Read More >>"> Angkara (Bagian 1) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Angkara
MENU
About Us  

Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat serta keinginan adalah buta jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak diikuti cinta. Kahlil Gibran.

 

_____

Ben selalu mendesah kesal setelah tidak sengaja membaca kata-kata yang terpajang di dinding putih ruang tamu sahabatnya. Ben bahkan yakin, kalau setiap orang yang datang ke sini pasti tidak akan melewatkan kata-kata mutiara dari Sang Penyair yang terkenal dengan karya besarnya yaitu Sang Nabi. 

Kata-kata itu bahkan tidak tercetak dalam sebuah poster, namun huruf demi huruf hasil karya Kahlil Gibran itu tertulis atau bisa dikatakan terlukis di dinding polos itu. Mengundang orang yang melihatnya untuk membaca.

"Aku yakin setiap orang yang datang pasti berhenti di titik yang sama seperti aku." Ben mencibir kemudian memilih menyamankan diri di karpet tebal yang menjadi pelapis lantai keramik yang dingin. 

"Dan orang akan berpikir dua kali untuk malas belajar."

 Itu bukan suara Ben, melainkan suara cempreng perempuan yang sudah duduk anteng dengan Sayap-Sayap Patah di pangkuannya, hasil merengek hampir satu bulan penuh kepada pemiliknya. 

"Kamu mengatakan itu berkali-kali, sama seperti kamu membacanya berulang kali." 

Gadis itu kembali berkata sembari menyingkap anak rambutnya yang nakal ke sela telinga kanannya. 

"Dan aku merasa aneh, kenapa kamu tidak pernah berubah dari kemalasanmu." 

Ben kemudian mendengkus, merebut paksa Sayap-Sayap Patah dari pangkuan Kiran kemudian membacanya asal. Gadis itu merutuk, tentu saja dia kesal karena acara membacanya terganggu oleh Ben yang bahkan buta akan karya sastra. 

"Aku akan menjadi rajin di sini saja, cukup di sini." 

Ben berkata dengan bersungguh-sungguh, uratnya sampai terlihat membuat Kiran bergidik ngeri sendiri. 

"Iya, dan seharusnya di sekolah juga." 

Ben menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kenapa aku? Kenapa kamu tidak bertanya kepada orang yang sudah melukiskan kata-kata menusuk itu di dinding putih nan suci." Ben menunjuk-nunjuk Sang Sahabat yang tengah berkutat dengan buku-buku yang tertata di rak. 

"Dia bahkan lebih malas dari aku." 

Ben bersungut-sungut membuat Kiran tertawa tertahan, sedangkan Sang Tuan Rumah hanya tersenyum kecil. 

"Kalian mau minum apa?" 

Perdebatan kecil tentang rasa malas selalu menggema di ruang tamunya saat kedua sahabatnya itu datang mengisi rasa hampa dan sepi di rumah besarnya. 

"Basa-basimu jelek!" 

Ben memang tukang menggerutu, membuat Kiran dengan senang hati memukul kepala negatif ben dengan bantal berkali-kali, mengundang ringisan dari Ben. Angka selaku tuan rumah hanya tersenyum melihatnya. 

"Anak-anak sebentar lagi datang, kalian mau tetap di sini atau mau di ruang tengah?" 

Ben dengan semangat menyahut akan berada di ruang tengah dan langsung melangkah ke sana tanpa basa basi kepada Angka, sedangkan Kiran mendengkus melihat tingkah Ben yang selalu membuat emosinya berada di ubun-ubun, panas sekali kepalanya.

 

____

Kiran tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tidak datang setiap hari ini. Bisa dikatakan ini adalah hari membolos rutin Angka yang tidak bisa selalu Kiran ikuti. Bahkan meskipun Kiran termasuk anak dengan peringkat di bawah sepuluh besar. Terkadang ada satu waktu Kiran berada di bawah duapuluh besar, mengingat itu selalu membuat Kiran membenci sistem peringkat di sekolahnya. Sebenarnya, tadi sempat terjadi perdebatan sengit antara Kiran dan angka. Kiran yang bersikeras untuk mengikuti Angka dan Angka yang bersikeras melarang.

"Aku tidak takut jika tidak naik kelas, karena bahkan usiaku masih lima belas tahun, seharusnya aku masih kelas satu. Aku lebih mengkhawatirkan kalian."

Itu adalah pukulan telak yang memalukan, kenyataan yang memang ada dan begitulah faktanya. Bahwa sosok Angka adalah siswa termuda di kelas 3 dengan otak jeniusnya, bahkan di saat Kiran tahu bahwa pekerjaan Angka di sekolah tidak jauh-jauh dari mencoba menjadi Kahlil Gibran atau memilih berlama-lama di perpustakaan untuk membaca novel yang dia bawa dari rumah. 

Tas Angka tidak pernah berisi buku pelajaran, hanya satu buku catatan yang masih bersih meskipun tidak seratus persen dan hanya ternodai nama dan kelas saja. Anehnya, Angka selalu menduduki peringkat teratas di angkatan bahkan merupakan salah satu murid berprestasi yang menjadi kebanggaan sekolah. 

Angka seperti sebuah aset berharga bagi sekolah sehingga pihak sekolah bahkan tidak peduli jika Angka memilih tidak mengikuti pelajaran dan berkutat dengan novel-novel miliknya.

 

 

______

Rumah Angka berada adalah salah satu bagian dari kota Jakarta yang padat dan terkadang mengundang emosi. Kota yang tidak bisa dikatakan besar atau kecil, luasnya tidak seberapa namun kepadatannya membuat kepala terasa sumpek. Namun keberuntungan berpihak dalam hidup Angka. Hanya satu sisi namun itu masih bisa dikatakan keberuntungan yang indah, rumah Angka itu sangat panjang dan lebar. Bidang tanah dengan panjang 25 meter dan lebar 25 meter hanya dikuasai Angka seorang. Sertifikatnya juga atas nama Angka, bahkan meskipun tidak ada sejoli yang bisa disapa ayah atau ibu. Angka hidup sendiri di ulang tahunnya ke sepuluh. Luas itu dibagi menjadi dua, separuh menjadi bangunan bernama rumah bagi Angka, separuhnya lagi menjadi kontrakan tahunan yang biaya sewanya murah meriah dengan fasilitas yang menyenangkan.

Desain rumah Angka bisa dikatakan biasa saja, namun pembagian setiap luasnya membuat orang berdecak kagum. Setelah pagar rumah dengan cat putih ada taman dan kolam yang terbagi menjadi dua, kolam ikan hias dan kolam ikan konsumsi, sekelilingnya bebungaan tertanam rapi dan warna-warni, indah sekali. Angka memiliki garasi yang luas yang terletak dengan jarak dua meter dari taman, terpisah oleh jalan setapak yang dihiasi bebatuan dengan tanah yang masih terlihat. 

Teras rumahnya juga menenangkan, dengan dua buah kursi dan satu meja yang di letakkan di sana dan tanaman yang sengaja digantung untuk mempersejuk suasana. 

Ruang tamu Angka juga mengagumkan, saat pertama kali masuk orang akan disuguhi kata-kata indah Kahlil Gibran yang selalu dibaca oleh Ben, di sisi kiri terdapat rak dengan ratusan buku berjejeran, rak buku yang terlihat seperti dinding yang melapisi ruang tamu. 

Lantainya beralaskan karpet yang menggelitik kaki yang sensitif dengan geli. Bisa dikatakan seluruh lantai yang ada di rumah Angka, kecuali lantai kamar mandi, teras dan sebagian kecil lantai dapur berlapiskan karpet. 

Angka berkilah bahwa dia malas menyapu dan mengepel, dia lebih memilih menyedot debu dari pada menyapu dan mengepel. 

Tepat di sisi kiri pintu ada sebuah meja yang berisi kertas administrasi anggota perpustakaan mini Angka sedangkan tepat di sebelah kanan pintu ada dispenser yang berisi air minum untuk semua orang yang menginginkannya. 

Di sisi kiri yang lebih sempit adalah ruang tamu yang hanya menyediakan bantal-bantal lucu yang nyaman, tempat favorit Kiran untuk membaca dan tempat favorit ben untuk tidur dan menggerutu. 

Dinding di bagian itu juga seperti terbuat dari rak buku. Dinding yang tidak menjadi bagian dari rak buku tercoret oleh kata-kata indah yang dikutip dari buku-buku favorit Angka. Mulai dari Kahlil Gibran, Pramoedya Ananta Toer, Buya Hamka dan banyak lagi yang menjadi favorit Angka. Ada juga kutipan-kutipan dari tokoh-tokoh berpengaruh di dunia mulai dari yang terkenal hingga yang tidak dikenal. 

Lebih masuk ke dalam maka akan disuguhi lebih banyak petikan-petikan huruf dan kutipan. Lantainya berlapis karpet lebih tebal, terdapat sofa dan televisi di sana meskipun pada akhirnya sofa itu hanya menjadi pajangan, bantal-bantal lucu lebih menarik daripada duduk di sofa. 

Ruang tengah itu luas dan di sebelah kanannya ada pintu yang merupakan satu-satunya kamar di rumah ini, kamar Angka. 

Lebih ke dalam lagi akan disuguhi dapur yang terlihat bersinar. Dapur dengan bentuk leter L, satu set meja makan yang cukup untuk enam orang dan dua kamar mandi dengan warna pintu berbeda. 

Biru dan merah muda. 

Ben selalu mengibaratkan itu seperti toilet umum, merah muda untuk perempuan dan biru untuk laki-laki, Angka menyangkalnya. 

Warna tidak membedakan jenis kelamin, semua orang berhak memilih warna dan fasilitas kamar mandinya sama. 

Tepat jika keluar dari pintu kamar mandi berpintu biru maka akan terlihat sebuah jendela bening yang menampakkan lebih banyak buku dibanding yang berada di ruang tamu. Tidak sembarang orang bisa masuk, pintu masuk perpustakaan pribadi Angka adalah di kamar Angka dan hanya orang tertentu dan beruntung yang bisa masuk ke dalamnya. Di sana akan disuguhi pemandangan luar biasa dari halaman belakang. Greenhouse yang diisi tanaman buah dan sayur dan kolam ikan konsumsi berada di sana. 

Indah, sampai rasanya tidak ingin meninggalkannya.

 

 

_____

"Bani!" seruan itu membuat Angka menoleh, panggilan kecilnya selalu membuatnya tersenyum senang. Angka masih berada diantara anak-anak jalanan yang sedang belajar membaca dan banyak hal. Kiran banyak membantunya, begitupun dengan Ben yang langsung bersemangat begitu mendengar ada yang ingin belajar melukis. 

Ben adalah pelukis handal dan pengingat yang payah. 

Angka berlari-lari kecil menelusuri jalan setapak rumahnya, menghampiri pria paruh abad yang tersenyum lebar. 

"Ada kiriman lagi buat kamu, mau disimpan dulu atau gimana?"

"Disimpan dulu deh, Paman."

"Beneran?"

"Iya, nanti aku ambil besok. Sekalian mau belanja buku sama beli cadangan kanvas."

"Oke, kamu makan malam nanti ada tidak?"

"Ada kok, Bu Halim tadi pagi mengantarkan makanan enak ke rumah." 

Pria yang merupakan tetangga Angka itu mengangguk, mengacak gemas puncak kepala Angka sebelum melanjutan perjalanan pulangnya.

Selain rumah dan kekayaan yang cukup, Angka juga dikelilingi tetangga yang baik hati dan ramah. Meskipun tidak semuanya, karena karakter manusia berbeda-beda. Lima kontrakan yang disewakan Angka dihuni oleh lima keluarga yang bahagia. 

Rumah pertama yang berada paling dekat dengan pagar adalah rumah Bu Halim dan Pak Halim, mereka berdua adalah guru honorer di sebuah sekolah, tiga anak mereka sudah lulus kuliah dan merantau ke pulau lain mencari penghidupan enak. 

Rumah kedua dihuni oleh seorang ibu yang berprofesi sebagai penjahit dan anak perempuannya yang masih SMP, namanya Bu Retno dan anaknya namanya Nabilla. 

Rumah ketiga dihuni oleh sepasang suami istri yang menikah lama tapi tidak kunjung memiliki anak, Angka akan menjadi bulan-bulanan kehausan mereka, namanya adalah Pak Karsa dan Bu Karsa. 

Rumah keempat dihuni oleh sepasang kakek dan nenek yang romantis, memilih hidup berdua dan anak-anaknya akan sesekali menjenguk, mereka adalah Kakek Bejo dan Nenek Bejo. 

Rumah terakhir dihuni oleh sepasang suami istri yang membantu Angka membereskan rumah dan mengelola kebun juga kolam, Pak Kardi dan Bu Kardi yang bekerja di tempat usaha Angka. 

Pria tetangga Angka namanya Pak Andi, Beliau adalah orang yang mendidik Angka sejak Angka ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya, tetangga depan Angka adalah seorang veteran cerewet yang sudah renta yang tinggal bersama kucingnya yang bernama Momo. 

Kakek Hardi yang selalu mengingat dan menceritakan kisah perjuangannya di masa penjajahan. Semua orang suka mendengar ceritanya yang semangat dan menggebu meskipun sudah berulang kali mendengarnya, jiwa patriotisme yang tertanam di jiwa kakek Hardi membuat orang juga turut semangat mendengarnya. Banyak lagi tetangga Angka yang baik meskipun beberapa ada yang cerewet yang tentunya tidak akan bisa disebutkan satu persatu.

Yang khas dari rumah Angka adalah adanya plang yang bertuliskan Bani Kingdom. Bani adalah nama yang Angka suka untuk memanggil dirinya. Karena dibanding nama aslinya dia lebih suka nama penanya. 

Bani artinya keluarga dan Angka berharap dia bisa menemukan keluarganya. Bukan hanya itu, Angka juga berharap bahwa siapapun yang berkunjung ke rumahnya akan merasakan suasana keluarga yang bahagia, karena tentu saja di rumah itu pernah ada kisah bahagia sebelum kisah menyedihkan itu ada. 

Bani adalah keluarga dan rasa itu dirasakan semua orang yang hanya menatap namanya. 

Angkara bukanlah sosok mengerikan seperti namanya, mungkin seperti doa yang terkabul dan tidak terkabul. Angkara adalah salah satu nama yang doanya tidak terkabul. 

Angkara bukanlah orang yang diliputi kemarahan, hanya ada kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidupnya. 

Angkara, itu memang nama lengkapnya namun Angka tidak pernah suka dipanggil dengan nama lengkapnya.

 Alih-alih merasa murka, Angka sedih mendengarnya kemudian mengundang emosi yang tak terkendali dan merusak semuanya. 

Angkara juga bisa murka.  

 

-Angkara-

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Transformers
244      204     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
Einsam
334      235     1     
Romance
Hidupku sepi. Hidupku sunyi. Mama Papa mencari kebahagiaannya sendiri. Aku kesepian. Ditengah hiruk pikuk dunia ini. Tidak ada yang peduli denganku... sampai kedatanganmu. Mengganggu hidupku. Membuat duniaku makin rumit. Tapi hanya kamu yang peduli denganku. Meski hanya kebencian yang selalu kamu perlihatkan. Tapi aku merasa memilikimu. Hanya kamu.
Renata Keyla
5626      1223     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
If...Someone
1504      610     4     
Romance
Cinta selalu benar, Tempatnya saja yang salah.
A - Z
2490      847     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Bertemu di Akad
3328      938     1     
Romance
Saat giliran kami berfoto bersama, aku berlari menuju fotografer untuk meminta tolong mendokumentasikan dengan menggunakan kameraku sendiri. Lalu aku kembali ke barisan mahasiswa Teknik Lingkungan yang siap untuk difoto, aku bingung berdiri dimana. Akhirnya kuputuskan berdiri di paling ujung barisan depan sebelah kanan. Lalu ada sosok laki-laki berdiri di sebelahku yang membuatnya menjadi paling ...
Arini
895      504     2     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Black Envelope
320      216     1     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Abay Dirgantara
5485      1242     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
The Journey Of F
1731      904     1     
Romance
beberapa journey, itu pasti ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, bagaimana kalau journey ini memiliki banyak kesan di dalamnya. pastilah journey seseorang berbeda beda. dia adalah orang yang begitu kecil lugu dan pecundang yang ingin menaklukan dunia dengan caranya. yaitu Berkarya