Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Notes
MENU
About Us  

 

Menatap matahari yang mulai meredup itu seakan menguak perasaan yang pernah berlalu pada seseorang yang hampir membuang semua semangat dalam hidup. Teringat kejadian dua tahun lalu. Saaat itu hatiku tekah dimiliki oleh seseorang, seseorang yang bukan aku cinta. Banyak yang bertanya mengapa kau menerimanya sementara kau tak mencintainya? Kemudian dengan tersenyum aku berkata karena dia mencintaiku. Awalnya memang sulit menerima dia, apalagi tak ada sedikitpun rasa cinta. Sementara hatiku masih terpaut pada sebuah cinta dalam diam yang tak tahu akan bagaimana nanti jawabannya. Akhirnya aku memutuskan untuk menurunkan egoku dan membuka hatiku untuknya.

Kami menjalani hubungan cukup lama, setahun adalah waktu yang cukup untuk proses saling mengenal satu sama lain. Sebenarnya dia selalu ada untukku apalagi kedua orang tuaku yang sudah menerimanya dengan tangan terbuka. Namun apalah daya hati tak bisa berbohong begitu saja. Setahun itu rasa cinta tak bisa tumbuh dalam hatiku. Jujur, aku tersiksa. Aku tersiksa akan pilihanku sendiri hanya karena aku tak ingin menyakiti hati orang yang mencintaiku. Apakah aku salah? Ya, kali ini aku memang salah.

Sampai pada akhirnya dia menanyakan pertanyaan yang membuatku ingin pergi saja dari dunia ini. “Apakah kau mencintaiku?” batinku melayang tinggi ke angkasa memikirkan apa yang akan aku katakan dari lisanku ini. Lisanku berkata ya, namun batinku berkata tidak, sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya kalau sampai saat itu, setahun lamanya aku belum bisa mencintainya. Itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku membuang dan menyakiti orang yang mencintaiku.

Apakah saat ini aku sedang menjalani karma? Aku rasa begitu. Harapanku hanyalah bagaimana cara agar orang yang aku cintai mencintaiku juga. Namun, terkadang aku juga menginginkan menerima orang yang mencintaiku sayangnya aku masih takut kejadian seperti itu terulang kembali. Alih-alih menghargai rasa cintanya malah menambah luka pada hatinya.

Inilah aku sekarang, masih mempertahankan cinta dalam diamku yang tak tahu kapan bisa berhenti. Berhenti pada seseorang yang tepat yang bisa mengajakku melayang menuju istana pribadi kita. Hahaha,, apa yang aku pikirkan saat ini, batinku melayang seakan melupakan batasan-batasan mana yang harus aku lampaui. Berdialog rindu dengan awan dan pohon memang tak pernah tergantikan. Terkadang aku tak butuh nasihat, bukan karena aku egois hanya saja kau membutuhkan pendengar yang baik. Risma? Sepertinya dia masih sibuk dengan ujian susulannya. Sehingga membiarkanku sendiri berdialog rindu dengan awan dan pohon bahkan bernostalgia tentang luka yang lama menggores jiwa.

“Kau sedang berdialog rindu dengan awan dan pohon? Kau menyukainya?” tiba-tiba Risma mengejutkanku.

“Aih,, kau.”

“Aduh,,, rasanya aku ingin tidur.” Dia meluruskan kakinya.

“Kau terlihat sangat tidak baik, apa yang terjadi?”

“Sepertinya dia menyukai gadis lain?”

“Ha? Apa maksudmu?”

“Ah, bukan, begini tadi pelajaran Listening membuatku pusing.” Dia tergagap.

“Kau bilang kau sedang ujian susulan Grammar, lalu apa yang benar?”

“Baiklah, aku akan jujur,, aku benci dia Vi.”

“Dia siapa??”

“Dia, Vi, siapa lagi??”

Aku berpikir sejenak, kemudian aku ingat seseorang.

“Dia kenapa Ris?”

“Aku berhenti hari ini, aku tak akan mencintai dia dalam diam lagi, dia bukan lagi kekasih dalam doaku, bukan!!!” dia begitu histeris.

Aku mendekatinya dan menepuk-nepuk pundaknya. Ketika mengetahui orang yang selama ini kita harapkan ternyata bersama orang lain memanglah sakit sekali aku memaklumi apa yang Risma rasakan.

“Jadi, bagaimana bisa kau menyimpulkan seperti itu? Kau tak mau menceritakannya padaku?”

Dia terdiam sejenak kemudian mengotak atik handphonenya dan menunjukkannya padaku.

Baiklah aku paham. Sebuah foto mesra laki-laki itu bersama seorang perempuan.

“Kau yakin itu pacarnya? Bagaimana kalau itu saudara perempuannya?”

“Bodoh, aku tak peduli, semuanya sudah aku akhiri.” Dia masih kacau.

“Kau yakin mengakhirinya?”

“Ya, dia telah merusak moodku hari ini, aku akan pulang dan tidur.”

“Jadi kau benar-benar tak mau kemana-mana dan ingin tidur saja?”

“Ya.” Jawabnya ketus.

“Baiklah, padahal aku ingin mengajakmu pergi untuk makan Mie Kober,” kataku mengejek.

Dia terdiam sejenak, kemudian tersenyum simpul di bibirnya dan mendekatiku.

“Ayo kita kesana saja.” Dia menggandeng tanganku.

Aku tersenyum “Baiklah, kita cari grab dulu.”

Terkadang dia terkesan dewasa, terkadang dia juga kekanak-kanakan seperti ini. Wajarlah, wanita memanglah begitu, akupun juga demikian. Dia begitu imut jika sedang marah seperti ini. Aku rasa dua piring Mie Kober akan mengembalikan moodnya saat ini.

Aktivis muda itu? Entahlah apa kabarnya. Beberapa hari ini aku tak mendengar kabarnya. Aku tak bertemu dengannya bahkan tak ada chat diantara kita. Aku memulai untuk chat duluan? Ah, tidak, aku tak akan melakukan itu,  bukan karena aku merasa egois? Hanya saja aku takut menganggu dia. Aku takut merusak moodnya. Jadi aku mengalah untuk diam saja.

Aku mulai melupakan raut wajahnya, indah suaranya bahkan semua tentang dia. Mengapa aku melakukan itu? Karena aku masih sayang dengan diriku sendiri. Tak cukupkah menahan perih yang baru saja sembuh akibat ulahmu sendiri. Terlalu berharap itu tidak baik dan semua yang berlebihan memang tidak baik. Tuhan membenci itu. Cinta dalam diamku biarkan saja tak berlanjut bahkan hilang diterpa angin yang datang tanpa permisi kemudian pergi tanpa pamit. Lalu bagaimana dengan perasaanku padanya? Jujur, dalam benak hatiku yang paling dalam, rasa itu masih sama, masih egois menguasai relung hati hanya saja tubuhku menolaknya. Menolak untuk mencintainya. Kalau sudah begini, aku hanya bisa diam dikala hati dan pikiranku tak berjalan sejalan. Aku dilema.

“Tuhan aku mau jawaban, aku mau jawaban agar hatiku mau berhenti mencintai dia, aku mohon.” Aku berbisik lirih menatap langit yang mulai sendu.

Langit begitu indah jika saat senja seperti ini. Apalagi suara burung-burung kecil yang merdu hinggap di sebuah ranting semakin mengerti bahwa aku butuh hiburan. Kampus masih ramai, FIB belum sunyi. Rasanya belum mau untuk pulang begitu saja. Kuraih catatan kecilku untuk kembali menulis.

“Kau tak pulang?” kata seseorang.

Aku menoleh kemudian tergagap tak tahu mau menjawab apa lalu kuputuskan untuk diam.

“Hei, kau tak mendengarku?”

“Maaf, aku mendengarkanmu, hanya saja,, ah,, lupakan , aku hanya belum ingin pulang.”

“Ah, syukurlah.”

“Kenapa?”

“Karena aku butuh teman saat ini.”

“Teman??”

“Ya, aku butuh teman untuk duduk dan berbincang.”

“Hahaha, kau seperti orang yang kesepian saja, bukankah kau orang yang terkenal dan aktif pastinya kau punya banyak teman untuk itu.”

“Aku kira kau salah menilai.”

“Maksudmu?”

“Aku memang aktif dalam berorganisasi, hanya saja aku tak punyai teman yang sesungguhnya, mereka semua sibuk dengan deadline sampai-sampai lupa untuk berinteraksi, jadi kami sangatlah kaku.”

“Jadi begitukah? Aku kira kalian adalah teman meskipun diluar organisasi.”

“Hahaha kau salah.”

“Hmmm maafkan aku.”

“Kenapa minta maaf? Kau tak salah.”

“Iya baiklah terserah kau saja.”

“Jadi maukah kau menemaniku berbincang?”

“Bukankah sudah dari tadi kita berbincang?”

“Yang tadi hanyalah awalan, sekarang benar-benar berbincang, kau siap?”

“Baiklah aku siap.” Aku tersenyum geli melihat ekspresinya yang terlalu serius itu.

“Jadi sudah berapa buku yang kau terbitkan atau karya yang lainnya?”

“Buku masih satu, kalau karya yang lain seperti cerpen, puisi, cermin sudah tersebar di buku-buku antologi.”

“Wah, aku benci kau.” Mukanya masam.

“Hei, kau tak boleh membenciku.” Aku tersenyum geli.

“Baiklah, lalu kau dapat uang dari itu?”

“Ya, aku dapat royalti pastinya.”

“Enak sekali kau, aku sangat benci kau.” Dia semakin memasamkan mukanya. Hei, kau tahu muka masamu itu sangat lucu sekali. Seperti puding jeruk yang siap di santap. Ingin ku gigit kau, sayangnya kau manusia.

“Aku bilang jangan membenciku.” Aku tersenyum semakin geli.

“Kau bekerja selain itu?”

“Ya, aku editor freelance dan menerima jasa desain grafis.”

“Sungguh aku akan membunuhmu sekarang.” Dia membulatkan matanya.

“Hei, kau ini.” Aku tergelak, sedangkan dia masih saja dengan muka masamnya.

“Ah, aku ini apa.” Dia termenung.

“Hei kau pasti lebih banyak bakat daripada aku, sekarang ceritakan tentangmu.”

“Hahaha apa yang kau bicarakan, aku hanyalah orang yang mencoba melompati batas ketidakmampuanku.”

“Maksudmu?”

“Aku hanya sedang menyibukkan diri, karena aku suka sibuk.”

“Aku juga menyukainya.”

“Sibuk membuatku menjadi orang yang sesungguhnya meskipun aku akan kehilangan rasa menjadi manusia yang pada dasarnya harus saling berinteraksi satu sama lain.”

“Tak seharusnya sesibuk itu, keluargamu?”

“Hahaha, mereka sudah meninggalkanku dari kecil.”

“Kemana?”

“Surga.”

Aku terdiam sejenak. Tenggorokanku mengering. Dia sebatang kara?

“Maafkan aku.”

“Ah kau ini terlalu banyak minta maaf padahal kau tak salah, simpan saja maafmu itu untuk hal yang lebih berguna.”

“Sungguh ini telah menjadi kebiasaan.”

“Hahaha kau lucu sekali, berbicara denganmu menyenangkan juga ternyata hampir sama seperti di chat.”

“Hampir?”

“Ya, hanya beda sedikit saja.”

“Apa bedanya?”

“Kau lebih cantik dari pada di fotomu.” Kemudian dia pamit pergi meninggalkanku yang memerah seperti jambu.

 

Flying in the sky

Like a bird

Flying in the sky

Like a paper

Paper with a note

Beautiful note for the future

                             Malang, 22 Juli 2017

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Ce_Mal15

    Keren kak

    Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam
  • Vebby_thatha

    Wih keren

    Comment on chapter Kita Berbicara Melalui Awan
  • Vebby_thatha

    Wih ngena banget isinya.. pernah kayak gitu juga..

    Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam
  • afinreihana7

    love thisss!!

    Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam
Similar Tags
Who are You?
1415      637     9     
Science Fiction
Menjadi mahasiswa di Fakultas Kesehatan? Terdengar keren, tapi bagaimana jadinya jika tiba-tiba tanpa proses, pengetahuan, dan pengalaman, orang awam menangani kasus-kasus medis?
Roger
2098      876     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...
Mahar Seribu Nadhom
5005      1742     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Seperti Cinta Zulaikha
1818      1186     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
Kayuhan Tak Sempurna
13864      2184     1     
Romance
Sebuah kisah pemuda yang pemurung, Ajar, sederhana dan misterius. Bukan tanpa sebab, pemuda itu telah menghadapi berbagai macam kisah pedih dalam hidupnya. Seakan tak adil dunia bila dirasa. Lantas, hadirlah seorang perempuan yang akan menemani perjalanan hidup Ajar, mulai dari cerita ini. Selamat datang dalam cerita ber-genre Aceh ini
Cinta Semi
2492      1025     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
LUCID DREAM
498      357     2     
Short Story
aku mengalami lucid dream, pada saat aku tidur dengan keadaan tidak sadar tapi aku sadar ketika aku sudah berada di dunia alam sadar atau di dunia mimpi. aku bertemu orang yang tidak dikenal, aku menyebutnya dia itu orang misterius karena dia sering hadir di tempat aku berada (di dalam mimpi bukan di luar nyata nya)
IMPIAN KELIMA
470      351     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
Semoga Kebahagiaan Senantiasa Tercurah Padamu,Kasi
640      449     0     
Short Story
Kamu adalah sahabat terbaik yang perna kumiliki,Harris Kamu adalah orang paling sempurna yang pernah kitemui,Ales Semoga kebahagiaan senantiasa tercurah pada kalian,bagaimanapun jalan yang kalian pilih
Malu malu cinta diam diam
513      377     0     
Short Story
Melihatmu dari jauhpun sudah membuatku puas. karena aku menyukaimu dalam diam dan mencintaimu dalam doaku