Nyatanya, aku sudah tertarik, sejak awal.????
- Breakeven
Teriakan-teriakan nama Galaksi di sekeliling lapangan tiba-tiba tertahan, melihat langkah Galaksi menuju Letta yang duduk cukup jauh di pinggir lapangan. Tangan-tangan penuh minuman mereka akhirnya terjatuh di sisi tubuh.
"Gue ga nyangka lo beneran bakal dateng," ujar Galaksi dengan dada naik turun ~ ngos-ngosan.
"Gue juga ga nyangka, gue mau-maunya dateng cuma buat nyium bau badan busuk lo," tandas Letta, membuat wajah Galaksi berubah masam.
Masih sibuk mengatur deru napasnya, tiba-tiba Letta mengulurkan minuman isotonic yang ia ambil dari dalam tasnya, menimbulkan kerutan di dahi Galaksi.
"Buat gue?"
"Buat babi."
Tertohok sakali.
Galaksi lagi-lagi tersenyum masam, mengusap puncak kepala Letta sebentar ~ memainkan perannya ~ lalu mengambil minuman yang di sodorkan cewek itu. Letta di depannya hanya memperhatikan Galaksi, merasa tak peduli sama sekali dengan banyak mata yang menonton mereka sekarang.
"Gal," panggil Letta.
Galaksi menyudahi minumnya. "Ya?"
"Ngebungkuk di depan gue."
Galaksi mengernyit tak mengerti. "Maksud lo?"
"Gausah banyak tanya. Ngebungkuk cepet."
Tak ada pilihan selain menurut, Galaksi membungkukkan tubuhnya di depan Letta, mensejajarkan wajahnya dengan cewek itu.
Dan yang terjadi selanjutnya tak ayal membuat Galaksi benar-benar terkejut, Letta mengelap wajah dan lehernya dengan handuk kecil yang ia yakini milik cewek itu.
"Kamu pasti capek kan, yang?" tanya Letta, membuat mata Galaksi semakin mengerjap tak percaya, menatap hazel kecoklatan cewek itu.
Semua yang ada di lapangan melongo ke arah mereka berdua, tak terkecuali teman-teman Galaksi juga Pak Bambang, pelatih mereka.
Pak Bambang itu bujang lapuk omong-omong. Dari raut mukanya sekarang, keliatan kalo pengen juga di lap-lap manjah kayak gitu.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, Letta tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke telinga Galaksi, membuat cowok itu semakin mematung dan tak sadar desiran halus terasa di dadanya.
Letta berbisik tepat di telinganya. "Dateng ke sini lima ribu, isotonic tujuh ribu, handuk sepuluh ribu, ngelap keringat lo delapan ribu. Semuanya jadi tiga puluh ribu. Gue tunggu bayarannya pas pulang."
Sialan.
...
"Gue udah putus dari Galaksi, Dion. Lo ga boleh pura-pura ngga tau."
"Iya, gue tau."
Mata cewek itu tiba-tiba berbinar. "Berarti sekarang kita pac--"
"Gue gasuka sama lo. Udah berapa kali gue bilang." Dion memotong cepat, membuat manik mata cewek itu spontan melebar tak terima.
"Sial! Lo ga harusnya giniin gue, Dion!"
"Gituin lo gimana?"
"Lo ngasih harapan buat gue selama ini, dan lo dengan seenaknya ga mau tanggung jawab!"
Dion lantas berdecih. "Harapan apaan? Gue cuma jadi pendengar curhat lo, cuma jadi temen chatting lo. Itu yang lo maksud gue ngasih harapan?" Dion memalingkan mukanya sebentar, lalu menatap lagi cewek di depannya dengan senyuman sinis. "Kenapa sih cewek sekarang pada mudah banget baper? Geli gue."
"DION!"
"Apa? Asal lo tau, gue ga sepinter Galaksi. Gue ga sebaik Galaksi, apalagi setampan Galaksi. Gue heran kenapa lo malah ke pincut sama gue."
"Lo beda." Nada suara cewek itu melemah. "Lo beda, Dion."
"Gue ga sesempurna yang lo bayangin. Jadi udah, gue mau pulang." Dion membalik tubuhnya, bermaksud hendak pergi.
"Atau lo suka sama Kala?!" pekikan tertahan yang untungnya tak terlalu besar itu, membuat Dion kembali berbalik menghadap cewek yang matanya sudah berkaca-kaca.
"Lo suka Kala lo itu kan?" tudingnya lagi.
Dion lantas tersenyum miring. "Jangan berlagak lo tau segalanya." Dion menarik napasnya, menjeda kalimatnya sebentar. "Gue terlalu sayang sama dia, yang malah bikin gue pengen jadi sosok ayah bukan kakak apalagi pacar. Jadi, sedikitpun gue sama sekali ga ada perasaan suka sama Kala, kayak tuduhan ga berdasar lo barusan. Kalo lo mau tau."
Setelahnya, Dion berbalik, meninggalkan cewek itu sendirian di koridor kelas yang sepi, karena bel pulang sudah lewat dua jam yang lalu.
...
"Kala!" Panggilan yang sudah amat di kenalnya itu membuat Letta menolehkan kepalanya ke sumber suara, dan benar, ia mendapati Dion yang melangkah ke arahnya.
"Pulang bareng gue kan?"
"Lo belum pulang?" Letta malah balik bertanya.
"Tadi nugas bentar."
"Nugas atau lo emang sengaja nungguin gue?" Letta tersenyum mencemooh.
"Di sekalianin." Dion mendengus. "Yok balik," ajak Dion lagi.
"Gue lagi nunggu Galaksi."
"Kayak bukan lo banget anjir. Lo beneran suka sama Galaksi?"
"Gue mau nagih utang."
"Sekarang dia di mana?"
"Lagi di kerumunin," jawab Letta sembari menunjuk ke sisi lapangan yang cukup di penuhi cewek-cewek penggemar Galaksi yang memberikan coklat ataupun minuman pada cowok itu.
"Gue juga ganteng padahal. Kok ga pernah di gituin ya?" Dion refleks bergumam.
"Karena muka lo kayak ayakan beras miskin."
Dion mendengus. "Iya. Benar sekali Kala yang cantik jelita tak ada duanya. Perkataanmu selalu benar."
"Yaudah, pulang sana. Galaksi tadi mau nebengin gue," ujar Letta yang melihat Galaksi sudah berjalan ke arahnya.
"Lo beneran?"
"Cari cewek makanya goblok."
"Apa hubungannya Kal--"
"Letta," panggilan Galaksi membuat kalimat Dion terpotong.
"Yaudah, gue pulang. Lo jangan ke mana-mana. Langsung balik. Kalo ada apa-apa, telpon gue."
Letta mengangguk. Kini atensinya sudah beralih pada Dion yang terlihat memegang beberapa batang cokelat.
"Lo anterin gue balik. Kalo lo gamau, ongkos taksi ke rumah gue lima belas ribu. Di tambah yang di lapangan tadi jadi semuanya empat puluh lima ribu."
Galaksi akhirnya hanya mengangguk, malas berdebat. Tiba-tiba ia menyodorkan cokelat di tangannya pada Letta. "Buat lo. Lo suka cokelat," ujar Galaksi yang seperti menekankan sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.
"Kok lo tau?"
"Gue cenayang."
Mereka lantas terdiam beberapa saat sambil menatap masing-masing manik mata.
Hingga Letta membuka suara, "Ga lucu, goblok."
Percakapan selesai.
...
"Ini rumah lo?" tanya Galaksi, menatap seksama pada rumah Letta yang bisa di katakan cukup besar.
"Iya. Kenapa? Lo kaget?"
"Nggak. Bukan gitu." Galaksi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Lo tinggal sama siapa?"
"Sama ayah, ibu, nenek, kakek gue."
"Lo anak tunggal?"
Letta memangku kedua tangannya. "Lo kok jadi kayak ngewawancarain gue?"
"Yaudah, gausah jawab."
Letta tiba-tiba mengulurkan tangannya. "Rokok sama duit."
Galaksi memutar bola matanya malas. Kemudian menyodorkan rokok juga uang pada Letta.
Baru tangan Letta hendak terulur mengambil rokok dan uang tersebut, Galaksi menariknya lagi, menimbulkan kernyitan kesal di dahi Letta.
"Pas pulang, lo ninggalin gue di kerumunin sama anak-anak." Galaksi bersedekap.
"Gue tadi ke kamar mandi, dan pas balik lagi, kalian udah selesai."
Galaksi menghela napasnya kasar. "Buat kali ini, lo gue maafin."
"Maafin apanya? Yang jelas gue ga salah. Malah lo yang salah, karena tadi siang udah narik-narik lengan gue."
Galaksi menyerah, memilih menyodorkan uang juga rokok pada Letta dengan enggan.
"Oke. Makasih. Senang berbisnis dengan anda." Letta tersenyum miring.
"Gue merasa di palak dan di peras sama lo."
Letta menyeringai. "Ini namanya service. Dan di dunia ini ga ada yang gratis."
Galaksi hanya bisa berdecak kesal, merasa benar-benar tak bisa berkutik untuk berurusan dengan cewek di depannya, yang kini sudah tersenyum penuh kemenangan.
"Jangan lupa, sampe rumah gosokin bersih-bersih badan lo. Gue mau muntah tadi nyium keringat lo yang kayak bau ikan asin," ujar Letta sekali lagi, setelahnya berbalik hendak meninggalkan Galaksi.
Namun taunya tertahan oleh Galaksi yang mencengkram pergelangan tangannya.
Letta menoleh. Kerutan samar terlihat di dahinya ~ seolah bertanya.
"Gue cuma mau liat sekali lagi, wajah pacar pura-pura gue," ujar Galaksi, menyunggingkan senyumnya.
...
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme