"WOW...." Mata gadis itu membulat takjub mendapat cokelat semewah itu.
"Serius, ini untukku?" Kinan nyengir lebar sambil memandang si pemberi cokelat. Sean hanya mengangguk sebagai jawaban. Sisi lain dirinya ingin pergi dari tempat itu ketika melihat senyum lebar Kinan. Tapi separuh lainnya memaksa untuk bertahan. Ia mengepalkan tangan di bawah meja.
"Akhirnya.... setelah sekian lama aku menginginkan cokelat ini, sekarang aku bisa merasakan kelezatannya."
"Kau belum pernah memakannya?"
"Jujur saja, belum.... harganya menguras kantongku." Gadis itu tertawa padanya. Membuat Sean salah tingkah. Ia menunduk sambil berkata
"Mulai sekarang minta saja padaku kalau kau ingin makan cokelat itu."
Perkataan Sean membuat Kinan tersenyum dalam hati. Ia bahkan tak pernah bermimpi jika bisa mendapat perhatian seperti itu dari Sean. Karena selama ini, yang ia tahu, pria sempurna di hadapannya memiliki hati sedingin es.
"Tidak... tidak... pantang bagiku untuk meminta-minta."
"Bagaimana Kalau aku memberikannya secara cuma-cuma?"
"Tidak perlu.... cokelat ini terlalu mahal." Kinan bergumam sambil membuka box cokelat di tangannya. Hati kecilnya ternyata tak sependapat dengan perkataan di bibir. Ia justru akan sangat senang sekali jika Sean benar-benar menyanggupi ucapannya.
Kinan memotong kecil sebagian cokelat dan memasukkan dalam mulut.
"Hmmmm... ini benar-benar enak...." gadis itu terpejam saat menikmati cokelat yang mulai melumer dalam mulut. Membuat Sean yang memandangnya menahan napas dan merutuk dalam hati.
Sepertinya Tuhan memang benar-benar menguji hidupnya dengan mendatangkan perasaan tak jelas macam ini.
Kenapa ia tak bisa menikmati saja kebersamaan mereka, tanpa ada rasa gelisah atau takut dan sebangsanya.
"Kau tau, ini cokelat ter enak yang pernah aku rasakan." Kinan sudah membuka mata, memotong cokelat lagi dan memakannya.
"Tentu saja. Coklat produksi perusahaanku pasti enak."
"Perusahaan coklat ini? Milikmu?"
Sebagai jawaban, Sean hanya mengangguk. Ia paham jika Kinan tak pernah tahu tentang perusahaan coklat yang ia miliki. Tak banyak media mengulasnya. Semua seakan fokus pada sosoknya sebagai pianis.
"Hahaha.... kalau kau pemiliknya, aku tak akan menolak jika kau memberi cokelat ini setiap hari." Ocehan Kinan otomatis membuat Sean menyungingkan seulas senyum tipis. Dan hal itu menimbulkan perasan hangat dalam hati Kinan. Membuat wajahnya merona.
"Oh iya, tadi kau bilang ingin menanyakan sesuatu?" Gadis itu mengalihkan perhatian. Ia bertanya Sambil merapikan anak rambut yang tertiup angin. Mengembalikan ke belakang telinga. Betapa kegiatan kecil itu sanggup membuat hati Sean berdesir.
Sean mengalihkan pandangan dengan duduk menyamping. Melihat jajaran mawar yang mulai mekar di ujung teras. Ia menjawab
"Bagaimana pendapatmu, Tentang konserku semalam."
Pertanyaan Sean membuat Kinan mengalihkan pandangan,Ia menyibukkan diri membungkus kembali coklat yang tinggal separuh. Tampak berusaha menyembunyikan sesuatu.
"Jawaban yang jujur atau tidak?"
"Jawab saja."
"Kau tidak akan marah lagi?"
Kinan kembali memandang Sean yang masih melihat kejauhan.
"Baiklah, jawab tidak jujur saja." Suara pria itu terdengar ragu. Satu tangan yang berada di atas meja terkepal erat. Kinan bisa melihat jika separuh wajah di depannya terlihat tegang.
Pria itu ternyata belum siap mendengar pendapat Kinan.
"Permainanmu bagus...."
"Oke cukup. Aku sudah tau jika permainan pianoku tak pernah cukup baik bagimu."
Sean menyela sebelum Kinan menyelesaikan perkataannya. Perasaan kecewa menyeruak dalam hati. Ternyata pendapat gadis itu menjadi sangat penting baginya.
"Tunggu Sean, aku belum selesai bicara..." satu sentuhan kecil di punggung tangannya membuat pria itu berbalik dan memandang Kinan. Perasaannya jungkir balik saat merasakan lembut tangan gadis itu. Ia segera menarik tangannya. Menyembunyikan di bawah meja.
"Katakan." Suara serak Sean terdengar. Dengan susah payah, ia mencoba meredakan degup jantungnya yang menggila. Kali ini pria itu berusaha memandang Kinan yang sedang menunduk. Sedangkan Gadis itu memainkan jemari di bawah meja.
"Maaf.... Sebenarnya aku tidak sempat menonton konsermu semalam."
Jawaban jujur dari Kinan Membuat Sean mengumpat dalam hati.
OH SHIT!!
"Kau ini benar-benar....."
Ia menghela napas keras, tak dapat berkata lebih banyak. Kedua tanganya terkepal erat. Perasaannya campur aduk. Ada rasa lega yang tak terhingga hingga gemas saat melihat Kinan merasa bersalah seperti itu, sebagian hatinya merasa sebal dan sebagian lain diam-diam tersenyum.
Kinan otomatis mengangkat wajah saat mendengar nada bicara Sean yang tak lagi datar seperti biasa. Ia memandang Sean yang ternyata juga sedang menatapnya.
Gadis itu nyengir lebar melihat ekspresi aneh dari wajah pria tampan di hadapannya.