Read More >>"> Novel Andre Jatmiko (Chapter IX \'Curahan Hati\') - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Novel Andre Jatmiko
MENU
About Us  

Natasya menerobos keluar membuat Nanta yang cool menjadi gugup mengekor pada Natasya entah apa yang menjadi masalah mereka. Rasa penasaran membuatku dan Tyas saling pandang penasaran lalu bergegas mengikuti mereka.

"Natasya tunggu, Kamu jangan salah sangka dulu. Aku benar-benar enggak ada hubungan dengan mereka!" ucap Nanta, menarik tangan Natasya.

"Bohong! Kakak kenal mereka dan mereka teman-temanmu!"

"Ok Aku kenal mereka, namun Aku mau berubah demi kamu. Jadi tolong dengar penjelasanku dulu."

"Lepas kak, tanganku sakit!" 

Nanta langsung melepas genggamannya, Natasya segera naik ke mobilnya lalu melaju cepat sementara Nanta naik motor mengikuti mobil itu.

Tyas menepuk pundakku. "Kakakmu?"

Aku mengangguk. "Kakakku satu-satunya."

"Ada apa dengan mereka?"

"Entah." kak Nanta kok bisa kenal sama kak Natasya? apa mereka berteman? namun kenapa kak Natasya marah?

"Hei gadis sampah, sekarang segera lanjutkan novelmu. Tinggal beberapa bab lagi dan kita hanya tinggal membenahi ketikanmu."

Aku bagai anak kucing yang menurut pada induknya, sekarang kumemandang layar laptop berusaha mengetik kelanjutan novel . Kulihat Tyas sibuk mengutak-atik laptopnya. 

"Kak," tegurku. "apa benar tulisanku seperti sampah?"

"Siapa yang bilang? jahat banget sih. Sudah Kamu enggak usah dengerin perkataan orang bodoh itu."

Orang bodoh ya, tapi kalau orang bodoh itu seperti kamu pasti mau tak mau akan aku dengarkan. batinku. "Kakak dulu yang bilang, lupa ya?"

Wajah Tyas memerah, menggosok dagu tetap fokus pada laptopnya. "Kamu fokus nulis saja, enggak usah mikirin hal-hal kecil seperti itu."

Bagaimana aku bisa fokus jika didepanku ada seorang malaikat seperti kamu? setelah mendengar cerita Natasya, entah mengapa aku semakin care padamu. Aku iri pada gadis bernama Aerin, kapan kubisa mendengar suara indah harmonikamu? kapan kubisa berduaan menonton TV denganmu? aku ingin memasak untukmu! aku ingin menemanimu setiap hari Tyas.

Kulewati hari minggu berdua bersama Tyas fokus melanjutkan novel yang sudah seperti anak sendiri. Entah mengapa hatiku berpaling dari Miko membuatku bingung. Wanita seperti apa aku? mengapa begitu labil? baru tadi malam kuhabiskan waktu bersama Miko, memujanya bagai seorang kesatria dunia maya, namun sekarang? aku berpaling mengidolakan Tyas.

Tyas pamit pulang pada sore hari, meninggalkanku sendiri di rumah besar bak istana  yang sudah bersih. Malam ini Nanta  nampak sedih, membuatku ikut sedih. Biasanya dia bersikap dingin dan nampak menakutkan dengan dandanan berandalnya. Namun malam ini dia kembali menjadi kakak yang kukenal, seorang pria rapuh yang lembut.

Kududuk di sofa keluarga berbagi dengannya. Tak tercium bau alkohol atau rokok seperti yang biasa kucium, bahkan tak terlihat sisa-sisa lipstik dan parfum gadis yang biasa menempel di pakaiannya, Aneh, kenapa kakak jadi seperti ini? kutepuk pahanya perlahan. "Kenapa kak? tumben kok sedih."

"Kakak selama ini sepertinya telah jatuh dalam sebuah lubang setan."

"Heh baru sadar ya?"

Nanta tersenyum, bersandar pada sandaran sofa memandang langit-langit. "Kamu kenal Natasya?"

"Kenal, kenapa?"

"Natasya, dia adalah junior-ku di kampus yang dipasangkan denganku untuk kubimbing. Entah mengapa kutertarik pada keluguannya, juga sikapnya yang periang. Ketika dekat dengannya entah mengapa hatiku berdebar dan tenggorokan terasa kering, susah berbicara."

Heh, curhat nih anak. Tapi sepertinya dia kena serangan cinta nih. "Terus?"

"Ya gitulah, dia benci padaku setelah tau siapa Aku sebenarnya. Dia bahkan menampar dan menghindariku semenjak dia melihatku dan geng motor sedang menikmati malam di warung dengan cabe-cabean."

Menjijikan, jika kamu bukan kakaku sudah kutendang mukamu dan kuusir kamu dari rumah. "Bagus itu, emang kapan ditamparnya?"

"Kamu bertanya hal itu dengan tersenyum, apa Kamu menikmati mendengar kakakmu dipermalukan di depan umum?" Nanta mencubit pipiku.

"Ya gitulah. Aku pengen nampar kakak juga sebenarnya."

Nanta tertawa kembali menatap langit-langit.

Kumenepuk-nepuk paha Nanta. "Eh kak, kemangnya kak Natasya kenapa kok bisa sampai membuatmu jadi seperti ini? Nanta yang hebat, si penakluk wanita dan preman yang tak takut apapun."

"Dia menyadarkanku jika Aku sedang berendam dalam genangan racun, bergaul dengan setan dan merusak diriku sendiri." Nanta memandangku. "Kakak mau tanya, jika kakak berubah menjadi kakak yang dulu, menurutmu apakah Natasya bisa menyukai kakak?"

Dasar, ternyata dia dibuat galau seperti ini oleh Natsya. Kugosok daguku dengan satu tangan didepan dada. Hmmm, tunggu sebentar. Jika Natasya bisa mengembalikan kak Nanta menjadi kakak yang kukenal, maka Nanta akan menjadi Tyas dan Natasya akan menjadi Aerin! ya benar, kuharap Natasya adalah Aerin bagi Nanta, penawar bagi penyakit kakak. "Bisalah! kakak tau, Natasya itu jomblo dan suka pria kalem yang sopan!"

"Serius?"

Kumengangguk. "Aku dukung Kakak jadian dengan Natasya!"

"Dukung apa? memang apa yang Kamu pikirkan?"

"Kakak pokoknya harus berubah demi Natasya!"

Nanta tersenyum, mengelus kepalaku, "Baiklah adik manisku, terima kasih." mencium keningku lalu mencubit kedua pipiku gemas.

Dadaku sontak bergetar, Wajah Nanta sangat dekat denganku. Dia mengelus-elus pipiku. De Javu, dulu aku sangat suka dengan wajah kakak yang seperti ini, wajah lembut yang tersenyum manis.

Kubenamkan wajah pada dada Nanta, terasa sudah membidang sempurna, "Kakak berubahlah. Aku rindu Sweet Nanta, Aku mau Kakakku yang dulu kembali." tanpa sadar air mata menetes.

Halus Nanta membelai rambutku, perlahan mengelap air mataku. "Kamu tidur gih, sudah malam." Nanta bangkit merenggangkan badannya.

"Mau pergi ke mana lagi? sudah malam!"

Dia berjalan santai melepas kaosnya, memperlihatkan punggungn yang sempurna. "Mandi, mau jadi sweet Nanta."

Kutersenyum bersilang tangan, menggeleng namun tersenyum. Sweet Nanta, , semoga dia kembali menjadi kakak yang kukenal dulu. Aku sudah rindu akan Nanta yang mencintai juga sayang padaku dan selalu ada untuk adik satu-satunya.

Di kamar kembali kuberbalas pesan dengan Miko sampai jam satu malam, menemani pria kelelawar yang betah bangun malam. Namun entah mengapa rasanya tidak sama seperti dulu, rasanya sedikit hambar ber-chating dengannya.

Ternyata benar apa kata orang. Dia yang hanya perhatian melalui tulisan, yang menanyakan kabar melalui tulisan, menyuruhmu makan, menyuruhmu mandi, membangunkan di kala pagi akan kalah untuk memperebutkan tempat spesial di hati dengan seseorang yang menunjukan semua itu dengan aksi. Dia tak bisa berkutik jika dibandingkan dengan yang memperhatikanmu di dunia nyata, dia yang membimbingmu, yang dapat kau rasakan kehangatan kasih sayangnya bukan hanya di hati namun dengan rabaan insani. Show don't tell, itulah intinya.

8 Februari 2015.

Hari demi hari kulalui semakin dekat diriku dengan Tyas. Semakin sering dia memanggil dengan sebutan khusus untuku. Sampah, begitulah dia memanggilku. Benar kata orang, sejelek apapun nama spesial dari orang dekat maka kau pasti akan suka mendengarnya memanggilmu dengan sebutan itu.

Alasan dia memanggil sampah karena tulisanku. Walau aku sudah bisa menulis dengan baik, namun nama itu melekat padaku.

Hati kecilku takut jika novel telah usai aku takut jika dia menghilang. dan aku tak mau itu terjadi. Chat bersama Miko menjadi alasan lain untuk menunda penyelesaian Novel yang hanya tinggal bab epilog, bab terakhir yang enggan kutulis. Sinca bahkan bingung dengan perubahanku, biasanya waktu selalu berlalu cepat di perpustakaan untuk menulis, namun sekarang lebih banyak ber-chat dengan Miko. 

Hari ini perpustakaan terlihat seperti biasa, ramai namun sunyi. Selain suara halaman buku dibalik, sesekali terdengar orang menyenandungkan pelan lagu Luci band, sebuah lagu yang kusuka karena nama Nita selalu disebut dan dipuji dalam liriknya. 

Tiba-tiba bau parfum yang kukenal tercium. Tak butuh waktu lama untuk Sinca mengagetkanku. "Woi! Lo kapan nulis lagi?" tegur Sinca, menepuk kepalaku dengan buku. "Cepat selesaikan novelmu NitaNit the Great!"

"Dih, tumben Kamu nyuruh cepat nulis?" jawabku, menggosok kepala korban keganasan Sinca. "Bukannya dulu katamu jangan jadikan mandatory ya? katamu sekolah tempatnya happy-happy kan?"

"Iya sih, tapi Aldo ingin tau ending novelmu tuh. Dari kemarin nyerocos terus nanya novel Jatmiko sampai pusing kepala Barbie."

"Barbie? ?amu? Anabelle kali," Kuterbahak.

Tiba-tiba Aldo menarikku bangkit. Aku kaget, Sinca pun terlihat kaget. Kulihat Sinca menyilangkan kedua tangan di depan dada memandang jengah kami.

Waduh, bisa perang dunia ke empat nih! "Ish, apaan sih Aldo!" keluhku melepas tarikannya.

"Kakak ikut Aku!" Aldo kembali menyeretku meninggalkan Sinca dan laptopku yang masih menyala.

Dia membawaku ke sebuah tempat sepi di belakang sekolah, "Do, Kamu apa-apaan sih!" bentakku, masih meronta.

Aldo melepaskanku. "Maaf kak, Aldo mau ngomong."

Kurapikan baju, lalu melotot tajam dengan keduatangan memegang pinggangku bagai buto ijo. "Ya ngomong aja, tapi kenapa kok Aku Kamu seret seperti ini!"

"Aku harus membawa kakak jauh dulu. Ini tentang tanggal 10 Februari."

"10 Februari?" Oh iya, ulang tahun Sinca 10 Februari. Segera kutepuk keningku mengangguk-angguk.

"Aldo mau ngadain pesta kecil suprise untuknya. Kakak pesankan tempat ya!"

"Hmmm ok deh, nanti Aku bantu nyediain tempat sama ngundang teman-teman satu kelas."

"Kakak, nanti pulang sekolah temani Aldo ya buat nyari kado."

"Kamu ini gimana sih, Kamu tau kan kalau Sinca itu pencemburu. Nanti kalau dia salah paham gimana!"

"Kalau enggak begini Aldo enggak bisa lepas dari Sinca. Pulang sekolah kita ke mall."

Kuberdecak keras. "Ijin dulu gih sama Sinca."

Aldo menggeleng. "Ini buat suprise, kalau ijin bukan suprise namanya. Kakak bilang ke dia jika  hari ini minta Aldo nganterin ke sebuah acara. Nanti biar sama alasannya ya."

Haduh, bisa-bisa Sinca ngamuk nih. "Ok deh ok, Aku bilang pulang sekolah Kamu nemenin ke kondangan ya!"

Aldo tersenyum mengangguk dan langsung berlari menjauh.

Dasar setan! aku diseret ke sini terus ditinggal begitu saja? batinku. yasudahlah, dia juga sudah banyak nolong aku, saatnya balas budi.

Tiba-tiba androidku berbunyi, pesan dari Miko masuk. Baru saja akan membalas namun sebuah telepon masuk. Tak sengaja aku mengangkatnya. Mampus! kok aku angkat, nomor tidak dikenal ini!

Tak ada pilihan lain aku menjawab telepon itu. Terdengar suara yang tak asing lagi bagiku, suara lelaki penyuka sampah.

"Nit, ini aku Tyas, save nomorku ya. Hari ini Kamu enggak usah datang ke Cafe, Aku ada urusan mendadak. Bye," ucapnya tak memberiku kesempatan membalas.

Kuberdecak, rasanya ingin menonjok Tyas, Dasar, gitu doang? kadang kak Tyas nyebelin. Namun untunglah, jadi aku enggak usah membuat alasan untuk tidak datang ke cafe. segera ku simpan nomornya lalu kubaca pesan dari Miko yang sempat tertunda untuk kubaca.

Miko1998, [Nit, maaf ya. Aku enggak bisa ber-chat denganmu siang ini karena ada urusan.]

NitaNit, [Tumben ngasih kabar? biasanya kan ngilang gitu aja.]

Miko1998, [Sebab aku enggak mau kamu cemas dan salah faham. Aku enggak mau membuat susu hangatku gelisah.]

Ya Tuhan sweet banget, aku takut melukai hatinya karena sebenarnya aku menduakannya dengan Tyas. Hmm atau mungkin aku menduakan Tyas karena dekat dengan Miko? Namun apa bisa disebut selingkuh? toh aku tak ada hubungan spesial dengan mereka. Apa aku bisa digolongkan sebagai seorang play girl sekarang?

Aku berjalan kembali ke perpustakaan. Di sana aku tak melihat Sinca atau laptopku, ingin kucari namun bel masuk berbunyi keras memaksaku kembali kekelas dengan perasaan cemas. Ternyata Sinca sudah di kelas membawakan laptopku. Kumengelus dada dan berjalan santai menuju bangku. 

Semakin mendekat semakin kulihat wajah Sinca me,memerah, membuatku bergidik. Mampus dah, pasti dia ngamuk padaku.

"Lo gimana sih!" bentak Sinca. "Laptop ditinggal di perpus gitu aja, ntar hilang loh!"

Syukurlah, kukira dia marah karena aku berduaan sama Aldo. "Sorry deh sorry," jawabku, duduk sambil memeriksa laptopku. fiuh untung  ketikanku enggak ada yang hilang. Tapi hilang juga enggak apa-apa sih, jadi aku ada alasan buat berlama-lama bersama Tyas. batinku, tak sadar tersenyum.

"Lo kenapa senyum sendiri? Lo mau ke mana sama Aldo, ada acara apa?" selidik Sinca.

"Uhm, itu Aku ada acara kondangan. Jadi minta temenin Aldo. Enggak apa-apa kan? hari ini Kamu pulang sendiri?"

Sinca mengangguk dan menyudahi pembicaraan,  aku tau dia pasti sangat cemburu saat ini. Namun apa boleh buat, tak mungkin aku mengaku hendak membeli kado ulang tahun untuknya bersama Aldo. Berat memang, namun berbohong demi kebaikan adalah sesuatu hal yang baik menurutku.

*

Sepulang sekolah aku dan Aldo bergegas menuju mall. Sebelum berangkat kembali kupastikan jika Sinca tak salah paham kepadaku, nampaknya dia cemberut dan marah namun dia membiarkanku pergi dan melepasku dengan kata-kata aneh.

'Ingat ya Nita, Kamu sudah berjanji dan Aku pegang janjimu itu. Aku enggak mau kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupku.'

Kata-kata itu selalu terniang olehku selama perjalanan. Membuat jantung berdebar hebat dan merinding ketika membayangkan arti kalimat yang dalam akan makna itu. Namun semua ini demi Sinca, dia akan bahagia ketika menerima kejutan dari Aldo kelak.

Aku memasuki sebuah mall yang padat dengan pengunjung yang kebanyakan anak SMA. Suara canda tawa terdengar ceria dan kuperhatikan lantai keramik di mall sangat terawat hingga mampu memantulkan bayangan di atasnya. Udara membuatku sedikit menggigil karena aku tak memakai jaket hanya seragam sekolah.

Tiba-tiba Aldo membuka jaket lalu memakaikan jaketnya padaku. Aku wanita biasa, diperlakukan seperti ini jelas membuatku deg-degan. Harum parfum lelaki milik aldo masih menempel pada jaket hood hitam yang sekarang kupakai. Harum parfumnya yang masih menempel pada jaket membuatku terbuai, terasa seperti Aldo tengah memelukku hangat sampai ke sum-sum.

Kulihat dia tersenyum, tiada gadis yang dapat bertahan melihat senyuman manis itu. Mataku tak berkedip sekalipun, Ya Tuhan, manis sekali. kugelengkan kepalaku. Tidak! dia adalah pacar Sinca, jangan Nit! buang jauh-jauh pikiran hinamu!

"Kak kenapa? ayo kita beli hadiah untuk Sinca!" Semangat dia menggandengku.

Selama perjalanan banyak mata memandang kami. Pasti mereka berpikir jika kami adalah pasangan kekasih yang tengah kasmaran. Bangga rasanya bisa bergandengan dengan pemuda manis tinggi ini.

Aldo membeli banyak baju bagus untuk Sinca, membuatku iri. Namun aku bahagia melihat Aldo membelikan baju untuk sahabatku, tak sekalipun dia memanfaatkan waktu untuk mendekatiku. Aku di sana hanya menjadi penunjuk dan pemberi nilai juga saran tentang barang apa yang Sinca sukai. Namun tetap saja rasa iri tak kunjung hilang, semakin bertambah saat Aldo membeli sepasang sepatu.

"Kak Nita, sini," perintahnya, melambai. "Kakimu mana coba Aldo mau lihat!"

"Heh? kaki?" 

Aldo melepas sepatuku dan memasang sepatu itu pada kakiku. "Pas!"

"Eh Do, kaki Sinca lebih besar dariku."

"Ini buat kakak."

"Eh, buat Aku? Makasih Aldo!"

Aldo mengangguk dan membayar semuanya.

Betapa senangnya mendapat sepatu dari Aldo. Sungguh ini adalah hal yang tak terduga. Selama berjalan Aldo menggandengku, entah apa isi otakku membuat memeluk lengannya. Namun sesuatu yang tak terduga terjadi.

"Kak, jangan," Aldo melepas pelukanku halus. "Ntar Aldo salah faham kalau Kakak peluk lenganku seperti ini. Aku bisa terbawa perasaan."

Memanas wajahku, bagai mengompol di depan umum aku menutup wajahku. Gimana sih! aku kok jadi begini, untung saja Aldo anaknya jujur dan setia.

"Kak, duduk dulu ya." Dia menggandengku duduk di bangku panjang di mall itu. "Capek nih beli banyak barang."

Kuperhatikan Aldo sibuk menata barang bawaannya, Sungguh beruntung Sinca bisa mendapatkan pria gentle semanis ini. Mana setia, bahkan kupelukpun dia menolak. kutepuk pundak Aldo. "Eh Do, menurutmu jika Aku dekat dengan dua cowok, apa Aku bisa di katakan play girl?"

"Hmm cowok? maksutnya Miko dan editor itu?"

Kepalaku sontak bergerak sedikit ke belakang dengan alis terangkat. "Loh kok tau?"

"Kak Sinca cerita," ucap Aldo, tersenyum merapikan barang. "Menurutku sih enggak, soalnya Kakak kan enggak terikat hubungan yang disebut pacar."

"Hmmm gitu ya, syukurlah. Kukira Aku sudah jadi play girl. Makasih ya Do!"

"Iya kak, sama-sama Aldo juga makasih banget sudah di temani."

Tiba-tiba kuterdiam, mataku tak berkedip dan mulutku menganga. Seorang yang kukenal nampak terlihat di depanku, Kok dia bisa di sini sih? sedang apa dia di sini! 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dalam Hayalan Bahagia
597      384     3     
Short Story
“Seikat bunga pada akhirnya akan kalah dengan sebuah janji suci”.
In your eyes
7090      1727     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
Loker Cantik
477      357     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
The First
435      310     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Arini
865      489     2     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Ken'ichirou & Sisca
7968      2214     0     
Mystery
Ken'ichirou Aizawa seorang polisi dengan keahlian dan analisanya bertemu dengan Fransisca Maria Stephanie Helena, yang berasal dari Indonesia ketika pertama kali berada di sebuah kafe. Mereka harus bersatu melawan ancaman dari luar. Bersama dengan pihak yang terkait. Mereka memiliki perbedaan kewarganegaraan yang bertemu satu sama lain. Mampukah mereka bertemu kembali ?
Musyaffa
79      67     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Panggil Namaku!
7037      1912     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Foodietophia
455      338     0     
Short Story
Food and Love
It's Our Story
721      291     1     
Romance
Aiza bukan tipe cewek yang suka nonton drama kayak temen-temennya. Dia lebih suka makan di kantin, atau numpang tidur di UKS. Padahal dia sendiri ketua OSIS. Jadi, sebenernya dia sibuk. Tapi nggak sibuk juga. Lah? Gimana jadinya kalo justru dia yang keseret masuk ke drama itu sendiri? Bahkan jadi tokoh utama di dalamnya? Ketemu banyak konflik yang selama ini dia hindari?