5
.
.
.
MPLS hari ketiga diisi oleh kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan sekitarnya dilanjutkan dengan penyuluhan narkoba serta HIV/AIDS. Kami, para peserta MPLS diminta untuk membawa alat kebersihan per kelompok dan aku ditugaskan untuk membawa alat pel. Payahnya, aku melupakan alat pel yang telah kusiapkan semalam dan baru sadar ketika memasuki ruangan kelas dan Devani - satu-satunya teman SMP yang juga melanjutkan disini - menanyai dimana alat kebersihanku.
"Van, anterin gue pulang sekarang, ambil tongkat pel sama embernya," pintaku setengah memaksa karena sembari menarik tangannya menuju ke arah luar kelas.
"Lah, Thi, masa pulang? Telat dong ntar," tolaknya dengan wajah memelas.
"Ya daripada dihukum, tega lu liat gua dihukum hormat bendera setengah jam?"
"Emangnya kalau terlambat nggak dihukum hormat bendera?" Devani mencegahku.
Aku sudah berencana untuk sembunyi di toilet selama kegiatan kerja bakti untuk menghindari hukuman ketika Kenand datang sambil senyum-senyum tebar pesona.
"Lah, Nand, sapu lo mana?" tanyaku setelah tak menemukan tanda-tanda adanya benda panjang bernama sapu pada Kenand dan ranselnya.
"LAH IYA COGAN LUPA BAWA SAPU!" serunya nyaring sekali.
"Nah itu ada temennya ntar hormat benderanya nggak sendirian," ujar Devani.
"Bentar, bentar, gua ada ide!" Kenand kemudian berlari keluar kelas bahkan tanpa meletakkan ransel besarnya yang seperti tas mendaki gunung itu terlebih dahulu. Melihatnya berlari menaiki tangga, aku menyusulnya dengan berlari juga, mungkin ide Kenand benar-benar brilian.
"Nand! Tunggu, Nand!"
Kenand berhenti di koridor kelas dua belas.
Ah, ruang kelas Kak Mimin. Pantas saja, pasti ia hendak meminta bantuan kekasihnya.
"Ih curang Kenand," protesku melihat Kenand tengah merayu Kak Mimin unutk dipinjami sapu kelas mereka.
"Ssstt, diem aja." Ia menempelkan telunjuknya di depan bibir.
Kenand mah enak tugasnya bawa sapu, pinjam kelas lain bisa. Nah aku, mau pinjam alat pel dimana?
"Dek, ngapain disini?"
Aku menoleh ke belakang dan mendapati Elios berada tepat di belakangku, di kedua tangannya terdapat beberapa kotak susu UHT dengan berbagai rasa, rupanya ia belum berubah, masih saja minum susu di pagi hari.
"Eh, ditanya nggak jawab."
"Anu, itu tadi ngikut Kenand pinjam sapu."
"Sapu? Oh, kerja bakti?" Ia memainkan kotak susu di tangannya.
"Iya, aku lupa ngga bawa alat pelnya," ujarku sedih.
"Ah, butuh alat pel?" Tumben dia peka.
Aku mengangguk bersemangat dan memandangnya dengan mata berbinar.
"Bentar aku taroh susu dulu."
Aku mengikutinya yang berlari kecil menuruni tangga dan masuk ke kelasnya guna meletakkan kotak-kotak susu yang dibawanya kemudian kembali berlari menaiki tangga yang tadi dan satu tangga lagi menuju ke lantai tiga. Tau begini kan tadi aku tunggu saja dibawah, kenapa jadi ikut Elios naik turun?
"Kita mau kemana sih?" tanyaku ketika ia ternyata tak hanya berhenti di lantai tiga namun kembali menaiki tangga yang menghubungkan ke lantai empat gedung sebelah, gedung perpustakaan sekolah.
"Kemarin kan udah keliling masa masih belum tau ini gedung apa?"
"Ih, jawabannya nyebelin!"
"Ya kan harusnya udah tau ini perpustakaan."
"Maksudnya, kita kesini mau ngapain?"
Aku sempat berpikiran bahwa ia akan menyuruhku bersembunyi disini selama yang lain kerja bakti namun tebakanku terbukti salah karena sejurus kemudian ia telah membawa sebuah tongkat pel di tangan kiri dan ember pel di tangan kanannya.
"Pinjam ini dulu, tapi nanti kembalikan kesini, oke?"
"Nah, pinter. Eh, tapi nggak dimarahin?"
"Ini aku lagi mau ngomong ke Pak Dadang, pegang bentar," ia menyerahkannya padaku dan aku menerima dengan senang hati. Sembari menunggunya berbicara pada Pak Dadang - petugas kebersihan sekolah - yang berada di dalam ruang perpustakaan aku melihat-lihat ke bawah.
"Jangan lihat-lihat kebawah, ntar jatoh." Tak terdengar suara langkah kakinya, Elios tiba-tiba saja sudah berada di belakangku, untung aku tidak kaget lalu refleks melemparkan tongkat pel di tanganku ke bawah.
"Sudah?"
Ia mengangguk dan mengambil alih tongkat pel serta ember dari kedua tanganku, tanpa mengucapkan apa-apa lagi ia mendahuluiku berjalan menuruni tangga untuk kembali ke lantai dasar dimana kelas kami berada.
.
Aku berhasil terselamatkan dari hukuman membersihkan selokan belakang sekolah sementara yang lainnya mendapatkan penyuluhan tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS di aula seusai jam istirahat pertama berkat bantuan dari demigod-ku yang tidak hanya meminjamkan tapi juga mengembalikannya, idaman memang.
***