Pelajaran berlangsung dengan baik, orang yang selalu membalas ucapanku itu ternyata selalu aktif disetiap mata pelajaran, banyak guru menyebutnya Frowy si Murid Pandai. Sepertinya dia menyukai sebutan itu juga semua mata pelajaran di sekolah ini. Kagum.
Hingga bell istirahat pertama berbunyi dan semua murid terutama perempuan seperti biasa selalu antusias setiap ada murid baru dikelasnya, mengajak ke kantin, berbagi informasi tentang sekolah ini dan bertanya-tanya tentang alasan kenapa pindah ke sekolah ini. Peristiwa ini terjadi disetiap harinya hingga 2 minggu lamanya.
Ya, 2 minggu itu terasa sebentar setelah aku menjalaninya. Hari pertama minggu ke tiga, aku merasa tak ada lagi yang menyapaku, mengajakku ke kantin, berbagi informasi dan juga bercerita denganku. Mereka sudah asyik dengan geng mereka masing-masing. Memang tidak lazim bila ada murid baru dipertengahan tahun ajaran. Namun aku menerimanya, tidak apa. Toh ada mereka atau tidak, aku juga selalu merasa sendiri.
“Hei, ngelamun aja. Lagi mikirin apa hayo?” Suara itu memecahkan lamunanku.
“Eh engga kok.” Hanya itu yang bisa ku jawab secara spontan.
Dia, Frowy si Murid Pandai. Orang yang dari pertama kali aku memasuki ruang kelas ini pasti selalu menyapaku setiap saat. Setiap kami bertemu, hingga aku tak menyadarinya bahwa dia lah orang terdekat ku sekarang ini.
“Mau ke kantin gak?” pertanyaan yang ia lontarkan, sentak membuatku kaget.
“Eh apa? Kenapa?” Sebelumnya aku tidak pernah diajak anak laki-laki untuk ke kantin bareng. Jadi maklum bila aku grogi sedikit.
“Kok malah balik nanya sih! Udah ayo ikut aja, kalau kamu gak jajan ya udah temenin aku jajan aja.” Pengucapannya sangat santai dan seperti dia sudah mengenalku sejak lama.
“Baiklah.” Ya, aku mengucapkan ini juga karena aku lapar dan ingin rasanya memakan sesuatu di kantin.
“Oh ya, kenalin, namaku Frowy Lavioster. Panggil saja aku Rowy.” Ucapnya sembari menjulurkan tangan kanannya seperti akan berjabatan.
“Aku Destiva Lavioster. Tiva.” Sebuah pertanyaan baru muncul di dalam benakku. Mengapa nama belakangku dan dia sama? Yang aku tahu ini bukanlah marga. Kenapa?
“Ya ampun, lagi-lagi kamu melamun di depan mataku. Ada apa? Apa yang kau pikirkan? Ceritakan saja padaku.” Sekarang, tangannya sedang memegang pundakku. Tapi aku hanya diam tidak mengerti. Mungkin suatu saat aku bisa menanyakannya langsung.
“Ah tidak, mungkin tidak usah.” Gumamku.
“Kamu bilang apa?” Pegangan di pundakku kian mencekram. Ternyata gumamku cukup keras untuk sampai ke telinga kecil Rowy.
“Em, aku bilang. Ayo cepat ke kantin. Perutku sudah tidak tahan nih!” Yah, terpaksa aku berbohong kepadanya.
“Ahahaha. Kirain apa, ya udah ayo. Siapa yang terlambat sampai ke kantin, dia harus traktir makan selama seminggu.” Santai ucapannya namun terlihat serius. Dilanjutkan langkah kaki yang lumayan panjang.
“Hei, curang sekali. Kau sudah mencuri garis start.” Ku berlari mengejarnya.
judulnya unik banget. sukaaa :)
Comment on chapter Hari Pertama