17
Dua hari berlalu dan semuanya masih sama, sama tidak jelasnya. Elios sama sekali tak menghubungiku, kami juga tak pernah berpapasan di secara tak sengaja di sekolah. Aku khawatir ia kembali jatuh sakit bukannya menghindariku. Maka dari itu jam istirahat kedua kali ini aku memutuskan untuk menemui teman sekelasnya, menanyakan apakah ia masuk atau tidak, karena mulai minggu ini diberlakukan sistem moving class maka aku tak bisa hanya dengan mengunjungi ruang kelasnya.
"Hei, Thia!" panggil Kenand membuatku otomatis berhenti dan menoleh ke belakang.
"Kenapa sih?"
"Mau kemana?"
"Nyari anu," jawabku lirih sembari lanjut berjalan, Kenand mengikuti sedikit di belakangku.
"Anu apa panu?"
"Panu mah nggak perlu dicari udah keliatan banyak, di punggungmu."
"Kemana sih? Beli teh aja yuk di koperasi."
"Beli teh di kantin aja sana, ngapain ke koperasi." Sebenarnya aku tau kenapa Kenand lebih suka jajan ke koperasi daripada ke kantin.
Setelah berputar dan tidak juga menemukan demigod-ku itu aku dengan berpura-pura mengalah pada Kenand.
"Buruan beli tehnya, aku mau kesana sebentar," pamitku dan berbelok ke arah kanan sementara Kenand ke kiri. Aku hanya jalan berputar, melihat ke kanan dan ke kiri mencarinya yang tak juga terlihat dimanapun hingga aku tiba di depan pintu ruang koperasi dimana Kenand tengah bercengkerama dengan beberapa kakak kelas kami - teman sekelas Kak Mimin. Ketimbang menyusul ke dalam aku memilih untuk menunggu di koridor.
"Nyariin Elios?" tanya Kak Rosa, kakel dua tingkat yang juga kakelku di Sekolah Dasar. Memangnya kalau aku disini pasti mencarinya ya sampai-sampai disangka begitu? Padahal memang benar sih.
"Nggak kok, itu nungguin Kenand," jawabku setengah berbohong.
"Bagus kalau nggak nyari." Ia mendekatiku dan berbisik, "jangan dicari juga, soalnya Elios lagi selingkuh."
.
Apa yang dikatakan Kak Rosa menggangguku jelas, meski belum terbukti kebenarannya namun hal itu sukses membuatku susah berkonsentrasi selama jam palajaran berikutnya. Ini benar-benar menggangguku, seberapapun aku ingin mengesampingknanya ia tetap tak mau beranjak sedikitpun dari pikiranku.
Aku benci saat seperti ini, saat sekolahku terganggu oleh hal yang tak semestinya, benar-benar merugikan bukan?
Disaat seperti ini bisa-bisanya aku melempar pandangku ke luar jendela dan mendapati demigod-ku di gedung sebelah, berjalan keluar dari ruang perpustakaan dengan setumpuk buku tebal pada dekapannya. Orang itu, tadi kucari-cari tidak ada, sekarang saat jam pelajaran justru muncul berkeliaran diluar. Tunggu, jangan-jangan hanya halusinasiku saja, karena saat ini ia terlihat sangat tampan, sedikit lebih tampan dari biasanya.
"Nand, Nand," aku menyenggol Kenand dengan penggaris plastik di tanganku.
"Hm?" Kenand masih fokus pada apa yang tertampil pada layar proyektor.
"Itu bener Kak Elios bukan sih?" tanyaku dengan berbisik sangat lirih.
"Mana? Bukan lah, itu kan Robert Hooke," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
Ah! Orang ini sedang tidak dapat diganggu.
Frustasi dengan Kenand, aku kembali melihat ke luar jendela. Ia berjalan lambat sekali, ah mungkin karena buku yang dibawanya...
Pantas saja!
Rupanya sedari tadi ia berjalan bersama Kak Laras sambil ngobrol, tak heran kalau kecepatan berjalannya lebih rendah dari kura-kura. Tadi Kak Laras tertutup pilar tembok jembatan penghubung kedua gedung dan baru sekarang terlihat setelah melewatinya. Kurasa Elios tak sedih kami saling diam. Karena ada Kak Laras yang sanggup membuatnya lebih bahagia?
***