BAB XIX
Dari sudut pandang Clara:
Aku memperhatikannya masih terbaring di kasur, padahal jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Mungkin kejadian tadi malam membuatnya shock dan lelah. Sambil menunggu air mendidih, aku meracik teh hijau di dapur. Angga sepertinya sudah terbangun, aku segera menghampirinya. Ia terlihat sangat linglung. Aku menarik kursi belajarku disamping kasur dan duduk diatasnya.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyaku
“Clara..?” Hanif mengurut-urutnya dahinya. “Dimana aku?”
“Kau sekarang sudah aman disini?di apartemenku.”
“Bukankah katamu kau tinggal di asrama?”
“Kapan aku mengatakannya? Eh, saat aku mabuk ya? aku pasti hanya ngelantur.”
Terdengar suara ketel bersiul. Aku kembali ke dapur untuk menyeduh teh hijau yang sudah aku siapkan tadi dan membawanya ke kamar dengan nampan. Aku menyuguhkannya untuk Hanif.
“Terimakasih.” katanya sambil menyeruput teh tersebut. Ia sepertinya masih berusaha menyambungkan potongan-potongan ingatannya, pasti ada segudang pertanyaan di kepalanya.
“Apa yang terjadi padaku?” tanyanya
“Kau dijebak oleh bos narkoba itu dan untungnya aku berhasil menyelamatkanmu di detik-detik akhir.”
“Bukankah polisi sudah datang? dan bagaimana kau membawaku kesini?”
“Suara sirinenya memang sudah terdengar, tapi mereka sebenarnya masih jauh. Kami langsung menggendongmu ke mobilku?Aku dan pengawalku, Mr. Black sesaat sebelum polisi sampai. Polisi terlalu sibuk menggeledah gudang itu dan tidak berhasil membuntuti kita bertiga.”
“Bagaimana kau bisa tahu aku ada disana?”
“Ceritanya panjang.”
“Ceritakanlah.” Angga memperbaiki posisinya menghadapku.”
“Setelah kita bertemu malam itu aku menjalani kehidupanku seperti biasanya. Aku menunggu kabar darimu tapi kau tidak kunjung menelpon, aku juga sudah berusaha mencaritahu tentang dirimu, tapi ternyata tidak memungkinkan karena aku hanya tahu nama panggilanmu. Aku masih tidak merasa enak karena kau yang membayar biaya sewa hotel malam itu. Aku masih berharap bisa bertemu di jalanan atau di suatu tempat, sampai suatu ketika temanku Grace mengatakan bahwa dia dibayar seseorang untuk berpura-pura hamil. lalu sejak kematian Angga, aku menjadi sangat curiga dan menyuruh Mr. Black untuk menyelidikinya. Aku dan Mr. Black membuntutimu sampai ke gudang itu dan melihat kau sedang disekap oleh bos narkoba itu. Mr. Black menghadangku untuk muncul, ia bilang aku harus sabar dan menunggu sampai waktu yang tepat. Tapi ketika Mr. Black ingin mengejar bos itu, suara sirine polisi terdengar. Kami tidak ingin mempertaruhkan dirimu dan memutuskan untuk melepaskannya. Bos itu berhasil kabur , tetapi kau berhasil diselamatkan.
Aku memperhatikan raut wajahnya, ia masih diliputi rasa bersalah.
“Sudahlah jangan merasa bersalah.” aku memegang pundaknya. “Sekarang beristirahatlah, kau masih belum pulih. Aku harus menghadiri kelas perkuliahan.Untuk sekarang jangan pergi kemana-mana dulu karena kau adalah buronan polisi. Jika kau lapar, aku sudah menyediakan sarapanmu di dapur. Nah, kalau begitu sampai jumpa!”
Aku segera bangkit dan meninggalkannya.
"Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
Comment on chapter BAB IIOke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))