BAB XX
Kelas ku baru saja berakhir. Aku segera meninggalkan gedung dan mendapati Mr. Black sudah menungguku di seberang gedung dengan mobil bmw hitam.
“Bagaimana kuliah.” kata Mr. Black datar.
“Buruk. dosen kami memberi ujian mendadak.”
“Bisa.”
“Hanya sedikit.”
“Putri kemana.”
“Kita kembali ke apartemen saja, Angga sudah bangun.”
Mr. Black menghidupkan mesin mobilnya, menginjak pedal gas menuju apartemen.Selama di perjalanan kami hanya terdiam, musik juga tidak diputar. Hanya terdengar suara deru mesin mobil. Mr. Black memang jarang berbicara denganku, ia lebih suka mendengarku bercerita. Ketika dia berbicara pun nada bicaranya datar?tidak memakai tanda baca, sehingga orang-orang akan kebingungan apakah dia menyatakan suatu pendapat atau menanyakan suatu hal. Tapi aku sudah terbiasa dengan caranya berbicara. Aku juga tidak pernah menyuruhnya untuk memperbaiki cara berbicaranya karena bagiku itu bukan masalah besar. Dulu sekali waktu aku pertama kali bertemunya, aku langsung membencinya danmenganggapnya aneh. Ia sangat tinggi dan berbadan besar?seperti raksasa. Rambutnya dicukur habis dan ia selalu menutupi matanya dengan kacamata. Sifatnya sangat pendiam dan kaku. Mr. Black merupakan anak buah Ayahku?Ayahku yang mempekerjakannya untuk menjagaku. Sejak aku memutuskan untuk kuliah di Jakarta kekhawatiran ayah semakin menjadi-jadi. Kami tinggal di bandung dan aku bisa kembali pada akhir pekan, namun ayah orang yang sangat skeptis. Pikirannya selalu berkata bahwa anaknya dalam bahaya. Ia sangat menyayangiku, ia tidak senang bila aku jauh dari rumah, tapi juga tidak bisa melarang mimpi anak-anaknya. Akhirnya ayah percaya padaku dengan catatan bahwa aku harus selalu bersama Mr. Black. Mr. Black selalu menguntitku kemana saja?ke kampus, pusat perbelanjaan, restoran, kolam renang, bahkan ia tinggal di lantai yang sama di apartemenku. Aku seringkali membentaknya untuk tidak mengikutiku, tapi dia hanya diam dan terus menjalankan tugasnya. Ia juga sering terlibat dengan petugas keamanan karena gerak geriknya dianggap mencurigakan. Aku waktu itu sampai kabur ke apartemen lain untuk menghindarinya, dan hal itu berhasil! Aku menginap disana selama beberapa hari dan tidak ada tanda-tanda bahwa Mr. Black mengetahui keberadaanku. Sampai suatu ketika aku keluar malam-malam untuk membeli makanan. Sepulangnya aku dicegat oleh tiga orang laki-laki. Aku berusaha kabur dan berlari sekencang-kencangnya, celakanya aku berlari ke arah gang yang buntu. Mereka bertiga menatapku dengan pandangan menjijikkan. salah satu laki-laki itu berusaha menyentuhku dan tiba-tiba Mr. Black menarik kerah bajunya dan melemparnya. Dua orang lainnya berusaha melawan,ttapi kemampuan bela diri Mr. Black bukan tandingan mereka. Laki-laki yang terjatuh tadi diam-diam menghujamkan sebilah pisau ke arah Mr. Black. Pisau itu menancap tepat di lengannya. Laki-laki itu tersenyum?merasa telah menang. Tapi Mr. Black mencabut paksa pisau itu dan mata pisaunya tertinggal di lengannya. Aku sangat takjub melihatnya. Tiga orang laki-laki itu langsung melongo dan kabur. Aku dapat melihat mereka berlari kocar kacir ketakutan dan mendengar mereka berteriak monster. Aku langsung membawa Mr. Black ke rumah sakit. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun ataupun mengerang kesakitan. Dokter membalutnya dan berkata bahwa Mr. Black beruntung karena pisau itu tidak mengenai tulangnya. Aku bertanya mengapa Mr. Black begitu ingin melakukan pekerjaan ini, apakah ayah menggajinya dengan uang yang sangat banyak? tapi Mr. Black bilang ini dia lakukan karena semata-mata ia sangat menghormati ayahku. Sejak saat itu aku sangat menyayangi Mr. Black bukan sebagai seorang pengawal, tapi sebagai seorang teman.
Kami tiba di apartemen dan langsung menuju kamarku. Hanif sedang menatap keluar jendela. Ia sangat terkejut ketika Melihat Mr. Black.
“Hanif, perkenalkan ini sahabatku, Mr. Black.”
"Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
Comment on chapter BAB IIOke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))