BAB XVIII
Beberapa tahun kemudian..
Hari ini adalah hari pembebasanku. Sipir yang mengawalku keluar mengucapkan selamat padaku, ia berharap aku tidak akan mengulangi kesalahanku di masa lampau. Orangtua datang menjemputku. Ibuku tak bisa menahan rasa tangisnya dan langsung memelukku, begitu juga ayahku. Aku langsung mengganti pakaian tahananku dengan pakaian yang dibawakan ibuku?jaket korduroi kesayanganku. Selama berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah, Ibu menceritakan peristiwa yang terjadi selagi aku mendekam di penjara, dari hal yang besar bencana alam hingga tetangganya yang meninggal. Sementara aku dan ayah hanya mendengarkan. Aku masuk ke kamarku. Kamar yang aku tinggalkan selama bertahun-tahun masih terlihat sama. Poster-poster pemain basket NBA, koleksi buku Agatha Christie, gitar pertamaku semuanya tidak ada yang berpindah tempat. Aku jadi bernostalgia dengan kamar ini. Ketika aku ingin melepas jaket korduroi yang kupakai, aku tak sengaja merogoh sakuku dan menemukan semacam kertas. Tinta kertas itu sedikit pudar, namun aku masih bisa membacanya. Surat ini berasal dari Clara, gadis yang kutemui di bar waktu itu. Aku diam sejenak, lalu beranjak ke ruang tamu dan menekan nomor yang tertera di kertas itu. Setelah telepon beberapa kali berdering terdengar suara seorang wanita mengangkat. Clara ternyata masih mengenaliku. Aku bilang padanya bahwa aku ingin bertemu, dan ia menyanggupinya. Kami akan bertemu di salah satu restoran cepat saji. Aku izin kepada ayahku untuk meminjam mobilnya untuk bertemu salah seorang teman. Aku memarkirkan mobilku, lalu berjalan kea rah restoran tersebut. Seorang anak kecil tidak sengaja menabrakku di depan pintu masuk, sepertinya ia baru berumur 2 tahun. Ia sangat pemalu. Aku berjongkok mengelus-elus rambutnya dan bilang bahwa itu salahku karena tidak memperhatikan jalan. Kaki seorang wanita di belakang anak ini menarik perhatianku. Aku langsung menengadahkan kepalaku dan melihat sesosok wanita sedang menangis. Ia menangis sambil menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.
Wanita itu adalah Wanda.
“Apa kabar?” kataku memulai pembicaraan.
“Aku baik, bagaimana denganmu?”
“Yah, aku baru bebas hari ini?rasanya sangat senang.” jawabku
“Aku ikut senang mendengarnya.”
“Anakmu sangat lucu, berapa usianya?” tanyaku
“Hari ini usianya genap dua tahun.”
“Wah, aku ucapkan selamat ulang tahun untuknya.”
Aku dan Wanda tidak berbicara banyak. Aku menatap matanya, sorot mata itu masih sama seperti dulu. Sekarang Wanda sudah dewasa?sifat kekanak-kanakannya tidak terlihat lagi. Ia berperan sebagai Ibu yang melindungi anak-anaknya. Aku tidak berani menanyakan perihal kehidupan pribadinya. Aku menghormati suaminya dan disini posisiku adalah sebagai seorang teman.
“Ibu, ayo pulang. Aku mau nonton kartun di rumah.” rengek anak kecil itu sambil menarik-narik tangan ibunya.
“Aku pulang dulu ya?” kata Wanda.
“Hati-hati di jalan ya.”
Aku melihatnya pergi bersama anaknya berjalan menuju ke parkiran mobil. Aku langsung masuk ke dalam dan mendapati Clara sudah menungguku. Clara mengangkat tangannya dan menyapaku, aku menarik kursi di depannya dan langsung duduk.
“Jadi, apa yang bisa kubantu?” tanya Clara.
"Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
Comment on chapter BAB IIOke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))