Patah-patah Jean menatap orang itu. “Hei.”
“Ahem. Kok serek, ya?” Goda teman Dion. Dion menatap temannya dan tersenyum.
“O…. kalian PDKT-an?” Imbuh Nisa sambil meletakkan bukunya. “Wah, kak Rangga-“
“Siapa Rangga?” Potong teman Dion.
“Kakak gue. Kenapa?”
“Gak,” Orang itu melihat pada Dion.
“Dah lama?” Nisa menatap Dion. Dion menggelengkan kepalanya. “Bibir lo kayak bebek, PDKT-an sama ikan,” Sindir Nisa pada Jean.
“Siapa juga yang PDKT-an,” Jean mengeluarkan ponselnya yang berdering.
“Halo?”
‘…’
‘Oh, iya.’
Tiba-tiba wajah Jean berubah menjadi cemas sambil sibuk menatap sekitarnya.
‘Ih, dimana?’
‘…’
‘Ah.’ Keluh Jean. Jean menghela nafasnya dan menyandarkan punggungnya ‘Bye.’
“Kenapa lo?” tanya Nisa.
“Liat aja ke belakang lo.” Jawab Jean sambil membereskan barangnya. Nisa membalikkan tubuhnya.
“Happy moon, Nis,” Ucap Anwar. Nisa segera membalikkan tubuhnya kembali dan memperlihatkan wajah tidak ramah kepada Anwar.
“Gue duluan, ya?”
Jean berdiri dari duduknya. Ia mengangkat buku-bukunya. Saat Jean hendak mendorong kursinya ke belakang dan memberi ruang untuk dirinya keluar, salah satu bukunya terlepas dari tangannya. Dengan sigap Dion menangkap buku itu dan melihat buku itu sejenak sebelum ia berikan kembali pada Jean. Jean tersenyum kecil pada Dion.
“Thanks.”
Dion mengangguk dan tersenyum pada Jean. Jean tersenyum singkat pada Dion sebelum ia pergi dari kantin.
Dion menundukkan kepalanya dan menatap kosong ke arah meja. Temannya menyikut dirinya dan berbisik padanya.
“Kayaknya lo beneran keduluan, deh. Gue juga gak nyangka tu anak punya cowok,” Dion menatap temannya dan kembali menunduk. Ia mengingat kembali kejadian kemarin sore. “Susul, yuk?”
“Hah?”
“Kita mata-matain.”
“No.”
“Lo itu gimana, sih?”
“Lay it all on me.”
“Ya udah. Terserah lo.”
>>>>><<<<<
Jean berjalan menuju kelasnya. Ia segera meletakkan buku-bukunya dan berlari kecil menuju pintu lalu menutupnya. Di dalam kelas belum ada siapa-siapa kecuali dirinya sendiri. Ia mengeluarkan kembali surat itu dari saku celananya dan melanjutkan membacanya.
Jean bukannya aku ngelarang keras kamu buat temenan sama Dion. Tapi, aku berpikir kalo kamu akan kesulitan nantinya. Aku mengatakan itu karena aku pernah berteman cukup lama dengannya. Dion memang anak baik, bahkan terlalu baik. Hanya saja, ia memiliki sesuatu yang membuat pertemanan kami sering terguncang.
Tapi, aku juga tidak tahu apa kamu sanggup atau tidak.
Intinya aku gak terlalu suka kalo kamu deket-deket sama Dion karena sebenarnya aku cemburu. Jangan marah dulu. Aku tahu kita emang gak punya hubungan lebih dari teman. Tapi, kamu juga tahu kan?
Sesuatu datang saat aku kembali melihatmu lagi. Kau ingatkan hari itu?
Jean melipat kembali surat itu dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik sebuah pesan untuk Rangga mengenai isi surat itu.
‘Kak lebay banget.’
‘Mananya sih yang lebay?’
‘Ya, semuanya.’
‘Kakak kan punya harapan ke kamu.’
‘Hah ngomong ini lagi.’
‘Kakak serius, nih. Kakak belum dapet kerja. Cape banget, Te.’
‘Ya terus?’
‘Pengen disejukin sama kamu.’
‘Hah?’
‘Ketemuan lagi yuk.’
‘Gak ah. Siang ini aku kerja. Sorenya aku ke gedung.’
‘Hah. Kalo gitu aku minta jadwal kerja kamu, deh. Biar jadwal kita tetep.’
‘Hi… ngapain.’
‘Maaf, kakak lagi banyak ngayal mungkin pengaruh kepanasan sama cape. Bener-bener cape, Te.’
~
Oleh Luthfita