Aneh rasanya, saat ada yang mengkhawatirkanmu selain aku.
- Breakeven
"Lett, udah satu jam ini."
"Ya, terus?" tanya Letta tak acuh, masih sibuk membaca novel yang ia pegang.
"Lo ga risih di liatin mbak-mbaknya yang jaga?" tanya Galaksi gusar.
"Di liatin doang, kan? Ga di usir?"
Galaksi spontan mengusak belakang kepalanya kasar. Kini, wajah tampan Galaksi nyatanya tak berguna sama sekali. Satu jam, waktu yang cukup untuk membuat mereka berdua di tatap tak suka oleh mbak-mbak yang menjaga toko buku. Sampai akhirnya sebuah chat masuk ke handphone Galaksi mengalihkan atensinya, cowok itu lantas merogoh saku jaket denimnya.
Damar : Gal, di mana? Jangan bilang lo lupa kalo hari ini kita tanding.
Galaksi menepuk dahinya. Sial! Ia benar-benar lupa.
Kini, fokusnya kembali teralih pada Letta.
"Letta. Lo masih mau di sini apa gimana?"
"Gimana apanya?"
"Gue mau pulang. Ada kerjaan."
"Lo udah janji buat nemenin gue. So, tepatin," jawab Letta datar, masih sibuk membaca bukunya.
Galaksi menghela napas kasar. "Yaudah, kali ini lo boleh ambil tiga buku."
"Oke. Ayo kita pulang," ujar Letta tanpa berpikir panjang, menutup novelnya dan langsung berjalan mendahului Galaksi menuju kasir. Galaksi refleks mengacak-acak puncak kepalanya lagi. Tak terasa, malah ia yang menjadi pihak di rugikan di sini.
Tak lama, Letta sudah menyelesaikan bayarannya yang tentu saja menggunakan uang Galaksi.
"Gue ga ngant—"
"Gue ikut." Letta memotong.
"Gak! Lo ga boleh ikut. Bahaya!"
"Kan ada lo. Kalo lo cowok sejati, ga mungkin lo ga bisa ngelindungin cewek. Lagian bahaya apaan? Lo ada misi ngebunuh orang?"
"Tapi Lett, bukan gitu."
"Jangan banyak bac—A-AW!" Kalimat Letta terputus, dengan ia yang tiba-tiba berjongkok sambil memegangi perutnya.
"Letta!" Galaksi refleks ikut terkejut, lantas ikut berjongkok untuk melihat wajah Letta. Letta mendesis, matanya terpejam dengan gigi yang di rapatkan, kesakitan.
"Letta!" ujar Galaksi lagi, sambil berusaha menatap wajah Letta, membuat orang-orang di sekitar mereka sedikit banyak menoleh ke arah mereka. "Lo kenapa? Jangan bikin gue cemas!"
Letta lagi berdesis dengan muka yang terlihat semakin kesakitan. "Ke apotek bentar," ujarnya lirih.
...
Dahi Letta mengernyit, saat Galaksi mengajaknya ke sebuah bangunan tak terpakai yang terlihat sepi. "Ini tempat apa?"
Galaksi tak menjawab, tiba-tiba langsung menggandeng pergelangan tangan Letta, membuat cewek itu refleks mengikuti langkah kaki Galaksi. Letta juga tak menyempatkan untuk menolak, karena sekarang ia sibuk mengamati gedung yang ia masuki.
Hingga mereka sampai di sebuah ruangan cukup besar, dengan sebuah ring tinju dan orang-orang yang ramai menduduki tribun sekeliling mereka. Mata Letta melebar.
"Gal—"
"Dateng juga lo akh—SI GOBLOK! LO BAWA CEWEK KE SINI?!" Damar tiba-tiba terpekik melihat kehadiran Letta.
"Dia maksa."
"Si anjir. Sejak kapan lo jadi penurut sama cewek?! Suruh pulang. Di sini bahaya."
"Ntar pas gue tanding lo yang jagain."
"Tapi Gal—"
Tak menjawab, Galaksi langsung melangkahkan kakinya setelah sebelumnya menepuk pelan pundak Damar.
"Sialan emang si Galaksi!" makinya.
"Galaksi yang tanding?" tanya Letta, membuat atensi Damar kini teralih sepenuhnya pada Letta sampingnya.
Damar berdecak. "Ikut gue." Cowok itu tak menjawab pertanyaan Letta, lalu membawa Letta ke sudut ruangan yang agak sepi, hanya ada beberapa orang di sana, namun tetap saja, kehadiran Letta membuat hampir seluruh pasang mata menatap ke arahnya.
"Lo tunggu di sini. Jangan ke mana-mana. Nanti sebelum tanding, Galaksi nyamperin lo di sini. Dia lagi ganti baju."
Letta mengangguk samar, lalu sibuk memperhatikan keramaian di depannya. Hingga sebuah suara yang terdengar berat tak lama setelah kepergian Damar, mengalihkan perhatiannya.
"Kenapa lo bisa ada di sini?"
Letta mendongak, seketika matanya melebar. "D-dewa?"
"Halo, Zetheera. Gue ga nyangka, kita ketemu lagi," ujarnya dengan sebuah seringaian tiba-tiba tercetak di bibirnya. "Gue akuin, lo sekarang tambah cantik Zeten. Gue nyesel, kemaren sempat bikin lo pindah."
Letta langsung tergugu, hingga tak sadar jikalau Dewa sudah berlalu dari hadapannya.
"Lo kenal Dewa?" tanya Galaksi yang belum di sadari eksistensinya oleh Letta, terbukti dengan Letta yang tak menjawab pertanyaannya, membuat Galaksi mengernyit, lantas melambaikan tangannya tepat di depan wajah Letta.
"H-hah?"
"Lo kenal Dewa?" tanya Galaksi sekali lagi.
"Oh, e-enggak."
Galaksi lantas mengangguk, tak terlalu acuh dengan Dewa yang tadi menghampiri Letta. Ia kemudian sibuk menepak-nepak baju yang ia pakai.
"Lo kenapa bisa main tinju gini?" tanya Letta, namun pandangannya sibuk menyusuri seluruh ruangan.
"Tepatnya olahraga Letta. Lo kira ini mainan?"
"Tapi, lo bisa babak belur."
"Lo ngekhawatirin gue?"
"Iya."
Galaksi tiba-tiba termangu untuk sepersekian detik, lantas menggelengkan kepalanya. "Lo suka gue ya?" selidiknya.
"Suka pantat bohay lo."
"Anj--"
Belum Galaksi menyelesaikan kalimatnya, suara MC pertandingan terdengar dan kini temgah berdiri di atas ring.
"Gue tanding terakhir," ujar Galaksi. "Ada penantang baru, Dewa yang tadi ngomong sama lo," tambahnya.
Letta beralih menatap Galaksi. "Maksudnya lo tanding terakhir?"
"Dia ngelawan yang bocah-bocah dulu. Kalo misal dia menang, dia bakal ngelawan gue."
Letta mengernyit, tak mengerti.
Galaksi tersenyum, tiba-tiba memegang kedua bahu Letta, menatapnya. "Gue petinju paling hebat di sini, kalo lo mau tau."
"Tapi muka lo kayak bencong. Kok bisa?"
Licin banget mulut Letta emang, kayak perosotan.
Galaksi memilih mengedikkan bahunya, tak terasa ia sudah terbiasa menelan kata-kata sarkasme dari mulut Letta.
Hingga bunyi ketukan mirip lonceng membuat Letta juga Galaksi mengalihkan perhatiannya tepat pada ring.
Letta lagi tergugu. Matanya menatap kosong pada ring dengan Dewa yang berancang-ancang untuk memukul lawan mainnya.
Bugh!
Pukulan pertama dilesatkan oleh Dewa, tepat mengenai rahang kanan lawan. Letta refleks memejamkan matanya, wajahnya meringis tatkala suara pukulan terdengar beruntun mulai menguar memenuhi gendang telinganya.
"Letta, lo gabisa liat ginian?" tanya Galaksi, terselip nada khawatir di dalamnya.
"Gak. Gue gapapa."
Galaksi menghela napas berat. "Gue bakal nyuruh Damar nganter lo pulang."
"Gapap—sshh..." Letta berdesis samar, tak menyelesaikan kalimatnya, namun itu cukup untuk terdengar oleh telinga Galaksi.
"Perut lo sakit lagi?"
Letta mengangguk. "Di sini ada kamar mandi?"
"Ada. Itu di belakang. Lo tinggal lurus aja. Atau gue ant—"
"Gal, siap-siap. Bentar lagi giliran lo." Suara Damar memotong kalimat Galaksi.
"Yaudah sana. Gue bisa sendiri." Letta berdiri, hendak melangkah, namun lagi tertahan oleh Galaksi lagi.
"Kalo ada apa-apa, jerit. Kalo udah, duduk di sini lagi. Kalo ga bisa liat gituan, ini jaket gue. Tutup mata lo."
"Jangan keliatan banget kali Gal kalo misal lo udah mulai suka sama gue," ejek Letta di sela rasa sakitnya.
Galaksi mendengus. "Terserah lo."
Letta tersenyum miring, lantas melangkah menuju kamar mandi masih dengan memegangi perutnya. Di sudut lain, mata Dewa mengiringi langkah kaki Letta.
...
"Akhirnya gue ngelawan lo juga," ujar Galaksi, di sela mereka masih berdiri berdampingan sebelum menaiki ring.
Dewa menyeringai. "Galaksi Abimanyu, gue mau ngasih lo tawaran bagus."
Galaksi lantas menoleh, memandang Dewa dengan wajah bertanya.
"Kalo lo menang, gue bakal nambah uangnya dua kali lipat. Kalo lo kalah, gue yang nganter Zeten pulang."
Mendengar itu, tatapan Galaksi langsung berubah tajam. "Zeten? Zetheera maksud lo?"
Dewa mengedikkan bahunya sebagai jawaban, dan itu cukup untuk membuat rahang Galaksi mengeras.
"Walaupun gue gatau apa hubungan lo sama Letta, tapi dengan senang hati, gue bakal menangin pertandingan ini," ujar Galaksi.
Percakapan mereka selesai dengan keduanya yang mulai menaiki ring. Senyum miring tercetak jelas di belah bibir mereka berdua.
Ketika mereka siap dengan ancang-ancang menunggu bunyi lonceng tanda di mulai, Ctak! Lampu tiba-tiba padam.
"LETTA!!"
"ZETEN!!"
Seru mereka berdua bersamaan, Galaksi dan Dewa.
...
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme