Siang Hari di 2018,
Hari ini matahari tak bersahabat denganku, panas yang ia bagi bahkan mampu membuat kaosku basah kuyup. Tapi aku tetap di sini, tak ingin pulang atau sekedar berpindah ke tempat lebih teduh. Aku masih di atas ayunan, ayunan yang dulu sering kita mainkan. Sepuluh tahun yang lalu. Perpaduan antara suara decit ayunan, aroma besi berkarat dan semilir angin perlahan membawaku mengingat tentangmu. Cinta masa kecilku, yang mungkin hanya aku yang sampai sekarang mengingat hal itu. Aku menutup mata sejenak, menghadap matahari yang kini hanya erasa panasnya. Aku mencari sosokmu dalam gelap yang kupandang, tapi sayangnya hanya punggungmu yang terpampang. Mungkin hanya punggungmu bagian tubuh yang paling mudah kuingat, karena itulah yang seringkali kukejar.
"Kalau kau ingin tidur, lebih baik pulanglah". Tiba-tiba ada suara yang mengagetkanku. Suara yang sepertinya tidak asing bagiku. Saat kumembuka mata, aku melihat dia. Aku melihat punggung itu, punggung yang selalu kuingat setiap merindukannya. Sungguh sekarang aku semakin merindukannya.
"Bagaimana kabarmu?" katanya sambil menoleh kepadaku. Aku masih tak percaya itu dia. Hingga dia berjalan ke arahku dan benar-benar berdiri di hadapanku.
"Baik. Sepertinya kamu juga baik-baik saja" kataku padanya. Dia hanya tersenyum dan duduk di ayunan sebelahku. Aku kemudian membalas senyumnya.
"Bagaimana kuliahmu? lancar?" katanya dengan tetap menainkan ayunannya.
"Sepertinya. Bagaimana denganmu?" jawabku sambil menoleh ke arahnya.
"Sepertinya? itu bukan jawaban yang baik" katanya sambil menghentikan ayunannya, lalu menatap ke arahku. "Tak ada yang tak pernah lancar kalau ada aku, bukankah begitu?" katanya lagi, kali ini sambil tertawa.
"Baiklah, kau memang nomor satu dari dulu" jawabku sambil ikut tertawa.
"Kamu tau segalanya tentangku" katanya masih dengan tawa yang dari dulu kusuka.
Setelah itu, kami hanya berayun sambil bercengkerama dengan pikiran masing-masing. Sudah terlalu lama kami tidak bertemu, tak ada ide apapun yang membuat obrolan kami bertahan lama. Hingga senja menyapa dan kami berpisah. Hanya itu saja tegur sapa yang tercipta. Sisanya hanya diam, tatapan matanya dan senyumnya.