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan.

            Kalimat itu akhirnya terucap juga dari ibunya, setelah seminggu wanita itu tidak pernah membahas lagi soal pertunangan itu. Aiden menarik senyum pasrahnya, ia sudah siap untuk menerima segala keputusan yang diberikan ibunya, bahwa ia harus tetap bertunangan dengan gadis yang sudah dipilihkan.

            Aiden sangat tahu kalau dirinya tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk mempertahankan keteguhannya untuk menunggu Eun Ji kembali. Tidak ada yang dapat membantunya saat ini, semua yang akan terjadi kedepannya sudah menjadi keseharusan baginya untuk melaksanakan keputusan itu.

            Pasrah!

            Kini Aiden tidak berdaya melawan kehendak ibunya.

            Baginya, gadis itu adalah segalanya. Apa yang diinginkan oleh ibunya memang sudah menjadi kewajiban untuk menaatinya. Meski sadar semua itu dilakukan tanpa ada rasa keikhlasan dari hatinya. Karena setiap hal yang diinginkan oleh ibunya, selalu bertentangan dengan keinginannya sendiri.

            Sudah sepuluh menit berlalu, Aiden belum bergeming untuk membalas pesan masuk yang sudah tiga kali menampilkan pemberitahuan, ketiga pesan itu semua dari ibunya. Ibunya pasti tidak sabar menunggu jawaban darinya. Begitulah wanita itu, tidak pernah suka berlama-lama dalam hal menunggu sesuatu.

            “Apa kau tidak ingin membalasnya?” suara yang tiba-tiba itu mengalihkan atensi Aiden dari ponsel. Tersenyum tipis pada Hyuk Jae yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

            Aiden tidak mengubris pertanyaan dari Hyuk Jae, lelaki itu malah memilih mematikan ponselnya, kemudian meletakkannya di nakas. Dia akan membalasnya jika memang sudah menemukan kalimat yang pas untuk dikatakan pada ibunya. Atau bila perlu, menunggu beliau menelponnya saja. Lagi pula, biasanya wanita itu akan menelponnya. Tapi, untuk saat ini ia tidak ingin diganggu.

ù

Jungkook menatap kehadiran Jee di kamarnya dengan raut wajah yang tidak suka. Jungkook tidak membenci Jee, tapi Jungkook tidak ingin melihat wajah Jee yang selalu terlihat ceria. Setiap kali menatap wajah saudaranya itu, dia seperti ditampar bahwa sampai kapanpun ia tidak akan bisa seperti Jee yang bisa menikmati hidup tanpa ada beban dipundaknya. Jungkook menyadari itu, perlahan rasa iri mulai ditimbul di dalam dirinya.

            “Appa menyuruhmu menemui seseorang di alamat itu.” Jee memberikan secarik kertas bertuliskan alamat lengkap yang harus didatangi Jungkook hari ini. “Beliau juga berpesan kalau kau harus berpakaian rapi.”

            “Apa yang harus kulakukan di sana?”

            “Ini bukan perintah untuk menghajar orang, Kook. Tapi kau hanya menemui kerabat Appa yang baru saja tiba di Seoul. Beliau ingin kau mengenalnya, dan membantunya selama dia di sini.”

            Jungkook terlihat bingung, tidak mengerti tugasnya kali ini. Untuk pertama kalinya Tae Go memberikan tugas semacam ini padanya. Biasanya lelaki itu akan menyuruhnya untuk mengurus hal-hal yang berbau dengan kriminal.

            “Kenapa bukan kau saja yang menemuinya?”

            Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan yang memang benar. Selama ini Tae Go tidak pernah menyuruh siapa pun selain Jee untuk menemui orang-orang penting yang bersangkutan dengannya. Tae Go selalu percaya dengan kemampuan Jee dalam hal berbisnis. Termasuk menyuruh Jee untuk memanipulasi berkas barang illegal yang masuk ke dalam perusahaan.

            Jungkook memang iri dengan kehidupan Jee yang terlihat sempurna di matanya. Jee orang yang paling beruntung di mata Jungkook. Dalam hidup ini, Jee memiliki apa yang tidak bisa Jungkook miliki. Jee bebas melakukan apapun sesukanya diluar sana, sementara Jungkook harus bersembunyi dibalik topeng kepolosannya. Tapi, ada satu hal yang tidak membuat Jungkook iri terhadap Jee.

            Kejujuran.

            Setidaknya ia hidup dengan kejujuran. Meski ia melakukan berbagai macam kejahatan diluar sana, namun ia tidak pernah melakukan kebohongan seperti apa yang dilakukan Jee untuk Shin Tae Go.

            Jungkook tampak menarik sudut bibirnya saat memikirkan hal ini di dalam kepala.

            “Apa yang kau senyumkan?” Tanya Jee melihat tarikan bibir di wajah Jungkook

            “Tidak ada. Aku hanya merasa heran kenapa Appa malah menyuruhku menemui kerabatnya bukan kau.”

            “Mungkin karena beliau ingin kau mengenal beberapa kerabat kita di luar sana.” Pikir Jee, lalu menambahkannya lagi, “aku sudah menyiapkan beberapa pakaian yang mungkin bisa kau gunakan saat menemui orang itu.”

            “Aku bisa memakai pakaianku sendiri.” Sahut Jungkook dengan ekspresi yang menatap penampilan Jee yang terlalu formal. “Aku bisa tercekik bila harus berpakaian sepertimu.” Tuturnya sedikit mengejek Jee yang tidak peduli.

            “Letakkan saja alamatnya di atas mejaku.” Tambah Jungkook sembari meraih handuk, lalu berjalan masuk kedalam kamar mandi.

ù

            Jungkook bersiul pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyeberangi jalan ke arah salah satu bangunan yang menjulang tinggi yang berada di dekat hutan Seoul, salah satu kompleks apartement mewah yang menyediakan fasilitas lengkap dan pemandangan hutan, kota, jembatan, dan sungai yang indah. Langit kota Seoul yang terlihat cerah, secerah suasana hati Jungkook sendiri. Hari yang indah selalu bisa membuat semua orang gembira, bukan?

            Yah, sebenarnya tidak juga. Tidak semua orang. Jungkook yakin ada seseorang yang mungkin sama sekali tidak menyadari langit kota Seoul yang begitu cerah. Dan bahkan mungkin tidak menyadari daun-daun sudah berubah warna menjadi kuning, coklat, dan merah. Tidak sadar dan tidak peduli.

            Dan seseorang itu Jungkook tidak tahu. Siapapun itu, ia berharap orang itu akan segera menyadari betapa setiap harinya selalu indah untuk dilewati.

            Jungkook berlari kecil memasuki area lobbi apartement, masih dengan tetap bersiul pelan seraya masuk kedalam elevator yang terbuka. Ia baru hendak menekan tombol lantai apartement ketika matanya melihat seorang gadis yang berlari kecil mengejar pintu elevator yang perlahan-lahan tertutup. Tangan Jungkook terulur menekan tombol agar pintu tetap terbuka sementara gadis itu masuk ke dalam elevator.

            Baik Jungkook dan gadis itu sama-sama melemparkan pandangan keterkejutan, tidak menyangka bila mereka akan bertemu kembali setelah tanpa sengaja kemarin mereka juga bertemu. Ini seperti takdir, tapi tidak benar-benar dikatakan seperti itu.

            Jungkook berdeham tertahan, tersenyum kecil pada gadis yang dikenalnya sebagai gadis 49 detiknya. Detak jantungnya kembali berdegup tidak beraturan saat pandangan mereka bertemu, lalu tersenyum bersamaan dengan rasa canggung. Ia selalu merasakan perasaan ini setiap kali Sinb berada dalam jangkuannya. Perasaan yang sama saat pertama kali ia melihat Sinb di malam itu. Dengan penampilan yang sangat jauh dari imagenya sebagai idola. Mengenakankoas garis-garis merah hitam, celana jeans dan sepatu kets. Rambutnya dikuncir tinggi seperti anak sekolahan. Sangat manis dan imut.

Sementara Jungkook membayangkan pertemuan pertama itu, gadis disebelahnya, Lee Sinb malah terlihat canggung dengan situasi itu.

            Siapa lelaki ini sebenarnya. Batin Sinb sesekali melirik sebentar pada Jungkook yang berdiri di sebelahnya. Ia penasaran dari mana lelaki yang tidak dikenalnya ini bisa tahu nama aslinya. Ah, ia sudah memikirkan itu semalaman, dan jawabannya karena ia seorang idol, tidak ada satu pun rahasia soal identitasnya yang diperlu disembunyikan. Jadi mungkin saja lelaki ini mencari tahu di internet tentang siapa namanya. Tapi meski Sinb sudah yakin dengan pikiran itu, tetap saja ia merasa penasaran kenapa lelaki itu malah memanggilnya dengan nama Lee Eun Bi, bukan Lee Sinb yang semua orang tahu itu namanya.

            Pintu elevator terbuka di lantai yang dituju oleh Jungkook, yang ternyata itu juga lantai apartement yang ingin didatangi oleh Sinb. Sebagai seorang lelaki yang gentleman, Jungkook mempersilakan Sinb untuk keluar lebih dahulu.

            “Apa kita pernah bertemu?” tanya Sinb berbalik dengan tiba-tiba hingga mengejutkan Jungkook yang berjalan di belakangnya.

            Jungkook tidak lantas menjawab, ia hanya mengulum senyum tetap melanjutkan langkahnya melewati Sinb. Sesuai dengan apa yang diduganya, kalau Sinb melupakan pertemuan mereka itu. Tidak mengapa, Jungkook tidak merasa kesal dan kecewa, karena pertemuan mereka hanya berlangsung selama 49 detik. Jadi wajar saja bila Sinb tidak mengingatnya.

            “Yak!” ucap Sinb setengah berteriak. Lalu berbalik, kembali berdiri berhadapan dengan Jungkook yang menghentikan langkahnya dan ikut berbalik.

            “Mungkin ini pertanyaan konyol, tapi aku orang yang sangat mudah penasaran dengan sesuatu yang tidak kuketahui.” Kata Sinb berjalan mendekat ke arah Jungkook, berhenti pada langkah yang ke lima, dan menatap wajah Jungkook yang masih memperlihatkan senyumannya.

            “Kau tentu tahu siapa aku, bukan? Tidak mungkin kau tidak mengetahuinya. Kecuali di rumahmu tidak ada internet dan televise untuk melihat perkembangan sekarang.” Jeda, Sinb berhenti sejenak sebelum dia menanyakan hal yang sejak kemarin membuatnya penasaran.

            Dari mana lelaki ini tahu nama lengkapnya?

            Benar. Semua orang bisa saja menggunakan internet untuk mencari tahu nama lengkapnya. Bahkan silsila keluarganya pun akan muncul di situs internet bila dia mengetik nama Lee Sinb Bfriend di mesin pencarian.

            Tapi,

            Ada sesuatu yang membuat Sinb merasa berbeda saat lelaki yang tidak dikenalinya ini menyebutkan namanya. Suara lelaki ini entah mengapa familiar ditelinganya. Ia sudah mencoba mencari jawaban rasa penasarannya di dalam ingatan yang mungkin sudah dilupakan, namun semakin dia mencari, maka semakin tipis ia mengingatnya.

            Alhasil, dia menyerah dan membiarkan rasa penasarannya menggantung di dalam pikirannya.

            “Apa kita pernah bertemu?” Sinb bertanya sekali lagi dengan pertanyaan yang sama. Pertanyaan yang belum dijawab oleh Jungkook.

            Jungkook menaikkan alis kanannya. “Penting itu dibahas?”

            “Sebenarnya tidak begitu penting. Tapi aku hanya sedikit penasaran kenapa kau tahu –ehm tidak, maksudku kenapa kau memanggilku Lee Eun Bi tempo hari saat kita bertemu di depan truk jajanan makanan?”

            Jungkook lagi-lagi hanya mengulum senyumnya, sungguh itu sangat menjengkelkan bagi Lee Sinb yang melihatnya. Apa lelaki ini sangat hobi menunjukkan senyumannya? Iya, tahu, senyum lelaki ini sangat bagus, tapi bukan berarti setiap kali ia bertanya selalu dibalas dengan senyuman.

            Sinb mendesis memejamkan mata menahan rasa kesalnya. Saat kedua matanya terbuka, ia terlonjat kaget melihat wajah Jungkook begitu dekat dengan wajahnya.

            “Yak! Apa kau yang kau lakukan?” tanya Sinb bergerak mundur.

            “Haha..wajahmu begitu lucu saat kesal seperti ini.” Ucap Jungkook akhirnya membuka suaranya. Ia tampak begitu menikmati kekesalan di wajah Sinb.

            “Lupakan saja bila kau memang tidak mengingatnya.” Sahut Jungkook bersedekap di depan Sinb.

            “Yak! Apa kau benar-benar tidak mengerti dengan pertanyaanku? Kalau memang aku mengingatmu, mana mungkin aku bertanya apa kita pernah bertemu atau tidak.”

            “Makanya aku mengatakan kalau memang kau tidak mengingatku, maka lupakan saja soal yang kau dengar kemarin. Anggap saja itu hanya kesalahan.”

            “Kesalahan dari mana sampai kau memanggilku Lee Eun Bi bukan Lee Sinb!” cibir Sinb

            “Semua orang tahu nama lengkapmu Lee Eun Bi. Lalu apa yang membuatmu mempermasalahkannya?”

            Benar. Semua orang tahu nama itu. Hampir semua pengemar tahu nama itu. Tapi tetap saja Sinb merasa penasaran kenapa lelaki itu memanggil nama lengkapnya, bukan nama panggungnya Lee Sinb.

            “Tidak bisa jawab kan?”

            “Aku hanya penasaran.”

            “Kau tahu. Orang yang banyak penasaran lebih mudah menemukan kematiannya ketimbang orang yang memilih diam.”

            “Apa kau sedang mendoakan kematianku?”

            “Haha….aku tidak mungkin mendoakan kematian orang lain sementara aku sendiri pun bakalan bertemu dengan kematian itu sendiri.”

            “Apa kau sedang ingin bercanda denganku?”

            “Aku tidak sedang ingin bercanda denganmu. Kau sendiri yang tiba-tiba mengajakku berbicara dan merundungku dengan pertanyaan-pertanyaanmu.”

            Sinb menghela. “Baiklah, lupakan saja kalau aku pernah menanyakan hal ini padamu dan mengajakmu berbicara yang hal yang tidak penting.”

            Jungkook mengangguk. Lalu menepi memberikan jalan pada Sinb dan tersenyum penuh arti saat punggung Lee Sinb sudah menghilang dari pandangannya.

            “Seharusnya aku membantumu mengingatnya.” Gumam Jungkook menyesal.        

ù

            Kalau ada orang yang paling ingin dilenyapkan Aluna saat ini, adalah Cho Kyuhyun. Lelaki brengsek yang tengah memperlihatkan cengiran tidak berdosanya.

            Aluna mendesah mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Kyuhyun di London setahun yang lalu. Itu benar-benar hal yang sangat dibencinya. Itu pertama kali ia kembali dipertemukan dengan orang yang ada di masa lalunya.

Sejak di hari pertemuan itu, Kyuhyun sering mengusik ketenangannya. Hingga, tiga bulan yang lalu. Kyuhyun dengan enteng membawa surat kerja sama untuk ditanda tangani. Tanpa pembicaraan terlebih dulu, Kyuhyun memaksanya untuk membumbuhi tanda tangan pada bagian bawah kertas. Bukankah itu terkesan gila?

Selama ini, Aluna tidak pernah mendapatkan perlakukan seperti itu dari perusahaan yang ingin mengajaknya bekerja sama. Hanya Kyuhyun yang berani melakukannya. Dan lebih parahnya, Kyuhyun menggunakan ancaman itu untuk membuatnya tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti apa keinginan lelaki itu.

Sekarang keparat itu menikmati apa yang sedang terjadi, betapa bahagianya karena sudah berhasil menyeret ia keluar dari persembunyiannya selama ini. Aluna tahu, ada rencana dibalik kerja sama ini. Tidak mungkin Kyuhyun begitu keukuh untuk tetap bekerja sama jika tidak ada sesuatu yang sedang direncanakan. Aluna yakin, ini pasti ada sesuatu. Seorang seperti Kyuhyun tidak pernah lepas dari rencana liciknya.

“Berikan kesepakatan itu padanya!.” Perintah Kyuhyun pada asistennya. Dengan sigap, gadis yang sejak tadi berdiri di samping Kyuhyun bergerak menaruh map di atas meja tepat di depan Aluna.

“Tidak bisakah kau mengatakan kesepakatan itu dengan mulutnya saja?” Aluna mendorong map itu ke arah Kyuhyun, terlihat enggan untuk membuka atau sekedar membaca kesepakatan yang Aluna tahu tidak akan memberikan keuntungan padanya.

“Baiklah. Aku akan mengatakannya.” Kyuhyun sedikit menolehkan wajah pada asistennya, dan detik itu juga gadis itu langsung mengambil map lalu membukanya. Alih-alih ingin memberikannya pada Kyuhyun, gadis itu malah yang membacanya.

Gadis itu pembaca yang baik. Pikir Aluna saat mendengar kesepakatan itu dibacakan. Dari apa yang sampaikan yang tertulis di dalam kertas itu tidak ada satu pun yang merugikan bagi Aluna. Sampai pada poin terakhir dari kesepakatan, barulah Aluna melayangkan protes pada Kyuhyun.

“Bagaimana bisa kau memasukan namanya ke dalam kerja sama ini?” Aluna tidak bisa menutupi keterkejutannya saat asisten Kyuhyun menyebutkan nama Aiden dalam surat kesepakatan itu. “Kau tidak pernah mengatakannya kalau Aiden akan ikut dalam proyek ini. Kau menipuku!”

Bukannya meminta maaf, Kyuhyun malah membuat Aluna kehilangan kesabarannya dengan balas yang di katakan oleh Lelaki itu. “Kau saja yang tidak membacanya dengan teliti saat menandatangani kesepakatannya.”

Aluna menggeram tertahan menatap lurus ke arah Kyuhyun. Ia tidak percaya Kyuhyun setega ini padanya. Apa ini yang direncanakan Kyuhyun membawanya kembali ke Seoul? Hah, Aluna memutar bola matanya dengan kesal. Mulutnya seperti terkunci, tidak bisa mengeluarkan satu kalimat untuk membalas perkataan Kyuhyun.

Wah! Jika memang benar ini adalah rencana licik Kyuhyun mengajaknya bekerjasama, maka Lelaki itu benar-benar berhasil melakukannya.

“Kau tidak bisa mundur, Eun Ji.” Ujar Kyuhyun dengan sedikit tawa mengejek.

Aluna sadar kalau Kyuhyun tengah mempermainkannya dan ia sudah masuk dalam permainan Lelaki keparat itu. Tapi, ia tidak akan membiarkan Kyuhyun memperbudaknya. Dia memang sudah menandatangani kerjasama dan kesepakatan itu, namun itu bukan berarti akan mengikuti apa yang diinginkan Kyuhyun. Bahkan bila dia harus bertemu dengan Aiden sekali pun, Aluna akan menemuinya. Meski dirinya sama sekali tidak ingin melakukan itu.

Dengan senyum yang manis, Aluna membalas tatapan Kyuhyun sembari berkata. “Jangan salahpaham. Tadi itu aku hanya terkejut. Jika kau ingin memasukan nama Aiden dalam kerjasama ini itu hakmu sebagai pemilik perusahaan. Aku hanyalah designer yang karyanya kau pakai dalam proyek perusahanmu. Jadi, lakukan apa pun sesukamu. Permisi.”

Tanpa berbasa-basi lagi, Aluna langsung melesat pergi meninggalkan ruangan kerja Kyuhyun. Membanting pintu ruangan itu dengan keras yang seketika mengagetkan dua orang karyawan yang sedang berdiri di meja sekretaris. Aluna tidak peduli. Saat ini dia benar-benar marah. Marah pada dirinya, marah pada kebodohannya, dan juga marah pada perasaannya.

Aluna menyadari ada desiran di dalam hatinya saat nama Aiden disebutkan. Jantungnya masih berdegup dengan kencang saat bayangan Aiden kembali melintas dalam pikirannya. Ia seperti sedang merindukan sosok Aiden. Sialannya, Aluna tidak mau mengakui itu.

Gadis itu berjalan dengan cepat masuk ke dalam elevator, mengabaikan di dalam mesin berjalan itu ada beberapa karyawan wanita yang sedang membicarakannya. Bukan sesuatu yang buruk, hanya ungkapan-ungkapan perasaan tidak percaya bila bisa bertemu langsung dengan designer terkenal seperti dirinya. Tapi tunggu, sepertinya ia mendengar seseorang sedang berbicara buruk. Entah siapa orang itu, yang jelas ia mendengar dia sedang membicarakan perihal hubungannya dengan Kyuhyun. Aluna mendengus, bila bagaimana orang itu tahu siapa dia dalam kehidupan Kyuhyun. Mungkin orang itu tidak akan berpikir macam-macam tentangnya dan juga pimpinannya.

Pintu elevator terbuka, Aluna langsung melangkah keluar, membiarkan orang-orang yang berjalan di belakang masih membicarakannya. Mereka akan berhenti bila sudah bosan.

PIPP PIPP

Getaran di dalam saku jaket kulitnya langsung menghentikan langkah Aluna tepat saat ia sudah berada di area parkir. Gadis itu merogoh saku jaket untuk mengeluarkan ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan, dan itu adalah Harry Leonidas yang mengingatkannya tentang janji sore ini untuk bertemu dengan calon tunangannya di Sky Rose Garden.

“Lelaki tua itu sangat pintar memilih tempatnya.” Gumam Aluna mendengus membayangkan akan bagaimana pertemuaannya dengan lelaki yang menjadi tunangannya itu. Semoga akan ada keajaiban yang membuat pertunangan ini dibatalkan.

Aluna melanjutkan langkahnya, menghampiri mobil yang baru saja didapatkannya dari Kyuhyun. Salah satu perjanjian di dalam kesepakatan antara mereka, bahwa selama ia berada di Seoul, Kyuhyun akan memberikannya fasilitas berupa mobil dan apartement. Sejak semalam ia sudah tinggal di apartement besar di dekat hutan Seoul, yang memiliki pemandangan yang sangat indah bila di saat sore hari itu.

Mobil Audi putih sudah bergerak keluar dari perusahaan Cho Industrie, melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya yang menuju ke apartement. Ia sudah tidak memiliki kegiatan setelah pertemuaannya dengan Kyuhyun tadi, satu-satunya kegiatan yang tidak ingin dilakukannya hanyalah bertemu dengan calon tunangannya.

Gadis itu menghela napas panjang seraya menyalahkan musik kesukaannya. Musik Haydn mulai terdengar memenuhi seluruh penjuru mobil. Jemari-jemari tangan Aluna tampak bergerak-gerak di atas kemudi mobil, ikut merasakan melodi musik ­Haydn yang mengingatkan ia pada pertunjukkan perdananya di orchestra milik salah satu sahabat Harry Leonidas yang ada di London. Itu pengalaman yang tidak bisa dilupakan oleh gadis itu, berkat penampilan yang memukau itu, ia mendapatkan tawaran belajar langsung dari seorang ahli musik klasik di London. Seorang lelaki tua yang sangat mencintai musik klasik sepanjang hidupnya, bahkan ketika kematiaan menjemputnya, ia tetap setia dengan kecintainya dengan musik klasik. Lelaki itu meninggal di atas piano kesukaannya setelah menciptakan sebuah karya yang mengagumkan. Kini, karya terakhirnya telah menjadi kenangan yang setiap harinya selalu Aluna mainkan. Karya itu telah menjadi miliknya, Harry mendapatkannya sebagai hadiah ulang tahunnya satu tahun yang lalu.

Ditengah-tengah menggenang kehidupan bermusiknya, suara getaran panjang di dalam saku jaket membuat Aluna menghentikan kegiatan nostalgianya. Ia merogoh kembali saku jaket, melihat cepat siapa yang menelponnya.

“Oh, Ve,” sahut Aluna begitu sudah memasang earphoneditelinganya. Ia menggunakan alat itu karena saat ini ia sedang mengemudi, dan akan sangat berbahaya bila mengemudi dengan tangan sebelah yang mengenggam ponsel.

Seorang lelaki mencarimu, dia mengatakan kalau kau sudah memiliki janji dengannya.” Jelas Venus diseberang sana.

“Siapa namanya? Apa dia lelaki yang akan menjadi tunanganku?” tanyanya dengan nada yang sedikit terkejut, berpikir mungkinkah lelaki yang akan dijodohkan dengannya itu sudah tidak sabar menemuinya hingga memberanikan diri datang ke apartement? Tapi ia baru saja sehari di sini, dan ia belum memberitahu pada siapa pun soal tempat tinggalnya.

Sepertinya bukan, Al. Dia masih sangat muda untuk menjadi tunanganmu. Sebentar kutanyakan namanya dulu,” jeda sekitar satu menit, samar-samar suara Venus terdengar berbicara dengan lelaki itu. Dari yang didengarnya, lelaki itu menyebutkan marga yang tidak begitu asyik ditelinganya. Kemudian, suara Venus kembali terdengar dan berkata. “Namanya Shin Jungkook, putra dari Shin Tae Go. Apa kau mengenalnya?

Aluna mengerutkan kening, mengais ingatan-ingatan lama yang mungkin saja menyelipkan nama lelaki yang disebutkan oleh Venus barusan. Aluna mengingatnya. Ya, dia mengenal nama itu. Seorang lelaki yang pernah dilihatnya di apartement Orion sewaktu ia mengunjungi apartement kakaknya karena ada keperluan mendadak. Ya..ya, Aluna mengingatnya.

“Oh, ya. Aku mengenalnya, Ve. Katakan padanya untuk menungguku, sebentar lagi aku akan sampai di sana.”

Tapi sepertinya dia sedikit terburu-buru, Al.” kata Venus menjelaskan situasi di sana. “Dia mengatakan akan menemuimu lagi besok, dia juga meninggalkan nomor ponselnya.”

“Hmm, ya sudah kalau begitu. Katakan padanya untuk datang besok pagi sebelum kita berangkat kerja atau katakan saja kalau aku mengundangnya untuk makan malam di apartement.”

“Kau bisa menelponnya, dia sudah pergi sebelum aku memberitahukan pesanmu.”

“Baiklah, aku sudah memasuki area kompleks apartement.” Ujar Aluna membelokkan mobilnya masuk ke dalam parkiran bawah tanah apartement. Tapi detik berikutnya, gadis itu berkata kembali. “Ah, besok kita ada rapat dengan tim perusahaan Kyuhyun.” Setelah mengatakan itu, Aluna langsung memutuskan sambungan telepon. Gadis itu bergerak keluar dari dalam mobil, dan berjalan masuk ke dalam apartement.

ù

Sepi, itulah yang kini tengah terjadi di salah satu café yang berada dilantai 8 gedung Daehan Cinema. Sebuah taman langit yang menjadi salah satu lokasi paling romantis di Korea Selatan. Dengan konsep outdoor dengan coffe shop yang menawarkan pemandangan cantik yang dikelilingi bunga mawar berbagai warna dengan ditemani sinar lampu-lampu cantik yang menambah kecantikan kota Seoul. Terlebih, jika pemandangan cantik bunga-bunga mawar itu berpadu sempurna dengan redupnya cahaya langit. Itu pasti sangat romantis bila dilewatinya bersama dengan pasangan.Tetapi sayangnya kedatangan Aluna ke tempat itu bukan untuk menghabiskan waktu bersama dengan kekasihnya, melainkan untuk bertemu dengan seorang lelaki yang akan menjadi tunangannya. Dan sepertinya lelaki itu belum datang.

Sebenarnya ia orang yang paling benci menunggu, tapi ia tidak mungkin pergi sebelum bertemu dengan calon tunangannya itu. Pertemuaan ini sudah terlanjur disetujui, dia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa ada hasil apa pun. Setidaknya, ketika Harry bertanya soal pendapatnya ia bisa menjawab. Atau paling tidak ia memiliki alasan untuk menolak perjodohan ini.

            Itu pemikiran yang bagus.

            Akhirnya, Aluna memutuskan untuk menunggu.

            Sampai….

            “Aluna Leonidas,” sapaan seseorang yang tiba-tiba itu sontak membuat Aluna mengulas senyum simpul dan hendak berbalik untuk menyambut kedatangan lelaki yang sejak tadi ditunggunya.

            “Akhirnya kau dat…” Aluna langsung menghentikan kalimatnya di titik ini. Senyumnya yang tadi mengembang, kini hilang begitu saja. Kedua mata Aluna terbuka lebar-lebar melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Aluna merasa kalau saat ini kedua kakinya sudah tidak berpijak di bumi. Degupan jantungnya pun sekarang tidak beraturan. Bahkan tubuhnya seketika terasa tidak memiliki kekuatan lagi untuk menopang.          

            Bagaimana ini bisa terjadi?

            Bagaimana bisa dia adalah calon tunangannya?

            Itu tidak mungkin.

            Aluna menggelengkan kepalanya berulang-ulang kali, berusaha menyakinkan dirinya kalau semua ini hanyalah mimpi. Ini tidak nyata. Lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya bukan Aiden Lee.

Lelaki yang dibencinya.

Lelaki yang dulu telah melukainya.

            Aluna belum bersuara. Ketika Aiden menunjukkan senyumnya, ia seolah dilempar pada kenangan masa lalu. Dan saat Aiden menghampiri untuk mendekat ke arahnya, kenangan itu mulai menguasai dirinya. Hingga tanpa sadar, Aluna memundurkan tubuhnya untuk memberikan jarak di antara mereka.

            “Kenapa, dan lagi, kau mempermainkan hidupku.” Gumamnya

ù

            Aiden Lee tidak ingin mengcewakan ibunya yang begitu menginginkan perjodohannya dengan salah satu putri sahabat beliau yang berada di Boston. Ibunya sangat ingin melihatnya untuk segera menikah dengan seorang gadis yang sudah dipilihnya, tanpa memperdulikan perasaannya yang masih mengharapkan Eun Ji untuk kembali. Sehingga, saat ini ia sudah menjejakkan kakinya di teras gedung Daehan Cinema.

            Kim Kyang Suk, ibunya, sudah mengatur pertemuaannya dengan gadis yang akan menjadi tunangannya di Sky Rose Garden yang berada dilantai 8 dari gedung Daehan Cinema ini, menginginkan Aiden untuk menemui gadis itu untuk saling mengenal satu sama lain. Meski Aiden ingin menolak, ibunya pasti tidak memiliki rasa lelah untuk merayunya berkali-kali, atau bahkan mengancamnya bila ia tidak datang. Sampai ia berpikir bahwa datang ke tempat ini akan menjadikannya sebagai anak laki-laki yang terlepas dari kata durhaka terhadap ibunya.

            Ponsel di saku celananya bergetar dan ia sudah bisa menebak siapa yang menelpon. “Aku sudah sampai, Eomma.” Katanya seraya mendorong pintu putar

            “Kau sangat terlambat! Gadis itu sudah menunggumu sejak tadi.” Suara itu melengking, membuat wajah Aiden sedikit meringis dan menjauhkan ponsel dari telinga.

            “Aku tahu, aku yang salah karena membuatnya menunggu.” Aiden memutar bola matanya dengan malas. Pembelaannya tidak akan berguna bila wanita yang menelponnya ini sedang marah. Bukan mendengarkannya, ia malah akan menerima amukan bertubi-tubi dari wanita itu.

            “Jangan pernah mengecewakanku Aiden.” Itu sebuah peringatan, Aiden tahu kalau ibunya sedang ingin mengancamnya bila ia sampai membuat gadis itu kecewa. Lelaki itu menarik napas panjang saat elevator yang membawanya naik ke lantai 8 bergerak. Hari ini merupakan awal dari perubahan hidupnya, disaat ia mengatakan ‘iya’ yang mengartikan menyetujui perjodohan itu, maka harapan untuk kembali bertemu dengan Eun Ji tinggal keinginannya saja. Dan sialnya ia sudah menyetujui perjodohan itu karena tidak ingin membuat ibunya kecewa.

Aiden melangkah keluar dari elevator, langsung di sambut dengan bunga mawar yang diatur sedemikian rupa dan lampu-lampu yang menyala serta langit sore yang mulai mengelap. Pantas saja orang menyebut kalau Sky Rose Garden merupakan tempat romantis bagi orang yang ingin menghabiskan waktunya bersama dengan pasangan. Nuansa manis yang disajikan tempat ini begitu kental, apalagi saat matahari pulang pada peraduannya seolah menambah suasana romantis itu sendiri.

Sedikit lama membiarkan kedua matanya menikmati pemandangan yang disajikan, ia pun kembali melangkah, kemudian pandangannya menyisir untuk mencari seorang gadis, dan tepat di sudut cafe sebelah kanan ia mendapati seorang gadistengah berdiri dengan jaket warna hitam dan celana jeans warna putih, dengan tinggi 163 cm. Ah, diakah orangnya? Ia belum bersuara, masih memastikan orang yang berdiri di sudut sana sesuai dengan orang yang akan bertemu dengannya.

Aiden membasahi bibirnya, lalu berdeham sebentar sebelum memanggil nama gadis itu. “Aluna Leonidas?” sapaannya dengan ragu-ragu, takut bila orang membelakanginya ini bukanlah gadis itu.

Gadis itu berbalik, lalu berkata. “Akhirnya kau dat..” kalimat gadis itu berhenti, bersamaan dengan raut wajah keterkejutan yang tidak mampu ditutupi. Aiden juga terkejut, pada gadis yang saat ini berdiri di depannya. Darah yang mengalir di dalam tubuhnya seolah berhenti berdesir. Semua kenangannya bersama gadis itu seolah terulang di depan mata, seperti film yang diputar ulang. Gadis itu adalah orang yang sangat dicintainya. Satu-satu alasan untuk tetap menarik oksigen dan terbangun esok hari, walaupun lima tahun ini semua terasa sangat asing dan jiwanya terasa kosong. Semua ini benar-benar seperti mimpi.

Aiden menatap gadis itu sementara hatinya tidak berhenti untuk bersyukur pada Tuhan karena mempertemukan ia dengan gadis itu lagi. Detik selanjutnya, ia bergerak maju untuk menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya, tetapi langkah mundur yang diambil oleh gadis itu membuat ia menghentikan niatnya.

“Kenapa, dan lagi, kau mempermainkan hidupku.” Aiden bisa mendengar gumaman menohok itu terucap. Aiden juga tahu, jika dikedua mata gadis itu yang menatapnya terlihat sebuah kebencian.

Aiden merasakan ada sebuah benda tajam yang kini menusuknya, tepat di depan dada hingga membuat ia mengalami kesulitan bernapas. Gadis itu menolaknya, satu kesadaran yang tiba-tiba dirasakan saat kedua mata itu menunjukkan kebenciaan yang seketika membuat Aiden tidak mampu berkutik lagi. Ia seolah kehilangan kata-kata yang sudah lima tahun ini ingin diucapkannya pada gadis itu, dan tanpa sadar Aiden bergerak mundur kebelakang, memberikan jarak panjang di antara mereka.

Segalanya telah berbeda. Seharusnya ia menyadari itu saat wajah yang selama ini dirindukan tidak lagi sama seperti apa yang dilihatnya sekarang. Tidak ada raut wajah polos yang selalu membuatnya gemas, tidak ada kepangan rambut yang terlihat lucu dimatanya, tidak ada lagi senyuman manis yang setiap waktu dirindukannya, tidak ada tatapan teduh yang menenangkan. Semua itu telah menghilang, berganti dengan sosok orang lain yang tidak dikenalinya.

Rasa senang telah bercampur dengan kesedihan, harapan telah pupus bersamaan dengan datangnya kekecewaan. Aiden tidak bisa menafsirkan perasaannya sendiri saat ini. Ini tidak seperti apa yang dibayangkannya, walau ia tahu gadis itu marah karena dulu pernah membuatnya menangis, tapi Aiden tidak pernah tahu kalau rasanya akan seperti ini.

 “Maaf sudah membuatmu menunggu,” ujarnya, menyudahi konflik batin di dalam dirinya. Kemudian tanpa menunggu gadis di depannya menjawab, ia sudah duduk di kursi. Sejenak membuka satu kancing jas lalu menatap lurus. Menatap wajah yang tidak asing dalam ingatannya. Sudah banyak yang berubah, Aiden berulang-ulang kali mengatakan itu saat wajah gadis yang ditatapnya masuk ke dalam retinanya. “Apa kau tidak ingin duduk?” tawar Aiden, lalu menambahkannya kembali. “Kau tidak mungkin berdiri sementara aku duduk dengan nyaman di kursiku.” Lanjutnya sedikit mendesak agar gadis itu segera duduk bersamannya.

Saat Aluna sudah duduk di depannya, Aiden kembali membuka suaranya. “Bagaimana kabarmu?” tanyanya berlaku sopan sebagai orang yang sudah lama tidak saling berjumpa.

“Kau tidak perlu berbasa-basi denganku, kita langsung pada niat awal pertemuaan ini.” Kata Aluna dengan tidak sabaran. Namun Aiden bisa tahu kalau suara gadis itu bergetar.

Aiden tanpa sadar tersenyum, lalu mengangguk pelan. Gadis itu berusaha untuk terlihat kuat, merasa kalau pertemuaan mengejutkan mereka tidak memberikan efek apa pun pada gadis itu. Padahal suara gadis itu menjelaskan apa yang sedang dirasakannya.

“Kalau begitu kau yang memulai percakapan ini, aku tidak tahu harus bagaimana memulainya.” Ucap Aiden

“Aku menolak pertunangan ini.” Gadis itu berbicara dengan wajah terangkat, menunjukkan keangkuhannya.

“Tentu saja kau akan menolaknya, karena kau tahu kalau aku lelaki itu.” Aiden mengurai napas perlahan, kemudian tersenyum samar sembari menambahkan. “Aku pun ingin menolaknya, tetapi setelah mengetahui kalau gadis itu adalah kau, aku pun menginginkan pertunangan ini. Lagipula penolakan tidak akan mengubah keputusaan kedua keluarga yang sudah menyetujui perjodohan ini.” Ada seringai tidak terlihat saat Aiden berhasil mengatakan apa yang memang harus dikatakan pada gadis itu.

Sejak ibunya memberitahukan rencana pertunangan ini, secara diam-diam Aiden berharap kalau bila sesuatu hari nanti akan ada sebuah keajaiban yang datang untuk membatalkan rencana itu. Dan bila gadis itu bukan gadis yang sekarang berdiri di depannya, mungkin harapan diam-diam itu telah menjadi kenyataan.

“Penolakanku bukan karena tahu kau adalah lelaki itu. Sejak Harry memberitahukan rencana perjodohan konyol ini, aku sudah menolaknya.”

“Aku pun begitu, sejak awal sudah menolak pertunangan ini, tetapi…”

“Berhenti mengatakan kalau aku adalah alasan kau menerima perjodohan ini. Kenapa? Bukankah dulu kau yang sudah membuangku? Kenapa tiba-tiba kau menerimaku? Apa karena Cho Eun Ji yang dulu tidak menarik di matamu sekarang terlihat begitu mengiurkan?” Aluna menaikan satu tingkat suaranya lebih keras dari sebelumnya, gadis itu menatap Aiden begitu tajam hingga mampu menembus apapun yang dilihatnya.

Karena aku telah terlambat menyadari rasa cintaku padamu, dan membuatmu terluka sebelum aku mengatakan perasaanku. Kalimat itu hanya ada di dalam pikiran Aiden, terasa begitu berat untuk diucapkan dengan bibirnya. Akhirnya ia hanya mengatakan. “Karena aku tidak ingin membuat Eomma kecewa.”

“Kau masih selalu menjadi seorang anak yang berbakti.” Cibir Aluna.

“Tentu, aku lahir dari rahimnya. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk menolak permintaannya.”  Aiden menarik sudut bibirnya.

Aluna memejamkan matanya, lalu membukanya seiring terdengarnya suara, “bisa kita selesaikan semua ini?” suara itu pelan namun tegas.

Aiden tersenyum lebar, dan terkekeh kemudian. Sesuai dengan apa yang diduganya, bahwa gadis yang sedang duduk di depannya telah banyak berubah. Bukan hanya penampilan, tetapi cara bicaranya pun berubah. Jika dulu gadis itu selalu bersuara dengan lembut, kini ia bisa mendengar nada tegas di dalam ucapannya.

“Aku tetap menerima pertunangan ini.” Kata Aiden melepaskan napas singkat. “Kalau kau ingin menolak, maka sampaikan penolakanmu pada mereka, bukan padaku. Karena aku akan tetap menerima pertunangan ini meski kau ingin menolaknya.”

“Yak, Aiden Lee. Tidak bisakah kau menolak dan membiarkan pertunangan ini dibatalkan?” seru Aluna seraya bergerak berdiri membuat kursi yang diduduki menabrak dinding. Kedua mata gadis itu kembali menatap tajam pada lelaki yang hanya mengulas senyum tidak pedulinya.

“Aku tidak akan membatalkannya, sampai kapanpun aku tidak akan mengatakan penolakan. Karena kesempatan untuk memilikimu tidak akan datang kedua kalinya lagi.”

“Kau masih selalu egois, mementingkan perasaanmu sendiri.”

Aiden tertawa.“Kau masih begitu mengenalku, jadi kau pun tahu kalau keputusanku tidak akan pernah berubah.”

“Kau –“

“Marahlah bila kau ingin marah, benci aku jika itu membuat perasaanmu senang, tapi untuk membatalkan pertunangan ini, maaf, aku tidak akan melakukannya. Permisi.”

Aiden berdiri, kemudian berbalik pergi meninggalkan Aluna yang masih berdiri di tempatnya. Ia memang masih egois bila itu menyangkut kebahagiannya. Ia tidak akan melepaskan kebahagiaannya itu walau harus membayarnya dengan kebencian Aluna padanya. Ia tidak akan peduli sebesar apa rasa tidak suka gadis itu padanya.

Ini tidak akan mudah.

 Untuk mendapatkan hati Cho Eun Ji kembali tidak segampang dulu. Kali ini, gadis itu begitu keras, sekeras bagaimana Aiden akan melunakkannya. Aiden memang terkejut melihat perubahan Eun Ji yang sangat berbeda dari Eun Ji yang dicintainya. Tapi itu bukan hal yang lantas membuatnya mundur. Eun Ji memang sudah menjadi Aluna, meski pun begitu Aiden yakin masih ada Eun Ji di dalam diri Aluna Leonidas. Walau hanya setitik, Aiden akan mencoba untuk memperjuangkan perasaannya.

            Benar. Ia akan mempertaruhakan segalanya untuk mendapatkan Eun Ji kembali. Bukan hanya dirinya, tapi hati serta cintanya lagi. Ia akan membuat Eun Ji menerimanya kembali. Tidak karena statusnya sebagai tunangan, melainkan sebagai seorang Lelaki yang mencintainya.

ù

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    Lee unji hehe nice story :)

    Comment on chapter Fate
Similar Tags
LARA
7316      1810     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
29.02
380      181     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Selfless Love
4049      1162     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
You Are The Reason
1999      801     8     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
TRIANGLE
10583      1591     3     
Romance
"Apa pun alasannya, yang namanya perselingkuhan itu tidak bisa dibenarkan!" TRIANGLE berkisah tentang seorang gadis SMA bernama Dentara dengan cerita kesehariannya yang jungkir balik seperti roller coaster. Berasa campur aduk seperti bertie botts bean. Berawal tentang perselingkuhan pacar tersayangnya. Muncul cowok baru yang berpotensi sebagai obat patah hati. Juga seorang dari ...
Werewolf, Human, Vampire
3592      1101     1     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY!(username: msjung0414) 700 tahun lalu, terdapat seorang laki-laki tampan bernama Cho Kyuhyun. Ia awalnya merupakan seorang manusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis vampire cantik bernama Shaneen Lee. Tapi sayangnya mereka tidak bisa bersatu dikarenakan perbedaan klan mereka yang tidak bisa diterima oleh kerajaan vampire. Lalu dikehidupan berikutnya, Kyuhyun berub...
Mendadak Halal
5996      1831     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Ketika Kita Berdua
31667      4307     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Werewolf Game
441      317     2     
Mystery
Saling menuduh, mencurigai, dan membunuh. Semua itu bisa terjadi di Werewolf Game. Setiap orang punya peran yang harus disembunyikan. Memang seru, tapi, apa jadinya jika permainan ini menjadi nyata? Cassie, Callahan, dan 197 orang lainnya terjebak di dalam permainan itu dan tidak ada jalan keluar selain menemukan Werewolf dan Serial Killer yang asli. Bukan hanya itu, permainan ini juga menguak k...
Listen To My HeartBeat
417      255     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...