6
"Oh itu yang namanya Athia..."
"Jadi itu toh pacarnya Elios."
"Katanya mereka pacaran udah lama ya?"
"Cocok nggak sih?"
"Lah kirain Elios sama Kak Laras."
Aku dengar, aku dengar! Jeritku dalam hati.
Mereka membicarakanku dengan suara cukup nyaring, sementara yang mereka bicarakan berada hanya satu meter dari mereka.
"Udah, nggak usah didengerin, ayo lanjut makan aja," bisik Kenand seolah dapat membaca isi pikiranku.
Aku mengangguk dan kembali menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutku.
Kini aku bertanya-tanya, sebegitu populernya kah Elios disini? Dan tak pantaskah aku bersamanya?
Usai menyelesaikan makan siang kami secara kilat kami segera berpindah ke tempat yang lebih nyaman dan juga menyediakan makanan untuk mengisi perut kami yang belum juga merasa puas usai diisi sepiring nasi goreng.
Entah mengapa aku dan Kenand menjadi dekat begitu saja, bahkan kami hampir selalu berdua kemana-mana.
Di koperasi kami bertemu dengan Kak Mimin yang tengah sibuk mengaduk-aduk mi instan dalam cup-nya.
"Eh, sudah berani sampai sini kalian?"
"Loh, emangnya kenapa nggak berani?" tanya Kenand polos.
"Ini areanya anak kelas sebelas dua belas, biasanya anak kelas sepuluh berkeliarannya di kantin bawah aja, nggak sampai sini," ujarnya.
Aku mengangguk-angguk mengerti, kalau begitu lebih baiknya lain kali aku dan Kenand tidak lagi kesini saja lah, tunggu tahun depan baru jajan disini.
"Berani lah, kan pacarnya anak kelas sebelas ama dua belas." Aku menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang siswi perempuan yang belum pernah kulihat sebelumnya di ruangan. Ia menatap kami - lebih tepatnya aku - dengan pandangan sinis.
Segera kubayar keripik kentang di tanganku dan keluar dari ruangan koperasi diikuti oleh Kenand di belakangku.
Memang hanya ucapan seperti itu, tapi sungguh sangat menggangguku. Harapanku adalah menjadi siswa yang hanya dikenal karena prestasinya, bukan menjadi bahan gosip seperti ini sejak hari-hari pertama masuk sekolah.
***