Rangga duduk dan terus menatap Jean yang sedari tadi terus berlatih. Rangga meraih air minum dan duduk sejenak. Ia kelelahan berlatih dan membenarkan dialog dan gerakan Jean yang seenaknya. Rangga melihat jam tangannya, sudah hampir sore. Ia meletakkan minumannya dan kembali berdiri.
“Kita coba dari awal.”
“Nanti dulu deh, kak. Aku cape.” Jean menghapus keringat di dahinya dengan ujung lengan bajunya.
“Ya udah minum dulu sana.” Ucap Rangga sambil melalukan beberapa adegan di dalam drama. Jean duduk di tepi. Ia mengambil botol air mineralnya sambil menatap Rangga.
Jean mengerutkan dahinya. Ia melihat botol air mineralnya yang terasa ringan. “Yah gimana mau minum, airnya cuma setetes.”
Rangga hanya tersenyum tanpa melihat pada Jean dan terus berlatih. Jean berdiri dan pergi mengambil tasnya di ruang latihan.
“Rangga.” Panggil seseorang. Rangga berhenti berlatih dan membalikkan tubuhnya kepada orang itu. “Rangga perkenalkan ini pak Rian.”
“Rangga.” Rangga menjulurkan tangannya.
“Rian.” Orang itu membalas uluran tangan Rangga.
“Pak Rian ingin mengetahui seberapa siap kita untuk pentas nanti dan ada beberapa yang ingin beliau bicarakan.” Rangga mengangguk. “Saya tinggal dulu. Permisi, pak.”
Pak Agam pergi dan meninggalkan mereka di sana. Jean berpapasan dengan pak Agam dan tersenyum serta mengangguk kecil kepada pak Agam.
Jean menghentikan langkahnya ketika melihat Rangga sedang mengobrol dengan seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Jean berjalan mundur dan bersandar pada dinding sambil menghapus keringatnya dan meminum air minumnya.
>>>>><<<<<
Jean mengeluarkan handphone dan sebuah permen untuk menghilangkan rasa bosannya karena menunggu Rangga yang tak henti-hentinya mengobrol dan ia yakin jika mereka sudah menyelewengkan topik pembicaraan mereka. Ia tahu itu dari semua tawa mereka yang kadang-kadang keluar dari mulut mereka.
Jean menghela nafasnya. Ia menambah bosan karena tidak ada yang menarik dari semua aplikasi yang ada dihandphonenya. Jean menyandarkan kepalanya pada dinding dan melamun. Selama beberapa saat ia terus seperti itu, hingga permen di mulutnya habis. Jean membuka kembali tasnya dan mencari sebuah permen. Pada saat yang bersamaan handphone Jean berbunyi. Jean membiarkan handphonenya sampai ia menemukan permen dari tasnya.
‘Hai Jean’ sebuah pesan dari Dion. Jean terlamun sejenak sambil membuka bungkus permen.
‘Hai.’ Balas Jean setelah memasukkan permen ke dalam mulutnya.
‘Kau sedang apa?’ Jean kebingungan. Selama ini Dion belum pernah bertanya seperti itu.
‘Menunggu.’
‘Menunggu apa?’
‘Nunggu kak Rangga selesai ngobrol.’
‘Oh.’
‘Udah? Gitu doang?’
‘Maaf Jean. Tadi yang megang handphhone bukan aku tapi Andi. Maaf, ya. Maaf.’
‘Pantesan beda.’
‘Iya, maaf ya.’
‘Gak pa pa’
Jean menyimpan handphonenya ke dalam tasnya kembali. Ia melihat jika Rangga berjalan menuju arahnya. Jean segera berdiri dan menyispkan senyuman kecil untuk menyambut mereka.
“Pak, perkenalkan ini Jean.” Jean membalas jabatan tangan orang itu.
“Jean ini pak Rian.”
Jean tersenyum kecil pada pak Rian. “Dia salah satu pemain teater?”
“Iya, pak.”
Pak Rian menunjuk Jean dan Rangga bergantian. “Pacaran?”
“Bukan.”
“Iya.” Ucap Rangga beriringan dengan Jean.
“Mana yang benar.”
“Eu…” Rangga melirik Jean yang terus menggeleng padanya. “Iya, pak.”
“O… cinlok.” Jean membalingkan pandangannya dari Rangga. “Ya sudah bapak pulang dulu besok pagi kita ketemu di sana, ya.”
“Biar saya antar bapa sampai keluar.”
“Terima kasih.” Rangga menggangguk dan mengantar pak Rian. Jean tetap membalingkan pandangannya dari Rangga tanpa meliriknya sedikit pun.
>>>>><<<<<
Oleh Luthfita A.S.
Ps : Ada yang nyadar eps. 22 gak ada?