Hari ini adalah hari baru, bukankah begitu? Sekian lama menyelami harihari kepahitan lebih baik aku menjalani hari yang sekarang. Masa lalu biarlah menjadi pelajaran hidup, karena semua itu akan membuat manusia tak lupa pada Tuhannya. Sebagaimana Tuhan telah menguatkannya selama ini.
Aku harus bergegas untuk mata kuliah hari ini. Kemana Risma? Aku tak bertemu dengannya hari ini. Aku merindukan dia. Aku termenung dalam kesendirian kemudian membuka smartphoneku dan mulai mengiminya pesan singkat. Tak lama kemudian dia membalas pesanku dan berkata bahwa sedang ada urusan sebentar namun ingin pergi jalan-jalan sebentar denganku. Aku menunggunya di bawah pohon seperti biasanya. Sepertinya bernyanyi pelan disini begitu menyejukkan. Terhanyut dalam alunan nada musik yang sengaja aku putar dan menirukannya dengan pelan. Benar-benar kegiatan yang menyenangkan. Pikiranku melayang tinggi ke udara bersama dentuman yang mengalun landai. Hingga suara seorang lelaki mengagetkanku.
“Suaramu bagus.”
Aku terhenyak dengan hidung memerah. Begitulah aku, jikalau aku sedang malu hidungku selalu merah seperti tomat. Spontan aku menutupinya dengan tanganku. Sayang, sepertinya sudah terlambat dia tertawa melihat hidungku.
“Kau lucu sekali.” Kemudian dia mengusap kepalaku.
Bodoh sekali harusnya aku mencegahnya mengusap kepalaku untuk kedua kalinya. Aku hanya menggerutu ketika seorang Faishal sudah pergi begitu saja. Sungguh memalukan, mengapa selalu dalam moment memalukan aku bertemu dengan dia? Ah,,, aku benci dengan diriku sendiri yang membiarkan semua itu terjadi begitu saja. Aku terlihat lemah dimata dia. Aku harus bagaimana? Sungguh lain kali aku tak akan membiarkannya mengusap kepalaku ini.
Seperti kesannya aku berharap bertemu dengan dia kembali. Akhirnya putri cantik itu tiba menghampiriku dengan senyuman mengembangnya.
“Hi Velovi apa kabarmu hari ini?”
“Haahaha baik kok, kau? Kau terlihat sangat bahagia hari ini.”
“Kau tahu, aku mendapatkan yang baru!”
“Ha?? Yang baru? Apa sih?”
“Ah, masak kau tak paham? Maksudku penghuni hati yang baru, mulai nanti dialah yang akan masuk dalam setiap doa-doaku.”
“Baiklah sekarang aku paham, dia siapa Ris?”
“Nanti kalau kita bertemu kau akan aku kasih tahu.”
“Baiklah, jadi kita mau kemana?”
“Aku lapar, ayo makan.”
Begitulah keseharian kami berdua. Sampai saat ini tak ada cinta dalam diam yang menghuni hatiku. Bukan karena aku tak mau atau bagaimana bahkan semua itu tak bisa sama sekali untuk dipaksakan.
“Hei berhentilah sebentar, itulah orang yang aku ceritakan!”
“Yang mana?”
“Pria tinggi dengan kemeja denim.”
“Yang rambutnya sedikit panjang?”
“Ya, bagaimana menurutmu?”
“Aku tak tahu, kau tahu namanya?”
“Yourdhana, kami bahkan sempat berbicara cukup lama.” Dia tersenyum amat mengembang.
“Semoga dia orang yang baik.”
Kemudian kami saling berpandangan tanpa terasa seorang Yourdhana melambaikan tangannya ke arah kami dengan senyum simpul yang mengembang. Aku mulai menyimpulkan sesuatu, bahwa Yourdhana adalah orang yang baik. semoga saja dia tak menyakiti hati sahabatku, Risma.
Aku membau rindu dalam tatapan Risma. Begitulah rasa indah jatuh cinta yang bisa membuat semua orang melayang-layang sampai lupa akan batasan-batasannya. Aku bersyukur saat ini aku tak dikaruniai rindu yang menyiksa itu, aku tak ingin mengundangnya kembali. Cukup aku ingin sendiri saja hingga tiba saatnya nanti. Mencintai seseorang itu menyakitkan. Aku tak ingin menceritakan perasaan kepada orang tersebut karena aku tahu, aku pasti terbuang. Aku tak ingin dibulli lagi, aku tak ingin dijauhi oleh orang-orang lagi. Cukup, jangan sampai terjadi lagi.
Aku mengernyit memandangi naskah yang aku garap beberapa akhir ini. Mengapa semuanya berantakan? Sepertinya aku telah mengerjakannya dengan sepenuh hati, mengingat banyak sekali waktu longgar akhir-akhir ini. Aku menuliskan kata-kata bahkan kalimat yang tak seharusnya masuk dalam naskahku itu. Aku kenapa? Tiba-tiba aku kepikiran tentang Faishal. Ada apa dengan aku ini? Ada apa dengan dia? Kenapa semua tentang dia berusaha masuk dalam hati dan pikiranku? Apakah aku sedang keracunan? Atau jangan-jangan aku menaruh hati padanya? Aku takut, dan aku belum siap menghadapi jahat dan sakitnya jatuh cinta.
Karena dunia tak selamanya milikmu
Maka tak sepantasnya kau meminta cinta darinya
Darinya yang mengabaikanmu
Darinya yang hanya halusinasimu
Keren kak
Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam