“Jean, kamu mau kemana?” Rangga berhenti berjalan dan menatap Jean.
“Pulang.” Jawab Jean sambil terus berjalan.
Rangga menghentikan Jean dengan memegang tangannya. “Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”
“Apa lagi?” ucap Jean dengan kesal dan menghadap pada Rangga.
“Anterin aku ke…” bisik Rangga pada Jean. Jean mengerungkan dahinya, ia tidak bisa mendengar apa yang diucapkan Rangga.
“Ngomong apa sih?” kesal Jean. “Kalo ngomong yang jelas. J E L A S.”
Rangga menghela nafasnya. Ia kembali berbisik pada Jean dengan suara agak keras dari tadi.
“Ya ampun. Masa lo gak tahu?” Ucap Jean agak berteriak.
“Pelan-pelan ngomongnya. Malu-maluin aja.” Jean menutup mulutnya dan melihat sekitarnya.
“Ya udah mana kunci motornya?” tagih Jean.
“Aku yang nyupirin, kamu yang nunjukin arahnya.”
“Enak di lo. Pokoknya gue yang nyupirin. Titik.”
“Ya udah kakak ambil jaket kakak dulu di dalam. Jangan kabur lo. Awas!”
“Tenang. Gue tunggu sambil jalan.” Rangga menatap Jean tajam. “Becanda.”
Rangga masuk ke dalam gedung sedangkan Jean menunggu Rangga di luar gedung. Sambil menunggu Rangga, Jean mengeluarkan buku kuliahnya.
>>>>><<<<<
Rangga masuk kembali ke ruang latihan dan langsung menuju tempat duduknya tadi bersama Jean. Ketika ia menghampiri tempat itu, matanya tak melihat jaketnya disana. Rangga memutar tubuhnya menatap seluruh ruangan. Hanya tinggal beberapa orang yang berada di ruangan. Rangga menghampiri mereka dan menanyakan tentang jaketnya.
Rangga menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, ia lupa dimana menyimpan jaketnya tadi. Rangga pergi dari ruang latihan itu dan menusuri setiap tempat yang ia lewati tadi. Ia semakin resah ketika ia ingat jika kunci motornya ada didalam saku jaket miliknya.
Rangga menghela napasnya setelah ia tidak menemukan jaket miliknya. Ia kembali kepada Jean karena hari sudah terlalu sore.
Jean menatap Rangga yang menyandar lemas pada dinding. “Katanya mau bawa jaket.”
“Gak ketemu.” Jawab Rangga sambil meremas kepalanya.
“Masa sih?” Jean menutup bukunya dan menarik tasnya. Jean meraba-raba sesuatu yang menggantung di tasnya. Itu jaket milik Rangga. “Ini jaket kakak, bukan?”
Rangga mengangkat kepalanya dan langsung menatap jaket yang tergantung ditas Jean. “Ih nyapein aja.”
Rangga langsung menarik jaketnya dari tas Jean. “Maaf, kak. Tadi aku lupa kalo udah bawain jaket kakak.”
Jean tersenyum. Rangga memalingkan pandangannya dari Jean dan segera memakai jaket miliknya.
“Ya udah, ayo.”
“Kak, besok aja. Keburu malem.” Jean mengambil jeda. “Gimana kalo besok pagi?”
Rangga berpikir sejenak. “Aku usahain.” Bujuk Jean.
“Tumben kamu ngebujuk aku?” ucap Rangga. “Aku juga usahain bangun pagi.”
“Kenapa aku tiba-tiba nyesel banget, ya?” tanya Jean sambil menatap Rangga kesal. Rangga tertawa kecil dan kemudian berjalan menuju pelataran parkir gedung.
Jean membenarkan tasnya dan segera pergi dari gedung.
>>>>><<<<<
Jean menepati janjinya untuk mengantar Rangga menuju tempat yang dimaksud Rangga kemarin. Sebuah tempat hiburan keluarga yang sudah ramai pengunjung meski baru dibuka dua tahun yang lalu.
Jean mengikuti Rangga yang mencari pak Rian ke ruang sana ke ruang sini. Tempat itu belum dibuka, tapi karena Rangga memiliki izin dari pak Rian selaku pengurus tempat itu Rangga bisa dengan leluasa menelusuri tempat itu.
“Kak, kita mau kemana, sih? Celentang celentung, kayak orang linglung.” Kesal Jean yang dari tadi mengikuti Rangga yang belum menemukan pak Rian di manapun.
~
Oleh Luthfita A.S.