33
Tak terasa hari demi hari berlalu dengan sangat cepat ketika aku menghabiskannya hanya untuk belajar, belajar, dan belajar.
Tak terasa pula ulangan akhir semester sudah di depan mata. Kali ini aku menghadapinya dengan optimis meski tak ada lagi Kenand yang membantu belajar bersama dan memacu dengan berbagai 'persaingan nilai' yang kami buat. Aku mulai terbiasa kembali belajar sendiri seperti sedia kala, terkadang aku belajar bersama Tata atau yang lainnya.
.
Pembagian ruangan ulangan akhir semester kali ini sama seperti pada saat ulangan tengah semester kemarin yang berarti aku berpisah kelas dengan Tata dan sekelas dengan Kenand, tak hanya sekelas namun tempat duduk kami juga berdekatan. Lagi-lagi aku dengan canggung mendudukkan diriku di dekatnya, tidak bersebelahan seperti biasa di kelas karena ada juga kakak kelas dua belas yang berbagi ruangan bersama kami. Posisi Kenand ada tepat di belakang kakak kelas yang berada di samping kananku.
Lembar soal serta lembar jawaban telah dibagikan dan waktu pengerjaan soal baru saja dimulai. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum mulai membaca soal pertama.
"Thia, Thia."
Merasa dipanggil, aku menoleh ke arah belakang.
Kenand memanggilku? Setelah sekian lamanya kami saling diam meski setiap hari duduk bersebelahan.
"Ya?" responku singkat, jujur saja masih terasa begitu canggung untuk berkomunikasi dengannya.
"Bawa bolpoin cadangan?"
Ah, rupanya...
Aku membuka kotak pensilku dan mengeluarkan sebuah bolpoin gel berwarna hijau toska dari dalamnya. Ini bolpoin adalah bolpoin pemberian darinya, katanya ia mendapatkannya sebagai hadiah dari membeli ransel dan tak mau menggunakannya karena adanya Hellokitty karet kecil lucu pada ujung tutupnya. Selama ini aku memang masih menyimpan dan selalu membawanya di kotak pensilku namun sama sekali tak pernah kugunakan karena Kenand tentu akan melihatnya.
"Thia..."
"Eh, ini." Aku menyodorkan bolpoin itu padanya setelah ia menagih secara tak langsung dengn memanggilku lagi.
Ia menerimanya dan mengucapkan 'terima kasih' tanpa suara, hanya dapat kubaca dari gerakan bibirnya.
.
"Thia!"
Langkahku terhenti begitu mendengar namanku disebut, aku tahu itu Kenand dan aku hanya berhenti tanpa menoleh sedikitpun. Dapat kudengar suara langkahnya semakin mendekat hingga akhirnya ia berhenti tepat di belakngku.
"Thia, bolpoinnya."
Kubalikkan tubuhku dan menerimanya, hampir saja aku hendak menolak dengan alasan benda itu juga pemberian darinya tapi kupikir itu berarti aku memutus pertemananku dengannya dan tak mau menyimpan pemberiannya lagi. "Oh iya, aku lupa."
"Kamu juga lupa, helm kamu masih di aku."
"Oh..."
"Besok aku jemput ya? Kita berangkat bareng."
Untuk yang satu itu aku masih belum sanggup, rasanya terlalu tak tahu malu kalau aku kembali memboncengnya berangkat dan pulang sekolah.
"Nggak perlu repot-repot..."
"Nggak repot, kan lewat..."
Alasan apa lagi yang harus kugunakan untuk menolak ajakannya kembali berangkat bersama?
***