Semua anggota teater sibuk membaca naskah yang tiba-tiba di ganti. Mereka mencoba menghafal naskah itu lebih cepat karena jangka waktu pementasan hanya tinggal enam hari lagi. Beberapa di antara mereka membuat kelompok-kelompok sesuai dengan peran mereka di dalam pementasan nanti. Ruangan terdengar sangat berisik dengan anggota-anggota yang tidak siap untuk pementasan.
Jean berhenti membaca, ia tidak bisa menghafal dengan benar jika suasana berisik seperti itu. Ia melipatkan kedua tangannya dan bersandar pada dinding. Dias berjalan melewatinya, ia berdiri di samping Rangga sambil berpura-pura membaca naskah. Jean membalingkan pandangannya. Rangga melirik mereka berdua. Ia tersenyum dan kembali membaca naskah.
Jean bergeser agak jauh dari Rangga. Tiba-tiba ia merasa semakin malas ketika melihat Dias datang. Jean hanya sesekali melihat naskah itu sekilas.
'Kenapa harus drama musikal? Nambah gue kesel aja. Udah tinggal enam hari, belum lagi latihan drama. Baju, aksesoris panggung, musik. Ini yang ngajuin gila kali, ya? Euh………nafsu banget gue. Hah panas lagi.' Ujar Jean dalam hati.
Jean mengibas-ngibaskan naskahnya. Seseorang menyikut lengannya. Jean melihat ke sampingnya. Ia menghembuskan nafasnya. Rangga sudah berada di sampingnya kembali.
'Ni anak…… bikin gue nafsu aja. Lama-lama orang-orang nyangka yang aneh-aneh. Sebenernya dia tu modus atau beneran, sih? Dasar gak jelas.'
“Perhatian semuanya!” Panggil pembina teater. Semua anggota teater memusatkan perhatiannya kepada pembina. “Hari ini kita adakan rapat dadakan di sini. Harap semuanya membagi ruang agar semua orang bisa mendengarnya.”
Semua anggota menyingkir ketepian ruangan dan membiarkan tengah ruangan itu kosong. Jean ikut menepi dan duduk seperti yang lainnya. Rangga tetap berada di samping Jean.
“Panggilan kepada saudara Rangga,” Rangga menurunkan naskah dramanya. Ia berdiri tetapi sebelum ia berdiri dan pergi, ia mencubit lengan Jean. Jean segera membalasnya dengan memukul pelan betis Rangga. Rangga berbalik dan tertawa kecil kepada Jean. Jean membalingkan pandangannya.
Jean terlamun sejenak. Ia tertahan ketika melihat sepasang bola mata itu. Jean mengembalikan pandangannya dari orang itu. Mereka tidak sengaja saling bertatapan. Jean menggeser duduknya, memberi jarak antara dirinya dan Dion yang tiba-tiba berada di sampingnya. Dion tidak berkata apapun, ia hanya mendehem beberapa kali sambil melihat ke depan.
“Baik semuanya.” Pembina menepukkan tangannya dan semua orang melihat kepadanya. “Pusatkan perhatian kalian.”
“Di tangan kalian sudah ada naskah drama yang baru. Dan kalian juga tahu jika kita harus menampilkan drama musikal yang benar-benar sudah sangat lama tidak kita tampilkan. Dan kita sedang beruntung karena Rangga sedang ada di sini dan dia akan membantu kita dalam melakukan persiapan drama musikal yang tinggal beberapa hari lagi.”
‘What?’ bisik Jean.
“Ya, semua ini memang benar-benar dadakan. Karena saya juga baru membaca naskahnya tadi dan sama sekali tidak melakukan persiapan apapun. Dan saya harap semuanya bisa bekerja sama dengan baik dan semaksimal mungkin karena tadi saya sempat berbincang dengan pak Agam di belakang. Dan saya juga baru kembali lagi dari luar kota.” Ucap Rangga panjang lebar.
‘Hah, seperti masa lalu. Kak Rangga selalu ngomong panjang lebar and gak ngerti keadaan. Inikan lagi kepepet.’ Batin Jean yang malas mendengarkan ucapan Rangga.
“…Saya mohon kepada setiap perwakilan dari semua regu-regu dalam teater ini berkumpul dan rapat kecil agar pengerjaannya lebih cepat.”
Beberapa orang berdiri dan menghampiri Rangga. Jean memalingkan pandangannya dengan malas. Dion menatap Jean dengan lembut dan ia tersenyum kecil pada Jean. Jean membalikkan pandangannya ke samping lainnya.