Terjebak Konflik Remaja
Mau tak mau akhirnya aku berjalan mengikuti alur. Alur sebagaimana mestinya menjalani kehidupan di akhir umur-umur remajaku. Dua bulan lagi umurku sudah genap dua puluh tahun. Hal yang begitu mengerikan jika aku membayangkan apa yang sudah aku lakukan untuk persiapan masa depan? Apa yang telah aku lakukan untuk menjadikan diriku lebih dewasa? Apa yang telah aku lakukan untuk mencapai tujuan hidup di sisa-sisa masa remajaku? Sungguh semua ini memanglah mengerikan.
Minggu pagi yang seeprti biasa. Tidak produktif dan hanya bermain-main dengan laptopku. Sekedar membaca ulang cerita-cerita lama dengan alunan musik-musik instrument yang menghanyutkan memanglah lebih menyenangkan daripada harus mandi dan berjalan-jalan, mengapa? Karena ujung-ujungnya yang didapat hanyalah lelah dan uang yang menipis, seperti itu. Berusaha meyakinkan hati untuk tidak sedang mencintai siapa-siapa itulah pilihanku saat ini. Aku yakin di atas langit masih ada langit sebagaimana aku berusaha dan telah mencapainya pasti masih saja ada pencapaian berikutnya.
Aku harus berhijrah, begitulah pikiran kaludku yang membendung erat. Mungkin Tuhan sengaja mempertemukanku dengan cinta-cinta yang salah agar aku tahu bahwa yang aku lakukan selama ini adalah salah. Sepertinya tekadku itu tidak berjalan lama, manusia munafik memang, disela-sela mendekatkan diri kepada Tuhan ada beberapa hal yang merisaukan hati.
“Kau kenapa Vel?” Risma membubarkan lamunanku.
“Aku lelah Ris.”
“Why?”
“Gpp ya biasalah aku butuh penyegar mata.”
“Maksudmu?”
“Ah, bagaimana cara menjelaskannya padamu?”
“Cogan?”
“Ya.”
“Allah, bisa ya kayak gitu, coba sini liat aku wkwkwk seorang kau rindu cogan?”
“Ya, kau pikir aku akan suka cewek?”
“Ya, tidak seperti itu juga sih.”
Memang sih bukan aku yang biasanya sampai seperti ini, sampai akhirnya Risma mengajakku berjalan-jalan ke fakultas lain.
Langkah kami terhenti disebuah fakultas yang lumayan megah. Satu Dua Tiga Teknik!! itu adalah semboyan mereka atau lebih bisa dikatakan itu adalah jargon mereka. Baikklah kita berjalan-jalan dipinggir tamannya saja karena tidak berani untuk masuk kedalam.
"Bagaimana perasaanmu saat ini?" Risma membuyarkan lamunanku.
"Ya sudah mending daripada biasanya." Aku menghela nafas panjang.
"Syukurlah kuharap kau akan baik-baik saja."
"Velo!!!" tiba-tiba seseorang berteriak memanggilku.
Dengan sigap akupun menoleh. Ternyata dia adalah Faishal.
"Hai" sapaku lirih.
"Kau mau kemana Velo? Hai Risma." Dia menyapa Risma setelah menyadari bahwa aku sednag bersama Risma. Risma tersenyum.
"Ah tidak kemana-mana kami hanya jalan-jalan."
"Hahaha kau ada-ada saja."
"Kau sendiri mau kemana?"
"Aku mau bertemu temanku, nah itu dia." Dia menunjuk kepada seorang lelaki yang sedang berjalan mendekat.
"Hai kau lama sekali Rey?" tanya Faishal.
"Maafkan aku, aku masih harus menyelesaikan beberapa praktikum yang tertunda." jawab Rey masih mengatur nafas yang ngos-ngosan.
"Mereka??" tanya Rey.
"Ah iya kenalkan ini Velovy dan Risma." jawab Faishal.
"Velovy."
"Risma."
"Kalian mau kemana setelah ini?" tanya Rey.
"Kami tak mau kemana-mana." jawab Risma.
"Bagaimana jika ikut kami untuk bermain-main ke Mall?"
"Ah ... Bagaimana ya?" aku menatap Risma.
"Baiklah ayo!!" Risma menyeret tanganku dan akhirnya aku terpaksa mengikuti mereka.
Keren kak
Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam