32
Sungguh canggung rasanya ketika aku kembali harus duduk di samping Kenand karena 'pemilik' bangku di tengah yang biasa kutempati sudah kembali bersekolah setelah beberapa hari lamanya tidak masuk akibat cacar air. Memang kami dibebaskan memilih tempat duduk sesuka hati tapi tetap saja masing-masing memiliki daerah kekuasaannya sendiri yang mengakibatkan sulit untuk berpindah dari tempat yang biasanya ke tempat lain, hanya bisa mengambil celah yang kosong ketika sang 'pemilik' tidak masuk. Jangan harap kau bisa mengusir seseorang dari tempatnya saat ia berada di dalam kelas.
Jujur saja selama beberapa hari saling diam dan mendiamkan dengan Kenand aku tidak bisa belajar dengan sungguh-sungguh baik di sekolah maupun di rumah. Ia selalu menghantui pikiranku.
"Thia, yang nomor empat ini gimana?" tanya Tata setengah berbisik sembari menunjuk soal nomor empat dengan ujung bolpoinnya.
Aku bahkan belum menyelesaikan soal pertama. Biasanya saat mengerjakan tugas aku berdiskusi atau kadang berlomba pada Kenand namun kali ini ia bahkan mengabaikan keberadaanku.
"Hei, Thia!"
"Nggak tahu, Ta, aku belum sampai situ."
"Tumben..."
"Tanya yang lain coba, aku lagi pusing," aku beralasan.
.
Nilai-nilai ulanganku menurun drastis akibat tidak bisa fokus dalam kegiatan belajar di dalam kelas dan terlalu malasnya aku untuk belajar sendiri di rumah. 'Kehilangan' Kenand rupanya berimbas cukup banyak, namun tak ada yang perlu disesali, yang pasti aku harus berusaha untuk bisa terus mengikuti pelajaran tanpanya dan tidak bergantung padanya. Meski sulit.
.
Siang ini aku kembali pulang bersama Tata yang kebetulan ada les tak jauh dari rumahku dengan bus. Memang sejak itu Kenand tidak pernah menawariku pulang bersama juga tidak menjemputku di rumah pagi-pagi, berbicarapun sama sekali tidak pernah. Bahkan helmku masih ada padanya namun ia tak membahasnya sama sekali apalagi mengembalikannya, aku juga terlalu malu untuk bertanya.
"Maaf, gara-gara aku ya?"
Aku memandang Tata bingung. "Kenapa?"
"Harusnya aku nggak sok tahu tentang kalian."
"Ah, soal itu..."
"Ya kan, aku terlalu mencampuri urusan kalian."
"Nggak apa-apa, Ta, jangan dipikir. Jangan dibahas juga."
Entah mengapa perjalanan hari ini terasa begitu cepat, tanpa disadari bus yang kami tumpangi sudah berhenti di halte depan gang rumahku dan kami segera turun.
"Ingat, Ta, besok ulangan," Tata mengingatkanku sebelum kami berpisah di persimpangan jalan. "Tunjukin ke Kenand kalau kamu tetap bisa mempertahankan prestasimu tanpa dia."
Aku setuju dengan Tata, akan lebih memalukan lagi jika Kenand tahu aku bahkan tidak bisa belajar tanpanya.
"Makasih, Ta."
Ia tersenyum padaku sebelum berbalik dan menyeberang jalan menuju tempat lesnya.
***