Read More >>"> Novel Andre Jatmiko (Chapter X \'Kencan Dadakan\') - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Novel Andre Jatmiko
MENU
About Us  

"Kakak?" ucapku. "kenapa bisa dia berada di sini bersama Natasya?"  

Susah untuk mengerti cowok, pertama karena aku tak bisa membaca pola pikiran mereka, kedua aku tak mengerti apa yang ada di isi hati mereka dan yang paling mengesalkan iyalah perilaku mereka yang kadang di luar nalar. Kumasih ingat kejadian Nanta bertengkar dengan Natasya, namun sekarang mereka nampak makan bersama.

"Iya, kenapa bisa mereka berduaan seperti itu?"

Suara itu membuat jantungku hampir lepas, kulihat entah sejak kapan Tyas sudah berdiri di sebelahku dengan  bersilang tangan. "Jadi jika tidak bertemu denganku Kamu mejeng di mall ya?"

Kok Kak Tyas ada di sini sih? "Enggak kok, Aku. Tunggu dulu, bukannya Kak Tyas tadi ijin enggak bisa bertemu di cafe karena ada urusan? kok malah ke mall?"

Tyas terlihat gelisah, "Uhm, Aku ada urusan di sini, ya jadi gitulah." memandang dingin Aldo. "Pacarmu Nit?"

"He?! bukan Kak bukan! dia bukan pacarku!" Kupandang Aldo. "Yakan Do, kamu bukan pacarkukan?"

Aldo bersila tangan mengelus dagu memandangku sembari tersenyum. "Hmm gimana ya? pacar bukan ya?"

Dih nih anak! Kucubit kedua pipi Aldo, "Bukan kan, Kamu bukam pacarkukan! bilang bukan, ayo!"

Terasa hembusan nafas di tengkuk, kudapati Tyas menunduk begitu dekat di belakang. Ingin kutampar namun entah mengapa aku malah membatu dengan wajah panas dingin.

Tyas kembali berdiri tegap. "Parfum cowok di tubuhmu, jaket cowok Kamu pakai," membenarkan kaca mata. "Pasti pacaran, kalian juga belanja banyak pakaian cewek. Udah enggak usah bohong, akui saja."

"Bukan kak, ini semua enggak seperti yang ... tunggu dulu, kenapa memangnya kalau Aku pakai jaket Aldo, terus beli banyak belanjaan?" Tiba-tiba kuberani maju mendorong dada Tyas, dengan wajah sedikit mengadah ke atas, "Ayo jawab Kak, kenapa, hmm? hmm?" kedua tangan memegang pinggangku mendesak Tyas mundur. "Ayo jujur enggak usah malu! kakak marah, hmm?"

"Da...dasar sa...sampah, jangan senggol-senggol!" Tyas mundur hingga tak ada jarak lagi antara tembok dan tubuhnya. "Jangan dekat-dekat!"

"Sudah kalian jangan bertengkar," Aldo menengahi lalu mengajak Tyas bersalaman. "Maaf kak, nama saya Aldo. Saya bukan pacar tapi temannya Kak Nita. Tadi saya paksa Dia untuk menemani Saya beli hadiah untuk pacarku."

"Oh." Tyas membuang muka tanpa berjabat tangan.

Aldo nampak keki dan malu. Namun dia hanyalah Aldo, dia tetap berusaha tersenyum sembari membenahi barang bawaan yang lumayan banyak.

Tindakan Tyas membuatku jengkel, Pria ini, kok dingin sih! nyebelin! kutarik lengan baju kemejanya. "Kak, salaman dulu sama Aldo! dia ngajak kenalan kok cuma di balas oh, enggak sopan."

Tyas berdecak, akhirnya bersalaman dengan Aldo. "Alif Tyas," jawabnya dingin, kembali memandang Natasya dan Nanta di sebuah restoran cepat saji.

Aldo menarikku mundur, membisikan sesuatu. "Kak, Aku pulang duluan ya. Kakak nanti pulang sama Tyas saja."

"Lah kok gitu? terus barang bawaanmu? apa karena kak Tyas Kamu jadi begini?"

Aldo bergeleng, "Sudahlah enggak apa-apa." segera membawa belanjaannya. "Makasih Kak Nita, bye kak Tyas!" teriaknya berlari pergi.

Tyas bersila tangan memandang Aldo."Cowok kok belinya baju cewek, aneh."

Cowok ini! Gemas kucubit lengan kekar Tyas. "Ish, kakak ini! dia itu cowok baik yang mau beliin kado untuk hari ulang tahun pacarnya!"

"Duh sakit, sampah! hentikan!"

Ada apa ini? mengapa kok terasa De Ja Vu? aku pernah melakukan hal ini dulu. Ya, aku pernah mencubiti Andre Jatmiko sampai biru-biru dulu. Sejak kapan aku bisa bersikap seperti ini kepada Tyas? "Bodo amat, pokoknya kucubit sampai biru-biru!" 

"Sudah Nit, ampun! Eh, tuh si Natasya sama kakak premanmu keluar dari restoran!"

Kuhentikan aksiku, berjongkok fokus memandang Nanta. "Mau di bawa ke mana kakakku?"

"Yang benar itu, mau dibawa ke mana adikku," jawab Tyas.

Kumendongak melihat Tyas, wajahnya berada di atasku. Sementara dia berdiri di belakangku memandang Natasya, Wajahnya nampak bertambah manis jika kupandang seperti ini. debaran di dada kembali terasa.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" ucapnya, tetap fokus. "Kau awasi gerak-gerik kakak premanmu, jangan sampai_"

Enak saja mengatai kakaku preman! apa dia tak bisa melihat kakakku sudah berpenampilan rapi dengan kemeja kotak dan celana jeans panjang yang sopan? Segera kubangkit sengaja menyundul kepalanya. 

"Sampah bodoh!" Tyas memegang dagunya kesakitan. "Kalau lidahku tergigit bagaimana?"

"Bagus kalau gitu." Kulihat kakakku berjalan menjauh, "Sudahlah jangan manja, gitu saja kok dibesar-besarkan, ayo ikuti ke mana adikmu membawa kak Nanta pergi!" segera kugandeng tangan Tyas mengikuti mereka dari jauh. 

Kami berdua bagai detektif mengikuti target secara sembunyi-sembunyi. Bagai anggota KPK yang menguntit calon koruptor, sesekali kami bersembunyi ketika mereka menoleh kebelakang.

Tyas menepuk pundakku. "Ternyata Kamu jago banget ya menguntit orang."

"Sttttt jangan berisik. Tuh mereka jalan lagi!"

Kami terus menguntit mereka, senang melihat Nanta bisa kembali menjadi Nanta yang lembut dan penyayang dengan senyum hangat yang selalu dia umbar. Hmp! Kukira dia hanya bisa tersenyum seperti itu untukku, ternyata juga bisa senyum pada kak Natasya! hmm, ada apa denganku? apa aku cemburu?

Nanta berhenti untuk membeli boneka. 

"What! boneka?!" teriakku. 

Langsung mulutku dibekap oleh Tyas. "Sampah bodoh!"

Mereka nampak menoleh dan memandang ke arahku, syukur mereka tak mendatangi kami.

Tyas melepas bekapannya, "Sampah! mulutmu jangan teriak-teriak seperti itu!" bisiknya, marah.

"Maaf kak." Kembali kami mengikuti mereka, seperti ninja.

Kulihat Nanta menggandeng Natasya, tangan mereka berayun-ayun seperti sepasang anak kecil. Natasya terlihat menunduk, sesekali mencuri pandang Nanta, Ish, nyebelin! kok bisa sih kak Natasya begitu cepat dekat dengan kak Nanta! tak sadar tangan Tyas teremas kuat. nampaknya bukan cuma aku yang sebal, si cowok cool ini kehilangan sikap cool-nya melihat adik tercinta di pegang pria lain.

Tiba-tiba mereka berdua berbalik arah, entah mengapa mereka berjalan cepat. Membuat kami berdua bingung, terpojok karena di belakang kami sebuah troli membawa lemari besar tengah tersangkut, membuat kami tak bisa berbalik mundur.

"Minggir dong!" bentak Tyas.

"Enggak bisa, nyangkut ini!" balas petugas, berusaha menarik troli yang menutup penuh jalan. 

"Mereka ke sini kak! gimana nih!" ucapku panik menarik-narik lengan kemeja Tyas

Tyas menggandengku masuk lift, tangannya memencet tombol pintu agar segera menutup, sedikit lega melihat pintu perlahan tertutup. 

Namun sial, nampaknya Tuhan memiliki rencana lain. Kaki kanan Nanta masuk dan membuat pintu yang hampir tertutup kembali terbuka.

Dengan sigap Tyas berbalik badan menyudutkanku ke sudut dengan kedua tangan mendorong kedua sisi dinding lift. "Improvisasi!" bisiknya.

"Improvisasi? bagaimana caranya?" 

"Sudah, anggap saja kita kekasih yang tengah kasmaran."

"Ba...bagaimana? Aku enggak pernah berduaan dengan cowok di dalam lift, paling jauh bersama Andre dulu hanya duduk berdua di bawah pohon."

"Dasar sampah! jangan banyak bicara, cepat peluk Aku!"

Kekasih? peluk? Terasa mata hendak meloncat keluar. "Me..mesum! apaan sih pakai pelu-peluk!"

"Ya sudah biar mereka tau kita di sini. Kau cari alasan sendiri jika mereka berta_"

Kedua tanganku langsung melingkar ke perut Tyas hingga tubuhnya tertarik maju menutupi tubuh mungilku, terasa perutnya kurus kencang membuatku bingung. Saat kusenderkan kepala pada dada bidangnya, terdengar suara nafas Tyas tak beraturan. Hatiku ingin melompat keluar dan nafas ikut-ikutan tak teratur. Tercium aroma parfum yang sudah biasa kuhirup saat berdekatan dengannya, namun baru kali ini dapat kunikmati sedekat ini. 

Terasa Tyas memelukku, kenapa ini? kenapa dia memelukku? apakah ini yang disebut improvisasi? Kehangatan merasuki jiwa menghipnotis begitu nikmat, membuat mata terpejam juga bibir tersenyum dan berasa bagai di surga. "Kak..."

"Ssstthhh, jangan berisik. Berimprovisasilah," bisik Tyas lembut.

Dapat kurasakan tubuh Tyas bergetar. Walau udara dingin namun keringat mulai keluar dari tubuh membasahi pakaiannya. Kusedikit mendongak terlihat wajah Tyas pucat pasi. Ternyata dia bisa ketakutan juga. "Tenang Kak jangan takut, improvisasilah. Anggap Aku pacarmu, jangan membuat mereka curiga." Duh bego, kenapa aku malah menyuruhnya menganggap aku pacarnya? nanti dia pikir aku berharap untuk jadi pacarnya! Namun, apa memang di hati kecilku aku berharap?

Terdengar suara Natasya jengah. "Dasar manusia jaman sekarang, enggak tau apa ini tempat umum? main peluk seenaknya saja!"

"Iya tuh," tambah Nanta. "Enggak takut apa ada kamera CCTV? lagian sepertinya yang cewek masih SMA, enggak pernah diajari sopan santun apa ya sama kedua orang tuanya? pasti itu cewek enggak benar."

Dasar kakak jelek! enak saja kalau ngomong! biar, aku beri tau Natasya jika kamu dulu pernah berciuman dengan gadis nakal di cafe! batinku, mengepal tangan hendak melabrak Nanta namun Tyas semakin maju mendorongku mepet ujung lift.

Tyas membisikan sesuatu, "Pssst jangan banyak gerak."

Suara Natasya mulai bergema kencang, "Lha iya, sepertinya yang cowok sudah dewasa, sudah om-om. Apa mungkin si om-om itu mesum? memaksa anak kecil untuk melayaninya?" Terasa tubuh Tyas maju mundur, mungkin Natasya mendorongnya. "Hei mas! tau diri dong, di tempat umum kok malah berpelukan seperti teletubies, heh jangan seperti itu!"

Ingin tertawa kumendengar celotehan Natasya mengomentari kakaknya sendiri. Andai mereka berdua tau siapa kami, entah apa yang akan terjadi. Lift terasa berhenti dan tak lama terdengar suara dentingan lalu pintu lift terbuka.

"Sudah Sya, biarin aja tuh pasangan mesum. Yuk kita keluar, eneg Aku melihat mereka," ajak Nanta.  

Eneg-eneg, dulu padahal kau lebih gila-gilaan bersama gadis nakal di cafe! "Pst kak, sudah keluar tuh mereka." Namun Tyas tak melepas pelukannya, "Kak, lepasin. Sudah aman tuh!" Dasar pria mesum! segera kuinjak kaki Tyas sekuat tenaga.

"Aduh!" Tyas meloncat dengan satu kaki sambil memegang kaki yang kuinjak. "Eh sampah, Kamu apa-apaan sih!"

"Kamu yang apa-apaan dasar om-om mesum!" Kugandeng tangan Tyas, "Ayo buruan jangan main loncat-loncatan di lift, nanti kita kehilangan jejak mereka berdua!" menoleh kiri dan kanan lalu kembali mengekor Nanta dari jauh.

Hari ini kulihat sisi lain Tyas, editor tampan yang kukira cool dan dewasa ternyata memiliki sikap seperti manusia normal lainnya. Entah aku harus bersyukur atau sedih yang pasti diriku bahagia karena sekarang mengenal siapa Tyas yang asli.

Melihat Nanta begitu dekat dengan Natasya membuatku bahagia juga iri, aku bahagia karena lambat laun Nant kembali menjadi kakak yang kukenal, pria penyayang dan lembut. Namun aku iri karena sayang dan lembut itu untuk Natasya, bukan untukku.

Langkahku terhenti, bersama Tyas bersembunyi mengamati pasangan itu. Mereka berdua berbelok menuju bioskop yang padat. Kulihat mereka mengantri demi membeli tiket film barat romance.

"Gimana kak," ujarku. "mau ngikutin mereka masuk enggak?" Semoga mau, semoga mau ayo dong mau! kenapa kok jadi aku yang keranjingan ingin masuk bioskop?

"Kamu tunggu sini sebentar." Tyas beranjak pergi menuju sebuah tempat penjual pakaian, entah apa maunya pergi sendiri tanpa mengajakku. 

Gimana sih, ditanya kok malah kabur! dasar cowok aneh! kembali kuawasi Nanta dan Natasyabercanda penuh senyum seperti sudah lama kenal. Dasar, kemarin padahal musuhan, sekarang sudah dekat seperti itu. Sebenarnya yang hebat itu kak Nanta atau kak Natasya sih?

Kepalaku diketak dadri belakang, terlihat Tyas datang menyodorkan jaket ditangannya. "Ganti jaketmu dengan yang ini."

"Heh? kenapa harus ganti?" kulihat jaket itu sangat lucu, di hoodnya ada telinga kelinci, namun sengaja kujual mahal, "Kok seperti ini jaketnya? enggak ah! memangnya aku anak SMP apa?"

Tyas memaksa melepas jaket yang kukenakan, membuatku meronta. "Apaan sih kak, Aku enggak mau!"

"Diam, Kau mau kakak premanmu mengetahui keberadaan kita?"

Walau terus meronta tenaganya lebih besar dariku. Kurang dari lima menit jaket Aldo terlepas tergantikan jaket pink, kulihat Tyas berusaha memakai jaket Aldo. 

"Waah, cute banget!" Jaket baru menghangatkan tubuhku dan bulu-bulu putih terlihat di ujung lengan jaket terasa halus saat kugosok pada pipi. "Kak, makasih_"

Tyas memakaikan hood jaket padaku. "Kau sekarang kelinciku," ucapnya tersenyum menepuk-nepuk kepalaku.

Ke...kelinci? apa maksutnya? Entah sudah berapa kali hari ini wajah panas dingin, bersama Aldo, bersama Tyas, bahkan saat menerima pesan Miko di sekolah. Tak tau sanggup bertahan berapa lama jantung menerima semua ini hingga berhenti berdetak akibat terus berpacu cepat memompa adrenalin keseluruh tubuh.

Mataku takjub melihat Tyas, wow, kereen sekali. Tak sangka jaket Aldo bisa dipakai Tyas, walau kekecilan namun membuatnya nampak cool.

"Hei, sampah!" Tyas menepuk kepalaku, "Kenapa melamun? tuh mereka sudah beli tiket!" menggandeng menuju antrian toll tiket.

Beruntung saat kami mengantri tak terlalu panjang karena banyak yang sudah membeli tiket. Hampir aku berpapasan dengan Nanta, andai bukan karena hood kelinci yang menutupi kepalaku, maka Nanta pasti sudah mengenaliku. Akhirnya kami sampai pada toll tiket.

Kulihat semua kursi bagus ditengah sudah terjual, hanya beberapa kursi di bagian atas. "Kak, gimana nih. Kak Nanta duduk di mana?"

"Kau pikir Aku cenayang?" jawab Tyas, mengeluarkan uang lalu menunjuk layar denah kursi. "Kami pesan kursi ini mbak."

"Lah kok kursi atas sih, mana enak nonton dari sana!"

"Tujuanmu itu apa sih? mau nonton apa ngikutin kakak premanmu itu?"

"Preman?" kucubit perutnya. "Enak saja!"

"Ssst jangan teriak-teriak, Kau ini hobi teriak ya?"

Akhirnya kami membeli tiket duduk di atas sedikit ujung. Terlihat Tyas senyam-senyum tak jelas mengapa. Sambil menunggu kuperhatikan keadaaan sekitar, nampak penuh dengan pasangan muda-mudi yang terlihat mesra saling menyuap pop corn juga roti. Enak banget mereka, bersama pasangannya. Hanya aku yang tanpa pasangan. Tunggu dulu, kak Tyas kan cowok? apa kami sedang berkencan sekarang? ah jelas tidak!

Terdengar perutku berbunyi, gawat, aku lupa makan. Duh lapar banget. kembali perut berbunyi nyaring. Kali ini cukup besar, membuat beberapa orang menoleh ke arahku. 

"Memalukan." Tyas bangkit, mengambil tasku.

"Kak mau ke mana?" kutarik tangannya. "Jangan tinggalin Aku!"

Tak berucap dia menepis tanganku, pergi menjauh, Apa dia malu berdekatan denganku? kali ini bibirku mengernyit ke bawah dengan kelopak mata menurun. Jahat, dia meninggalkanku begitu saja. kantup mataku semakin basah. Apa dia malu dekat denganku gara-gara suara perutku, jahat. Kak Tyas ternyata pria seperti itu, batinku tertunduk, namun dia pergi membawa tasku. Dia pasti hanya ingin menitipkan tas beratku ke penitipan barang. Ah, mungkin dia ingin menjualnya! Kuterhenyak, hendak bangkit dari dudukku, namun Tyas menepuk kepalaku dengan bungkusan sandwich.

"Nih," Tyas memberikan dua bungkus sandwich segitiga untukku.

"Sandwich?" tanpa pikir panjang kubuka dan kulahap cepat. Suara kecapan terdengar kencang. "Enak, makasih ya kak!"

"Kalau makan jangan berkecap."

Tyas, dia keras di mulut, namun sangat perhatian. Saat di cafe dia selalu membelikanku makan siang, namun apa dia begitu perhatian kepadaku atau kepada Aerin, yang wajahnya menyerupaiku? Seketika mata menjadi tak fokus, hati jadi tak tenang.

Ketika pintu ruang bioskop terbuka, kami berbaris mengantri dalam antrian pemeriksaan tiket. Aku berada di belakang Nanta terpisah oleh dua orang muda-mudi. Sayup terdengar obrolan mereka.

"Kak," tegur Natasya. "Makasih ya sudah di belikan boneka dan di ajak nonton."

"Aku yang terima kasih sudah di traktir makan juga kamu mau jalan-jalan sama kakak."

"Iya asal kakak berubah, enggak nakal lagi, enggak urakan dan seperti preman. Aku enggak suka itu, jauhi gadis enggak benar seperti Isabella, dia banyak cowoknya."

"Iya Sya, makasih banyak ya. Kamu menyadarkanku. Oh iya, baguskan kemejaku?"

"Iya bagus kok. Kakak lebih keren dan manis dengan penampilan seperti sekarang. Jangan pernah berubah lagi ya kak."

Kutersenyum mendengar percakapan mereka. Akhirnya Nanta menemukan apa yang mungkin disebut jati diri, menemukan pasangan yang bisa membawanya kembali kejalan yang benar. 

"Preman tobat," bisik Tyas.

"Terus?"

"Ya sudah gitu saja, memang mau apa lagi? mau dibikin novel?"

Dasar kacang lupa kulit, apa dia sadar jika dia dulu juga seperti kak Nanta? Namun baik Aerin dan Natasya adalah orang hebat, mereka mampu merubah pasangan mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Sedangkan aku?  tunggu, apakah kami sedang berkencan? ngedate? Kugelengkan kepala, menepuk kedua pipiku. apa yang kupikirkan, Tyas bukan pasanganku! dia editorku!

"Hei sampah!" tegur Tyas. "kenapa kau bertingkah aneh?"

"Siapa yang bertingkah aneh hah? jangan sembarangan kalau bicara!"

Akhirnya kami masuk dalam bioskop yang bersih. Udara dingin tak terlalu terasa karena jaket yang dibelikan Tyas menghangatkan tubuh mungilku. Harum khas bioskop tercium bercampur dengan aroma popcorn dari penjual keliling. Situasi begitu ramai, Nanta dan Natasya menghilang dari pengawasanku.

Sial, duduk di mana mereka? "Mereka ke mana kak? mereka hilang!" ucapku, cemas.

"Sampah, lihat depanmu!" bentak Tyas, memberikan popcorn jumbo.

Ternyata mereka duduk tepat di kursi depan kami. Sontak kumengelus dada bernafas lega. Selama film diputar, kusibuk memakan popcorn, sembari memperhatikan tingkah kedua pasangan di depan. Popcorn terasa gurih, aku tak mau berbagi popcorn dengan Tyas. Walau dia yang beli namun dia terlah memberikan padaku.

"Sampah, bagi." mencoba mencuri popcornku.

"Ogah, beli lagi sana. Kan sudah kerja, sudah banyak duit."

"Enak saja."

"Jangan nakal atau aku teriak!" Akhirnya dia menyerah dan menghentikan usaha merebut popcorn. Hmp, segitu doang. Apanya yang harimau putih, dia cuma kucing putih. Kucing lucu berbulu putih.

Semakin banyak makan, semakin tenggorokan terasa kering, tersadar jika kutak punya minuman sama sekali sedangkan penjual keliling juga sudah keluar ruangan.

Duh, gimana nih. kulihat minuman kak Nanta di lengan kursinya, Masa iya aku minta minum kak Nanta di depan? malah ketauan dong jika aku sedang menguntit mereka. terdengar nyaring suara sedotan di sedot dari arah sebelahku, bertambah kering tenggorokan ini. Kulihat Tyas asik menyedot cola extra jumbo dengan dua sedotan sekaligus, membuatku seakan berada di gurun sahara.

"Jangan lihat-lihat nanti pingin," goda Tyas.

Ish, jahat! kubuang muka memandang layar. Namun tenggorokan semakin kering dan kembali terpaksa menoleh ke Tyas. Ujung luar kedua alisku tertarik ke bawah memandang cola besar, kugigit bibir bawahku. "Minta dong, haus nih."

"Mau?"

Kumengangguk, memandang iba Tyas. Berusaha membuat hati kecilnya goyah dan memberikan cola itu padaku, nampaknya usahaku berhasil. 

"Yasudah, dikit saja." Tyas mendekatkan cola itu padaku.

Tanpa pikir panjang langsung kusedot panjang hingga hampir habis cola milik Tyas.

"Woi sampah!" berusaha menarik botol cola besarnya. "Jangan dihabiskan, aku juga pingin minum!"

"Ngengenar, ngangih ngaus!" balasku terus menghisap, sambil mempertahankan botol cola.

"Dasar cewek egois!"

"Ngehengar nngngar ngowok nggengek!"

Tanpa sadar pengunjung sekitar memperhatikan tingkah kami. "Woi, berisik setan! bisa tenang enggak sih!" hardik penonton lain.

"Kamu sih berisik, diem sedikit bisakan?" bisikku pada Tyas, lalu langsung memandang pasangan penonton di sebelah yang terusik, "Maafkan kami ya."

Pasangan itu terdiam, wajah mereka pucat pasi. "Aa, aah iya enggak apa-apa kok. Silahkan dilanjutkan maaf mengganggu," ucap salah seorang dari mereka.

Hmm? aneh, kenapa mereka ketakutan? apa karena melihat wajahku? semenyeramkan itukah aku? 

"Berisik banget sih orang di belakang!" Natasya menoleh ke belakang, "Ganggu orang nonton saja!" dia bangkit dari duduknya. "Loh? kak Tyas? Nita?"

Nanta ikut menoleh. "Loh, sedang apa kalian?

Mampus! "Kak, gimana nih kak!" 

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dalam Hayalan Bahagia
597      384     3     
Short Story
“Seikat bunga pada akhirnya akan kalah dengan sebuah janji suci”.
In your eyes
7085      1727     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
Loker Cantik
477      357     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
The First
435      310     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Arini
865      489     2     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Ken'ichirou & Sisca
7965      2213     0     
Mystery
Ken'ichirou Aizawa seorang polisi dengan keahlian dan analisanya bertemu dengan Fransisca Maria Stephanie Helena, yang berasal dari Indonesia ketika pertama kali berada di sebuah kafe. Mereka harus bersatu melawan ancaman dari luar. Bersama dengan pihak yang terkait. Mereka memiliki perbedaan kewarganegaraan yang bertemu satu sama lain. Mampukah mereka bertemu kembali ?
Musyaffa
79      67     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Panggil Namaku!
7037      1912     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Foodietophia
455      338     0     
Short Story
Food and Love
It's Our Story
721      291     1     
Romance
Aiza bukan tipe cewek yang suka nonton drama kayak temen-temennya. Dia lebih suka makan di kantin, atau numpang tidur di UKS. Padahal dia sendiri ketua OSIS. Jadi, sebenernya dia sibuk. Tapi nggak sibuk juga. Lah? Gimana jadinya kalo justru dia yang keseret masuk ke drama itu sendiri? Bahkan jadi tokoh utama di dalamnya? Ketemu banyak konflik yang selama ini dia hindari?