BAB I
Aku terbangun oleh suara ketukan pintu. Aku kira suara itu hanya khayalanku sendiri sampai suara itu terdengar lagi. Dengan keadaan setengah sadar aku membukakan pintu kepada orang yang menganggu tidur ku pagi ini.
“Nif, aku pinjam sepatumu bentar ya?” katanya tanpa mengucapkan selamat pagi.
Aku melirik sekilas ke jam dinding. Jarum panjang bahkan belum menunjukkan pukul 6 pagi.
“Pakai saja.” jawabku malas sambil kembali menutup pintu.
Aku tidak jadi menutup pintu karena orang yang berdiri di depanku enggan pergi.
“Apalagi yang kau mau?” tanyaku menggerutu
“He, mengapa kau tidak bertanya padaku kemana hari ini aku akan pergi?”
“kemana kau akan pergi A-n-g-g-a” sambil memberi penekanan pada kata terakhir.
Ia langsung tersenyum lebar.
“Aku akan berkeliling kota dengan Wanda! kau ingat gadis itu?”
Aku mencoba mengingat-ingat siapa gadis yang ia sebutkan barusan.
“Tidak, aku tidak mengingatnya.”
“Gadis itu merupakan primadona di angkatanku! Kita melihatnya di kantin kampus waktu itu. Sungguh kau tidak ingat dengan rupanya?” katanya terheran-heran.
“Tidak.”
“Baiklah. Waktu adalah uang. Aku pergi dulu ya!”
Aku hanya membalasnya dengan helaan nafas. Benar benar rusak pagiku. Aku segera membasuh wajahku dan menyikat gigi. Aku putuskan untuk kembali ke kasurku dan menarik selimutku tinggi-tinggi karena pagi ini begitu dingin.
Orang yang tadi meminjam sepatuku namanya Angga. Ia tinggal disebelah kamarku. Hanya kami berdua yang tinggal di kos ini. Dua penghuni lainnya sudah lulus semester lalu dan tidak ada pemilik kos yang mengatur disini.
Aku akui Angga merupakan orang yang menarik. Tidak sulit menggambarkan dirinya. Ia cukup tinggi?sedikit lebih tinggi dariku. Kulitnya putih, wajahnya rupawan dengan mata yang sayu dan hidung yang mancung. Bibirnya tebal dan sedikit kehitaman karena sering menghisap rokok. Rambutnya dipotong rapih dengan poni yang dibiarkan memanjang.
Namun kelakuannya tidak sejalan dengan fisiknya. Ia adalah pemikat wanita nomor satu yang pernah aku kenal. Entah sudah berapa wanita yang ia bawa ke dalam kamarnya. Aku sangat membenci suara-suara yang timbul dari kamar mereka seperti desahan, derit ranjang atau suara teriakan yang membuatku tidak bisa tidur nyenyak. Aku sudah memperingatkannya berkali-kali bahwa kelakuannya ini sungguh mengangguku, namun ia selalu mengelak bahwa ia lebih baik bercinta dijalanan daripada menyewa sebuah kamar di hotel.
Kalau kehidupan Angga hanya berkisar tentang wanita, berbeda dengan diriku yang tidak memiliki tujuan tertentu. Namaku Hanif, salah satu mahasiswa di universitas swasta di Jakarta. Tidak banyak yang bisa aku ceritakan dari diriku.
Aku sudah menginjak semester 3 tahun ini. Nilai ipk cukup baik dan aku tidak memiliki rasa bangga sedikitpun karenanya. Alasanku mendaftar sebagai mahasiswa Fisika disini adalah karena aku ingin menemukan kakakku.
*
Kakakku hilang. Sudah 1,5 tahun ia tidak diketahui keberadaannya. Terakhir kali ia terlihat
oleh teman-temannya saat meninggalkan kelas perkuliahan. Setelah itu tidak ada kabar lagi darinya. Keluargaku sudah melakukan yang terbaik untuk melakukan pencarian. Mulai dari polisi sampai detektif swasta untuk melacak jejak kakakku, namun sepertinya semua itu hanya menghabiskan waktu dan tenaga sampai keluargaku mengikhlaskan kepergiannya.
Tapi tidak denganku, tidak dengan kehidupanku. Aku hancur setelah mengetahui bahwa kakak dinyatakan hilang. Kakak merupakan sahabatku satu-satunya. Ia yang pertama mengajariku banyak hal?seperti memetik senar gitar, bermain basket, dan mengenalkanku pada buku-buku karya Agatha Christie. Aku selalu teringat kata-kata yang terakhir ia ucapkan padaku. “Jangan seperti kakakmu ini yang masuk universitas swasta.” walaupun nadanya terdengar riang penuh tawa namun aku dapat menangkap ada kegetiran dibaliknya, bahwa telah terjadi sesuatu pada kakakku dan benar bahwa kemudian 1 bulan kemudian ia menghilang.
Aku memutuskan untuk mencarinya. Orangtuaku sangat berharap aku bisa diterima di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Jogjakarta, tempat mereka dulu mengenyam pendidikan. Aku tahu semua itu tidak akan terwujud karena pada hari ujian tulis penerimaan mahasiswa baru aku pura-pura berangkat dan tiba di universitas dimana kakakku hilang. Aku berjanji bahwa aku akan mendaftar disini dan menemukan kakak. Setelah pengumuman orangtuaku sangat kecewa. Mereka bahkan tidak berbicara denganku selama 2 sampai 3 hari. Aku pun tidak terlalu peduli sampai akhirnya mereka berunding mengenai masa depanku. Akhirnya aku diterima di jurusan dan universitas yang sama dengan kakakku.
Selama satu tahun menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa tidak terlalu menyulitkanku. Kegiatan di kampus hanya sebagai formalitas. Banyak mahasiswa baru yang tidak hadir. Begitupun juga diriku. Aku hanya menghadiri kelas dan berinteraksi seperlunya dengan teman seangkatanku. Mungkin mereka menjulukiku sebagai mahasiswa “kupu-kupu” dan aku tidak peduli barang sedikitpun. Sekarang sudah memasuki tahun keduaku sebagai mahasiswa dan aku sama sekali belum menemukan petunjuk perihal kehilangan kakakku.
"Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
Comment on chapter BAB IIOke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))