Renjana di 2018.
Mega telah membangunkanku dari tidur siang yang ternyaman. Langit sangat bersahabat sore ini. Efek galau tadi pagi telah hilang bersamaan dengan tenggelamnya mentari. Sehabis mandi dan merias diri aku berniat untuk jalan-jalan menikmati langit yang mempesona ini.
"Ka.. keluar yuk? Langitnya lagi bagus tuh?" teriakku sambil membuka pintu kamar Eka.
"Aku banyak tugas Nin, skip dulu ya. Sorry" jawabnya tanpa menoleh padaku.
"Sok rajin sekali" gerutuku sambil pergi tanpa pamit pada Eka.
Hanya terdengar tawa kecilnya saat aku menutup kembali pintu kamarnya.
"Menyebalkan" gumamku sambil melangkah keluar kos.
Saat seperti ini aku jadi rindu Reyhan, sudah hampir dua minggu dia belum juga kembali ke Malang. Saat dia menghubungiku tadi pagi, katanya dia cuti sementara dari kampus karena kondisi ayahnya semakin parah. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi ayahnya, pasti Reyhan sangat sedih sekarang. Aku ingin menghiburnya, tapi aku tak tau harus berbuat apa lagi selain menguatkannya untuk tetap bersabar.
Langkah kakiku ternyata menuju ke taman dekat kos. Aku duduk di ayunan sambil menatap teduh indahnya langit sore. Aku adalah pengagum senja, entah karena apa. Tapi, setiap melihat senja beban yang aku rasakan ikut tenggelam bersama mentari. Aku menjadi tenang dan aku selalu merasa bahagia.
Tiba-tiba ada yang mendorong ayunan yang aku naiki. Sambil terkejut aku menoleh.
"Kita ketemu lagi. Dan lagi-lagi ketemunya di ayunan" katanya sambil tertawa.
"Kok kamu di sini?" jawabku masih terkejut.
"Kita akan sering ketemu, aku tinggal di sini sekarang" katanya lagi.
"Kok bisa? Kuliahmu?" jawabku masih terkejut dengan kata-katanya barusan.
"Aku sudah pindah Nin, aku satu fakultas sama Ben. Tapi aku angkatan di bawahmu" jawabnya dengan tenang.
"Kenapa pindah? Bukannya dari dulu kamu ingin kuliah di Jogja?" kataku lagi.
"Memang. Tapi karena kamu di sini, aku ikutan deh" katanya sambil tertawa dan duduk di ayunan sebelahku.
Aku hanya diam. Tak bisa merespon apa yang dia bilang barusan. Seakan dia tau apa yang aku rasakan, dia segera menjawab.
"Bercanda. Ibu dan ayahku sekarang rujuk kembali dan ayahku ingin sekali aku kuliah hukum" jelasnya masih dengan tawa.
Tapi tawanya kini berbeda. Ada yang dia sembunyikan. Entah itu apa. Hanya saja sorot matanya menujukkan dia terluka.