Memori di Belanda
******************
Karena tanggungjawab ini harus diselesaikan dalam jangka waktu dua Minggu, terbanglah aku bersama kru tari ke negeri Belanda.
Kami disambut dengan istimewa, dan mereka mengaku senang dengan tari-tarian Indonesia.
Akupun terpaksa meninggalkan ayah, ibu, dek Aris dan mas Genta calon suamiku . Semua harus terselesaikan sesuai jadwal pentas seni budaya di negara Belanda ini.
5 hari pun berjalan, receptionist hotel menyampaikan ada yg mencariku.
"Siapa ya?"
Setelah menemui di lobby hotel, ya Tuhan mas Genta.
"Loh berarti libur kerja mas?"
"Cuti non hehehe," senyumnya menampakkan binar kebahagiaan.
"Ya Tuhan mas Genta, menginap dimana?" tanyaku sedikit mengkhawatirkan kondisinya.
"Di seberang dik. Yuk kita ngobrol di restoran saja. Aku sudah kangen sama kamu dik," ucapnya melelehkan hati.
Kami pun menuju restoran hotel, mas Genta bercerita kalau sejak keberangkatanku dia tidak bisa tidur nyenyak, gelisah. Padahal baru beberapa hari saja.
"Mas ini lucu, Belanda ini jauh loh mas," ucapku menggoda.
"Lusa aku sudah balik ke Indonesia dik, menunggu dirimu seminggu rasanya setahun," ucapnya membalas.
"Perayu nih."
Kamipun melalui tiga hari itu dengan bahagia, tanpa membuat aku ketakutan karena mas Genta sangat sopan dan menghormati sosok wanita.
Dia menjaga betul kemuliaan seorang wanita, memperlakukan dengan baik. Setiap ingin bertemu selalu dikeramaian dan tidak jarang mas Genta membawa assisten pribadinya yang bernama pak Supri ikut serta untuk menemaninya.
Pak Supri usianya juga sudah kepala empat tapi dianggap pakde sendiri oleh mas Genta.
Waktu terus berjalan sampai akhirnya akupun harus balik ke Jogjakarta. Sangat indah kenangan di negeri itu. Mas Genta tak hentinya memberikan kejutan atau surprise mendadak. Hati dibuai, dimanjakan olehnya.
Persiapan pernikahan di Jogjakarta
**********************************
Pernikahan ini hanya kurang beberapa bulan saja. Ibu sudah sibuk menyiapkan segalanya, untuk suguhan tamu, masakan dan dekorasi untuk akad nikah.
Memang yang dipersiapkan keluargaku untuk akad nikah saja, syukurannya hanya pesta kecil-kecilan di hotel rekanan papa mas Genta.
Aku dan mas Genta juga sibuk furing baju, ke hotel untuk cek menu makanan catering .
Semua aku yang di suruh pilih sesuai kesukaanku. Sampai kadang malu sendiri, dari hal terkecil seperti warna kesukaanku full sangat dominan untuk acara pernikahan nanti.
Konsepnya sederhana tapi terkesan elegan, maklum mereka memang selera tinggi. Apa-apa minta yang terbaik. Minder pasti tapi mas Genta selalu menepis rasa itu.
"Mas, aku seperti rakyat jelata yang menikah dengan pangeran kerajaan. Masuk ke dalam lingkungan keluarga mas membuat aku merasa minder dan terpinggirkan."
"Dik, itu hanya perasaanmu saja. Keluarga kami biasa saja, menerimamu apa adanya. Tidak ada acara ribet kalau urusan pilihan menikah," jelasnya sambil menenangkanku.
Semoga keluarga mas Genta bisa menerimaku sebagai menantu dengan baik.
************
Nah, pernikahan yang di tetapkan bulan Desember ternyata tidak sesuai harapan. Apakah yang terjadi antara Ningsih dan Genta perihal pernikahan itu? Akankah berjalan sesuai rencana? Tak jarang antara rencana Manusia dan Tuhan berbeda. Tuhan merancang manusia juga merancang, namun Tuhan lah yang menakdirkan.