Perhatian! Penuh adegan drama sinetron, membuat geli, mual, dan malas untuk di baca. Skip jika tidak ingin hal di atas terjadi.
Masih maksa baca? Yaudah, jangan lupa vommentnya...
...
Terdengar drama, tapi kenapa drama itu terjadi padamu?
- Breakeven
Galaksi membawa pandangan lurusnya pada jalanan di depan warteg "Mantap Betol", tak banyak yang ia pikirkan sebenarnya, hanya tentang cewek arogan yang beberapa hari lalu menolaknya. Tapi pikiran itu ikut bercabang dengan perkataan Rangga tentang Letta yang membuatnya babak belur kemarin.
Sreet...
Kursi di samping Galaksi tiba-tiba berderit, menandakan ada orang yang mendudukinya, Dewa dan Dion, membuat Galaksi menghela napas pelan.
"Gue ga inget hubungan lo berdua udah baik," cela Galaksi.
"Bacot," tutur Dion yang setelahnya langsung memesan es teh, juga nasi beserta ayam dan semur jengkol kesukaannya.
Juga, Galaksi tak ingat, ia bisa menjadi dekat dengan dua orang ini – Dewa dan Dion – hanya karena Letta. Tidak bisa di bilang 'hanya' juga sebenarnya, karena Galaksi telah melibatkan perasaan pada cewek itu. Adalah apa yang beberapa hari belakangan ini Galaksi pikirkan, dirinya dengan perasaannya untuk cewek itu.
Bukan, ini bukan sekedar rasa kasihan untuk Letta, karena Galaksi telah mengakui dari awal, cewek itu memang cukup menarik di matanya, hanya saja ia yang malas untuk mengakui karena telah memperlihatkan dirinya yang sok jual mahal pada pertemua pertama mereka. Tentu saja sekarang ia merasa malu akan hal itu.
Galaksi juga sadar, ia telah terlalu banyak ikut campur akan urusan Letta, yang menjelaskan bahwa rasa pedulinya bukan karena hanya terpaku di arti kata 'peduli', tapi lebih dari itu, ia peduli karena ia suka, ia menyukai Letta, dari awal dia berbuat peduli.
Galaksi hanya cukup bodoh untuk menyadarinya dari awal.
"Kenapa harus di warteg sih?" selaan dari mulut Dewa menghentikan Dion juga Galaksi yang sedari tadi menyuap nasi ke mulut mereka.
Tatapan Dion langsung terhunus pada Dewa. "Dan satu hal yang bikin gue ga suka sama lo, sikap sok kaya yang ga berubah dari lo dulu, bikin gue muak."
"Gue emang kaya kalo lo lupa," jawab Dewa sengit, yang taunya langsung menciptakan imajiner berapi – marah – pada kepala Dion.
"Bangsat kau ya—"
BRAK!
"GUE MAU MAKAN BANGSAT-BANGSAT!" bentak Galaksi sambil memukul meja kuat, merasa kesal dengan kegaduhan yang di buat Dewa dan Dion, hingga menarik atensi beberapa orang juga penjual yang ada di sana, membuat Dion juga Dewa refleks menghentikan adu mulut mereka.
Setelah mereka kembali diam, Galaksi kembali membuka suara. "Jadi gimana ceritanya Letta bisa berhubungan sam—"
"Gue yang salah," sambar Dewa cepat, membuat Galaksi lantas menoleh pada Dewa di sampingnya.
"Bener apa yang di bilang Rangga pas dia ngeroyok kita di ring kemarin. Gue emang sok hebat, nerima tantangan dia buat adu balap cuma karena gue marah Letta di goda sama cowok brengsek itu."
"Lo cowok paling goblok kalo lo mau tahu," sahut Dion yang juga berada di sebelah Galaksi.
"Dan lo cowok yang paling penakut kalo lo mau ta—"
BRAK!
Sekali lagi menggebrak meja, menarik atensi lagi dari pengunjung di sana. Untung pemilik warteg masih segan untuk mengusir mereka dari sana karena membuat keributan.
"Sekarang kenapa lo ngatain Dion penakut?" tanya Galaksi pada Dewa.
"Gue ga penakut, gue prioritasin keselamatan Kala," sela Dion, sambil mengunyah jengkol di mulutnya.
"Dion pembalap nomor satu di arena. Haish!" Dewa langsung berdecih, merasa malas untuk mengakui itu, walau pada kenyataan memang hal tersebut benar adanya. Apalagi melihat senyum angkuh yang tiba-tiba terulas dari bibir Dion, semakin membuat Dewa berdecak.
"Letta tuh tomboy, kayak yang lo lihat." Galaksi mengangguk membenarkan, lantas kembali fokus pada bola mata Dewa, mendengarkan.
"Kita temenan dekat, karena yah, dia emang lebih milih temenan sama cowok. Cewek itu ribet katanya, ga sadar diri kalo dia juga cewek." Dewa tersenyum kecil, dan itu taunya juga menulari Galaksi untuk tersenyum.
"Dia maksa ikut ke arena. Kita berdua ga bisa nolak, karena Letta anaknya ngambekan, kalo lo mau tahu, dia juga manja. Mau setomboy apapun cewek, mereka pasti tetap punya sifat cewek."
"Langsung sama intinya aja napa. Gausah pake muqaddimah segala," sela Dion yang kemudian menenggak air minumnya.
Dewa hanya membalas dengan decakan dan kembali melanjutkan. "Dia maksa ikut ke arena malam itu. Gue sama Dion akhirnya setuju. Sialnya malam itu ada Rangga, rival balap gue sama Dion. Dion tetap pemegang rekor pembalap nomor satu, dan gue sama Rangga terkadang ganti-ganti posisi, kadang gue yang dua, dan kadang dia juga yang di posisi dua. Makanya, gue optimis menang hanya karena ngandelin keberuntungan gue malam itu buat dapet di posisi menang."
"Lo goblok," sela Dion lagi.
"GUE TAU, SIAL!" Dewa membentak marah, seolah Dion benar-benar membenci dirinya dengan seluruh umpatan yang di tujukan padanya.
"Dia godain Letta, gue ga terima, karena..." Dewa menjeda kalimatnya, tertunduk. "Gue waktu itu suka Letta, dan gue benar-benar ga terima dia di gituin."
Dion di sebelah Galaksi mendengus, menatap Dewa dengan lirikan membunuh yang kasat mata. Galaksi juga hanya menghela napas pelan. Tentu saja tidak ada yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan tanpa melibatkan perasaan. Mungkin Dion juga suka Letta sebenarnya. Entahlah. Pikir Galaksi.
"Gue nerima tantangan itu, dan gue kalah. Salah gue yang ga dengerin larangan Dion. Letta langsung di tarik. Gue dan Dion berusaha ngelawan. Tapi kita kalah jumlah, karena peraturannya, yang kalah tetap kalah. Apa yang di jadikan taruhan harus di tepati. Dan taruhannya..." Lagi, Dewa menjeda kalimatnya, "Letta di ambil Rangga buat semalam." Suaranya mengecil di akhir, menimbulkan delikan lebar pada mata Galaksi.
"Letta di tarik paksa sama rombongan Rangga. Letta berontak. Tapi itu ga berdampak baik, karena si brengsek itu gunain rokok buat nyulut badan dia biar diam." Dion yang kini bercerita. "Sulutannya banyak, terutama di bawah leher sama lengan. Bekasnya masih ada sampai sekarang. Gue berhasil lolos, dan gue ngejar Rangga yang ada di samping gedung kosong juga gelap ga jauh dari arena balap."
"Intinya, Letta takut gelap karena itu. Juga, dia ngerokok, karena dia dendam sama rokok itu. Gue juga heran kenapa bisa gitu. Kalo lo perhatiin lagi, setiap abis ngerokok, dia selalu menginjak kasar sisa rokok itu, dan matanya berubah merah. Nahan tangis. Tapi kayaknya lo ga pernah sadar, Galaksi." Dion menyudahi ceritanya dengan menenggak habis air putih di gelas.
Iya, gue benar-benar baru tahu...
Sraak!
Galaksi langsung berdiri meninggalkan warteg "Mantap Betol" itu, setelah sebelumnya membayar semuanya terlebih dahulu tanpa mengambil kembaliannya.
Dion juga Dewa hanya menatap penuh tanya akan ke mana kepergian Galaksi yang tiba-tiba. Tanpa tahu, Galaksi akan membuat perhitungan pada Rangga – si brengsek itu.
Tapi terlebih dahul Galaksi akan ke rumah Letta.
Untuk memeluknya, kemudian memperjuangkan perasaannya untuk cewek itu.
Tidak, ia tak akan meminta sekali seperti apa yang Galaksi pernah bilang. Ia akan meminta berkali-kali. Sampai cewek itu menerimanya.
Menggelikan memang.
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme