“Kamu nangis?”
“Kakak mau move on, kan?” Rangga tidak menjawab. “Lalu aku?”
“Kasih aku waktu. Dan jangan paksa aku kayak gini.”
“Udah, bersihin dulu tuh muka.” Rangga menyodorkan tissu pada Jean.
“Ih, susah tahu dapat momen aku ngomong kayak gini!” gerutu Jean. Rangga tersenyum kecil.
“Tadi aku ngak inget kalo yang ngomong kayak gitu kamu. Jean yang aku kenal orangnya jutek, nyebelin, bukan lemah lembut kayak tadi,” Jean menghapus air mata di ujung matanya sambil tertawa kecil mendengar ucapan Rangga.
“Kenapa sekarang?” Rangga menghela nafasnya.
“Kemarin kakak ngomongnya ‘lo gue’, sekarang ‘aku kamu’, apa besok ‘saya Anda’?”
“Ih kirain apa?” ucap Rangga sambil tersenyum. Jean kembali tertawa kecil.
“Ayo cepet makan.”
“Kakak gak mesen?” Jean menatap sepiring makanan di hadapannya.
“Acie perhatian,” Goda Rangga.
“Ih, kak. Aku cuma gak enak aja sama kakak.”
“Sepiring berdua?”
“Ih gak mau,” Ucap Jean langsung menyendok makanannya.
“Apa?” Jean mulai risih setelah melihat Rangga yang terus menatapnya penuh harapan.
“Hari ini…” Pancing Rangga.
“Biasa yang ngomong gitu pegen diucapin…” Jean meletakkan sendoknya. Rangga terlihat sangat berharap. “Males, ah.”
“Ih, Jean,” Rangga cemberut.
“Iya kak, iya. Happy Brithday yang ke dua puluh…” Jean agak berpikir.
“Ih, masa kamu lupa.”
“Dua puluh satu, kan?”
Rangga memukul meja agak keras. “Dua puluh dua.”
“Maaf, kak. Aku lupa,” Rangga beralih melihat keluar kafe. “Kak jangan gitu dong. Kakak mau apa kalo gitu?”
“Kamu yakin?” Jean terdiam. “Aku anggap itu iya. Sebenernya aku ingin sesuatu tapi kayaknya kamu gak mampu, deh.”
“Memangnya apa, kak?”
“Kakak gak mau bertengkar sama kamu lagi, oke? Jadi lupain aja. Em…apa ya?” Rangga berpikir. Jean mengangkat sendok makannya kembali. “Gimana kalo…. STM?”
Jean mengerutkan dahinya sejenak. “Gak, ih. Aku gak mau.”
“Tapi kamu mampukan? Ayolah,” Bujuk Rangga.
“Udah temenan aja,” Jean menyuap makanannya.
“Em… oke tapi bukan temenan biasa,” Rangga agak berpikir.
“Maksud kakak?” Jean mengunyah makanannya.
“Ada aja deh,” Rangga menyandar pada punggung kursi.
“Em… aku tebak. Ada acara…”
“TTMnya pake jangka waktu.”
“Hah? Kok jadi TTM, sih? Dikontrak lagi. Nyesel gue ngomong kayak gitu,” Jean cemberut dan menatap ke arah luar kafe.
“Pesen minum dulu, ya? Jangan cemberut kayak gitu dong, gak cantik tau,” Rangga berdiri dari duduknya.
“Biarin.” Balas Jean agak berbisik. Rangga beranjak untuk memesan minuman.
Jean memerhatikan sekitar kafe. Langit mulai mendung. Orang-orang mempercepat langkah kakinya dan mencari tempat teduh sebelum air hujan membasahi tubuh mereka. Dan ada juga yang tenang berjalan tanpa
menghiraukan langit yang sudah kelabu.
Di antara keramaian itu ada dua orang wanita yang kocar-kacir mencari tempat berteduh. Jean tersenyum kecil melihat hal itu. Tapi senyumnya segera terganti dengan rasa khawatir. Ia langsung menundukkan kepala. Karena terburu-buru, kepala Jean malah terbentur pada meja. Tetapi, Jean tidak menghiraukan sakit akibat benturan itu ia tetap menundukkan kepalanya.
~
Oleh Luthfita