Mysha tak bosan melihat sekelilingnya ketika berada di ruangan jurnalistik. Dekorasi mading dan artikel-artikel lepas memenuhi dinding ruangan. Klub jurnalistik ini memiliki buletin mereka sendiri, tempat mereka bisa berbagi lewat tulisan yang bebas di tempel di salah satu bagian dinding. Lalu terdapat satu kertas karton besar yang dilapisi plastik tebal tergantung di atas papan tulis. Di permukaan kertas karton tersebut tertulis struktur organisasi klub jurnalistik tahun 2004-2005. Mysha yang berdiri di dekat pintu masuk hendak berusaha membaca struktur tersebut sambil memiring-miringkan kepala ketika Kak Randy menyuruh semua anak-anak untuk memilih kursi dan duduk di tempatnya masing-masing. Mysha baru sadar kalau dari tadi di depan kelas sudah berbaris anggota klub jurnalistik. Mengingat Mysha bersemangat untuk bergabung dengan klub ini, Mysha merasa sedikit malu dengan ketidaksadarannya akan keberadaan para anggota klub tersebut. Dalam hati Ia berharap bahwa orang-orang di SMAnya sekarang tidak akan pernah menyadari betapa cueknya dia.
Beberapa anak, khususnya anak perempuan, agak sulit untuk diatur agar segera duduk. Mereka seperti saling berbisik-bisik dan tersenyum-senyum malu melihat deretan anggota klub jurnalistik. Mysha tidak begitu paham mengapa karena memang Ia berdiri agak di belakang rombongan, membuatnya sedikit kesulitan melihat seluruh anggota klub jurnalistik secara jelas. Akhirnya barisan anak-anak perempuan yang tadinya terbengong-bengong dan saling cekikikan centil itupun duduk. Mereka langsung memilih duduk di barisan paling depan sehingga dua barisan kursi depan dipenuhi oleh para anak-anak perempuan. Mysha tidak terlalu peduli, Ia duduk di kursi yang kosong tanpa pikir panjang dan berebutan. Setelah duduk, Ia kini bisa melihat struktur organisasi klub jurnalistik secara lebih jelas. Di bagian atas struktur tertulis satu nama besar dan jabatannya “KETUA JURNALISTIK: RIO PRASETYO”.
Mysha pun melihat kembali deretan anggota klub jurnalistik yang sekarang secara jelas sambil mendengarkan presentasi mereka. Dalam klub ini terdapat tujuh anggota, tiga diantaranya adalah kelas tiga. Tawa terkikik dan senyum-senyum malu para anak perempuan di kelas orientasi Mysha tadi pun menjadi sangat dipahami ketika mata Mysha menangkap satu senior laki-laki yang sangat ganteng dan menarik berdiri di tengah sambil menjelaskan tentang sejarah klub jurnalistik. Mysha menebak bahwa dialah Rio Prasetyo.
Kakak ganteng dan nampak ramah itu menjelaskan bahwa klub ini dirintis dari pembuatan mading. Dulu, awalnya hanya ada satu mading. Lalu seiring dengan bertambahnya luas sekolah, mading pun bertambah sampai menjadi tiga. Tapi cita-cita utama klub ini adalah penerbitan majalah sekolah yang akhirnya bisa tercapai sejak tahun lalu. Majalah sekolah terbit setiap bulan. Tiap kelas dan ruang guru mendapatkan lima majalah sekolah baru tiap awal bulan secara gratis. Biaya produksi didapat dari penempatan iklan di majalah sekolah, biasanya dipasang oleh klub lain untuk program rekrutmen dan info kompetisi. Kadang ada juga siswa yang iseng memasang iklan mencari jodoh untuk temannya. Tanpa diduga sistem ini efektif dan majalah sekolah dapat diterima dengan baik oleh para penduduk sekolah. Tahun ini majalah sekolah mendapat sponsor dari pihak sekolah dan menjadi satu-satunya majalah sekolah yang resmi sehingga keberlanjutannya pun lebih terjamin.
Pencetus ide utama majalah sekolah ini adalah Kak Rio yang ternyata merupakan senior kelas dua. Dia adalah senior yang berhasil menjadi ketua klub saat masih duduk di kelas satu dan berlanjut sampai sekarang. Dengan kata lain, struktur organisasi yang tadi Mysha baca ternyata memang struktur tahun lalu yang dibuat setelah Kak Rio itu menjabat sebagai ketua dan belum diperbaharui lagi. Seketika Mysha pun sadar, nampaknya Kak Rio inilah sosok yang sangat terkenal dan sering didengar Mysha sepanjang masa orientasi. Saking terkenalnya, sampai-sampai dalam tiga hari ini Mysha bisa mengingat apapun tentangnya walaupun belum pernah bertemu sama sekali dengan yang namanya Kak Rio ini. Kak Rio seperti selebriti di kalangan senior kelas dua dan tiga. Mysha pernah mendengar tentang fisik Kak Rio yang seperti tanpa cela. Rambutnya pendek cepak, kulitnya tidak terlalu putih tapi tidak pula hitam. mungkin sawo matang, tapi sedikit lebih cerah dan bersih. Senyumnya manis dan matanya besar. Meskipun tidak mengikuti klub olahraga, Kak Rio pun dinilai bertubuh ideal dan atletis bagi teman-temannya. Selain itu, Mysha juga mendengar bahwa selain fisiknya yang sempurna dan menarik, Kak Rio juga orang yang ramah, baik, suka menolong, kritis dan aktif, pandai serta berwawasan luas. Tidak heran kalau Ia disukai banyak orang dan selalu disebut-sebut sebagai ketua OSIS selanjutnya.
Kini setelah melihat Kak Rio secara langsung mempresentasikan klub jurnalistik, antusiasme Mysha untuk bergabung pun menciut. Ia tidak ingin berhubungan dengan orang se-populer Kak Rio. Mysha memang terlalu pengecut, hatinya mudah berbedar jika berhubungan dengan orang yang populer. Apalagi populernya yang tanpa cela seperti Kak Rio. Belum pernah bertemu orangnya saja Ia sudah sering mendengar pujian tentangnya entah itu dari senior, sesama teman siswa baru yang pernah ketemu, ataupun dari guru. Sekarang setelah melihat Mysha jadi paham. Bukan hanya prestasinya yang mengagumkan, tampilan fisiknya pun sangat menarik. Bagi Mysha Kak Rio terlalu silau, terlalu banyak perhatian yang tertuju pada senior itu. Entah kenapa hal itu membuat Mysha menjadi enggan berdekatan dengannya. Malah kalau bisa Mysha ingin berada sejauh mungkin dari Kak Rio itu.
Mysha kadang ingin mengutuk dirinya. Perasaan tidak nyaman yang selalu dibilang berlebihan oleh Naira ketika Mysha harus berkomunikasi dengan orang lain itu masih saja sulit diatur. Mysha lebih suka menghindar dari keramaian dan pusat perhatian. Mysha gelisah dengan percakapan tatap muka. Mysha takut melihat reaksi orang lain ketika menyadari betapah tak acuhnya dia yang selalu serba tidak tahu hal-hal populer dan terkini. Mysha beberapa kali sering ditegur Mama untuk lebih perhatian terhadap hal sekitarnya, tapi entah kenapa Mysha selalu saja melakukan kesalahan dalam memilih mana hal yang harus diperhatikan dan mana yang tidak. Hal ini selalu memunculkan masalah dalam obrolan basa-basi sehingga Mysha sangat jarang berperan aktif setiap baru berkenalan dengan orang lain. Ia takut terlihat bodoh dan tidak tahu apa-apa. Mungkin keengganannya masuk Klub Jurnal kali ini karena Ia takut bodoh di hadapan Kak Rio. Mysha rasa Ia takut tidak bisa mengimbangi senior ganteng itu dan bisa-bisa mempermalukan dirinya sendiri kalau sampai nanti mereka berinteraksi.
Jadi begitulah, Ia pun mengubur kembali niatnya untuk bergabung dengan klub jurnalistik. Baginya, terlalu berat untuk membangun komunikasi dengan orang populer sementara dirinya selalu gagal melihat apa yang menarik dari kepopuleran suatu hal.
Meskipun presentasi klub-klub ekstrakulikuler yang Mysha harapkan dapat membangkitkan gairah berorganisasi dan bersosialisasinya tidak berjalan sesuai yang Ia bayangkan, tapi Ia merasa cukup terhibur dengan demo penampilan klub ekstrakulikuler yang diadakan di lapangan utama. Demo tersebut merupakan integrasi penampilan antar klubb, diawali dengan klub teater yang digabung dengan pecinta alam dan skate boarding (Mysha pun merasa takjub mengetahui sekolah ini punya klub khusus untuk komunitas pecinta skateboard). Setelah satu adegan usai, ketiga klub tersebut menyingkir dan dilanjutkan dengan penampilan dari modern dance dan diiringi dengan atraksi gaya bebas dari klub basket, futsal, voli dan karate. Salah satu anggota karate menampilkan koreografi tendangan berputar dan semua siswa baru pun bertepuk tangan penuh semangat. Klub musik pun melanjutkan sekaligus mengakhiri demo penampilan klub ekstrakulikuler diikuti dengan para anggota OSIS yang berderet rapi. Dengan diiringi Kak Dania selaku ketua OSIS memberikan beberapa pesan sekaligus resmi menutup kegiatan masa orientasi SMA Bhakti Budaya periode 2005-2006.
Mysha tersenyum melihat deretan anggota OSIS dan pengurus masa orientasi. Dalam hati Ia merasa dilematis. Ingin sekali rasanya memiliki pengalaman mengurusi acara yang sangat menarik seperti masa orientasi ini, tapi Mysha juga takut untuk berkomitmen dan nantinya malah terbebani karena tidak mampu menjalankan komitmen tersebut. Mysha menyesali ketidakberaniannya dan keegoisannya untuk selalu memilih “jalan aman”. Meskipun pada akhirnya Ia memutuskan tidak bergabung dalam klub apapun, Mysha masih berharap adanya warna-warni masa SMA yang bisa Ia kenang terus sepanjang hidupnya.