Kedua wanita itu langsung masuk ke dalam kafe dan mencoba mengontrol nafas mereka yang masih tersengkal-sengkal karena berlari untuk menghindari hujan. Salah satu dari mereka duduk pada salah satu kursi di dekat pintu. Ia segera menyandar pada punggung kursi dan menyekat keringat yang hanya sebutir di wajahnya.
“Ih loe bikin malu gue aja,” Ucap Gina.
“Dari pada kita kehujanan,” Balas Nisa sambil menegakkan tubuhnya.
“Tapi kan gak bakalan malu segininya,” Balas Gina kesal.
“Udah-udah gue pesenin kopi deh.”
Nisa berjalan pergi untuk memesan kopi. Sedangkan Gina duduk santai dan mencoba menenangkan dirinya.
“Mbak mau pesen apa?” Tanya pelayan.
“Dua cangkir kop-” Nisa melihat orang yang baru saja melewatinya hingga orang itu duduk.
“Em, mbak mau pesan apa?” Tanya pelayan itu setelah beberapa saat menunggu.
“Eh, maaf mbak. Saya lupa lagi mau mesen apa. Saya tanya temen saya dulu,” Nisa segera bergegas kembali kepada Gina.
“Mana kopinya?” tagih Gina yang sudah tidak sabar.
“Si Jean ketemuan,” Nisa heboh.
“Kapan lo stop ngayal?” Keluh Gina.
“Ih lo gak percayaan banget sih,” Nisa menghampiri Gina dan duduk di sampingnya.
“Itu, tu,” Nisa mengarahkan penglihatan Gina pada seseorang. “Keliatan, kan?”
“Ah, gak ada juga.”
“Tu cowok kakak gue. Kak Rangga.”
“Ah, yang bener lo.”
“Ih, yuk kita samperin.”
>>>>><<<<<
Rangga kembali dengan dua gelas minuman di tanggannya. Ia meletakkan gelas itu di atas meja dan duduk.
“Jean kamu gak pa-pa, kan?” Jean tidak berkutik. “Jean?”
“Gak pa-pa kok, kak,” Jawab Jean tanpa mengubah posisinya.
“Nih, minumnya,” Rangga menggeser segelas minuman dan menyimpannya di dekat Jean.
“Iya, kak. Nanti,”
“Kamu kenapa, sih?” Rangga masih penasaran. Jean tidak menjawab.
“Pusing?” Jean menggelengkan kepalanya.
“Dia malu kali sama kita,” Ujar Nisa yang langsung meraih segelas minuman milik Rangga.
“Eh, ngapain? Itu minuman gue.”
“Haus, kak. Habis lari tadi,” Jean mengangkat kepalanya.
“Ih, lo gak ngajak-ngajak,” Rajuk Gina.
“Udah, gue pusing ngeliat lo berdua,” Jean membalingkan tatapannya keluar kafe.
“Cie yang gak mau diganggu,” Ujar Nisa. Rangga hanya tersenyum sambil melihat Jean di hadapannya.
“Baru jadian, ya?”
“Hadiahnya buat kita mana?” Gina duduk di samping Jean.
“Udah, Jeannya kesel banget tuh,” Ujar Rangga.
“Kita kan cuma becanda, kak,” Nisa duduk di samping Rangga.
“Ngapain sih berduaan di sini?”
“Cuma ngobrol biasa, kok.”
“Ah, ada tanda tanya nih.”
“Kita cuma makan-makan aja kok. Buat ngerayain…”
“Oh, iya! Happy brith day kakakku sayang,” Potong Nisa.
“Ngasih apa lo?” Gina menepuk lengan Jean.
“Inget juga enggak,” Rangga menyandarkan punggungnya.
“Kalian marahan, ya?” Tebak Nisa.
“Bukannya dari tadi dia emang badmood, ya?” Gina menatap Nisa.
“Eh, iya. Kenapa sih?” Nisa menatap Jean.
“Kayaknya mau reda, nih,” Jean membereskan barangnya. “Gue pulang duluan ya, bye.”
“Ih, lo ngehindar melulu,” Ucap Gina agak berteriak. Jean tidak menghiraukan ucapan Gina dan terus berjalan menuju pintu kafe. Tetapi sebelum Jean sempat memegang gagang pintu hujan kembali turun dengan lebat.
“Yes, doa gue dikabulin,” Ujar Nisa. Jean melirik ke arah Nisa. Nisa mengayun-ayunkan tangannya, mengisyaratkan agar Jean kembali. Jean menghela nafasnya sebelum kembali duduk dengan mereka.
~
Oleh Luthfita