“Ada hal yang ngebuat kita jauh. Dan kamu gak perlu tahu.” Rangga memotong ucapan Jean dan menatap ke arahnya.
“Cukup tahu, kalo kakak sayang kamu pake banget.”
Jean menghela napasnya lelah dan melanjutkan kegiatan makannya.
~
“Kakak jangan kekanakan banget deh!” Ujar Jean kesal. Bagaimana tidak kesal, ia tengah sibuk mengerjakan tugas dan Rangga tengah merajuk tak jelas padanya.
“...”
“Aku kan udah ijin sama Dias, pak Aryanto, tadi sore aku kan udah bilang sama kakak juga!” Jean menarik napasnya, mengumpulkan kesabarannya.
“...”
Jean mematikan sambungan teleponnya dengan Rangga. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak diganggu oleh Rangga yang kemungkinan besar akan menelponnya lagi.
~
Jean menghentikan gerakan tangannya di atas keyboard, saat mendengar keributan dari arah luar. Ia menjulurkan kepalanya mencoba menatap ke arah luar.
“Biasa drama bucin.” Ujar Anton yang baru saja masuk ke dalam ruangan dengan segelas kopi hangat di tangan kanannya.
“Gak usah di depan umum juga kali.” Balas Yani dengan mata yang masih fokus pada layar laptop. Sebenarnya ini bukan sekali dua kali ada kejadian semacam ini di depan toko.
“Kurang perhatian kali.” Jawab Anton.
Tanpa sadar Jean menghela napasnya pelan. Ia jadi teringat dengan pertengkaran kecilnya dengan Rangga kemarin. Beruntung Rangga selalu mencoba membicarakannya dengan baik-baik, karena Jean tahu jika dirinya selalui tersulut emosi lebih dulu.
~
“Jean! Itu ada yang nyari di depan!” Jean yang tengah melipat mukena menatap ke arah Yani, mengangkat kedua alisnya seolah sebtanya siapa. Yani mengangkat kedua bahunya sebelum pergi dari hadapan Jean.
Jean meletakkan kembali mukena yang sempat ia kenakan ke dalam tas ransel miliknya. Ia kemudian beranjak menuju keluar toko nampak seorang rpia tengah bersandar pada motornya, melihat punggungnya saja Jean sudah bisa menerka ini siapa.
“Ada apa kak?”
Rangga membalikkan tubuhnya dan tersenyum ke arah Jean. “Udah makan belum?”
Jean menggelengkan kepalanya. “Emang barang-barang udah selesai dikirim ke panggung?”
“Makan bareng yuk!” Rangga meraih tangan Jean dan menariknya.
Jean menahan dirinya. “Kak! Gak baik kalo kakak ke sini dan mengabaikan tanggung jawab kakak di sana.”
Rangga menghadap ke arah Jean. “Lagian ini jam makan siang. Udah ah! Jangan kebanyakan mikir!”
Rangga menarik paksa Jean untuk mengikuti langkahnya lagi. Dan Jean memilih pasrah saja daripada ia harus mengulur waktu dan membiarkan Rangga terus memaksanya sedangkan ia memiliki tanggung jawab di lain tempat.
“Bu, nasi kuningnya dua dimakan di sini.” Rangga mendudukkan dirinya di kursi panjang setelah memesan.
“Gak nanya aku dulu?”
“Udahlah jangan rewel.”
“Idih...” Jean mendudukkan dirinya di samping Rangga.
Sambil menunggu pesanan mereka jadi, Rangga mengeluarkan ponselnya dan langsung mmebuka aplikasi pesan yang langsung di banjiri banyaknya pesan yang masuk. Jean melirik Rangga.
“Logistik udah semuanya dipindahin?”
“Belum semua, terutama yang anak musik.” Jawab Rangga tanpa mengalihkan tatapannya.
“Tapi, semua yang kita butuhin udah lengkapkan?”
“Iya.”
“Ini pesenannya.” Rangga memasukkan kembali ponselnya dan langsung makanannya. Jean hanya tersenyum melihat Rangga yang begitu kelaparan.
“Harusnya kakak gak usah ke sini. Lumayan jauh juga dari panggung.”
“Terus?”
“Kakak kan jadi kelaperan.” Jean menyuapkan nasi kuning ke dalam mulutnya.
“Tenaga kakak tuh udah kekuras abis karena udah ngangkat barang-barang.” Balas Rangga dengan mulut penuh makanan.
“Ih, telen dulu! Tuh kan pada keluar, jorok!” Jean beringsut menjauhi Rangga.
Rangga terkekeh pelan sebelum fokus pada makanannya.
~
Oleh Luthfita A.S