Loading...
Logo TinLit
Read Story - Save Me From Myself
MENU
About Us  

“Lo sekelas sama Alvin, ‘kan?”

            Saat ini Arinda dan Randi—kakak kembarnya—tengah berjalan menuju kelas mereka yang terletak di lantai tiga. Arinda berhenti menaiki tangga ketika mendengar pertanyaan dari sosok di sampingnya itu.

“Iya,” katanya pelan.

            Randi merangkul bahu Arinda dan mengajak gadis itu untuk kembali menaiki tangga. “Kenapa sih sama cowok bernama Alvin itu?” tanya Arinda penasaran. Merasa kalau teman sekelasnya itu adalah orang paling popular di sekolah barunya.

“Lo nggak tahu aja siapa dia sebenarnya,” kata Randi pelan.

            “Emang dia siapa?”

            “Berandalan. Sampah sekolah yang harus dijauhi. Lo jangan sampe deket-deket sama dia. Bahaya.” Perkataan Randi barusan membuat Arinda kembali menghentikan langkahnya.

“Bahaya gimana?” Arinda masih tidak mengerti.

            “Lo liat aja, tuh.” Randi menunjuk dua orang yang sedang berkelahi di lantai koridor kelas sebelas. Membuat Arinda membelalakan matanya lebar.

            “Dasar bajingan!” teriak Bian keras. Kemudian menghantam rahang Alvin dengan kepalan tangannya.

            “Lo itu emang pantes dipukulin sampe mati! Apalagi bapak lo yang seorang pencuri … pencuri uang rakyat. Dasar anak koruptor!”

            Mendengar hinaan dari lelaki di depannya membuat Alvin berang. Disekanya darah yang mengalir pada ujung bibirnya yang robek. Kemudian dengan cepat Alvin menerjang Bian. Dia menendang perut Bian keras. Sampai laki-laki itu jatuh tersungkur di atas lantai.

            “Anjing! Jangan berani-beraninya lo ngatain bokap gue. Bangsat!”

            Alvin kembali menghantam Bian dengan kepalan tangannya. Meninju dagu laki-laki yang sudah terkapar di atas lantai itu. Namun, tiba-tiba Alvin merasakan kepalanya dihantam benda keras, membuat kepalanya nyeri. Telinganya berdengung dan pandangannya menjadi buyar.

            Alvin lantas menoleh, mendapati seorang lelaki yang—kemungkinan besar adalah sahabatnya Bian—tengah menatapnya berang. Tak berapa lama, sosok itu kembali menghantam perut Alvin menggunakan helm di tangannya. Membuat Alvin mengaduh. Terbatuk-batuk, merasakan nyeri pada ulu hatinya.

            Murid-murid yang sudah datang bukannya menolong, mereka malah menonton mengerubungi Alvin yang sedang dihajar habis-habisan.

“Ayo, Vin! Masa gitu aja kalah. Hajar, Vin. Hajar!” teriak Erwin dari kerumunan murid kelas sepuluh—yang langsung menuju lantai tiga ketika mengetahui Alvin sedang berkelahi dengan Bian.

            Alvin kembali bangkit, bertumpu pada dua lututnya. Kemudian dengan cepat dia meninju kepala Agil, sampai sahabat Bian itu terjengkang ke belakang.

            “Alvin Jonathan! Apa yang kalian lakukan?” teriakan menggema dari belakang Alvin membuat laki-laki itu berhenti memukuli Agil. Napasnya terengah, dan keringat mengucur deras dari dahi dan punggungnya.

            “Agil, Bian dan Alvin, keruangan saya sekarang!” suara Pak Dior kembali menggema. Membuat para penonton mendesah kecewa. Menghentikan tontonan mereka yang seru.

            “Kenapa kalian masih di sini, tidak mendengar bel masuk, hah?” sentak Pak Dior pada beberapa siswa yang masih berkerumun di sekitarnya.

            Tak lama, tontonan itu pun usai. Hanya menyisakan tetesan darah di atas lantai.

            “Lo liat sendiri, ‘kan? Ganas banget itu anak. Hati-hati.” Suara Randi menyadarkan Arinda yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Baru kali ini dia menyaksikan orang saling baku hantam seperti itu. Membuat lututnya merasa lemas dan bibirnya bergetar, ketakutan.

***

            Sampai jam istirahat datang, Alvin sama sekali tidak masuk kelas. Membuat Arinda tanpa sadar bertanya-tanya dengan hukuman apa yang diberikan oleh Pak Dior kepada mereka. Sungguh Arinda tidak menyangka bahwa ada murid yang berani berkelahi di lingkungan sekolah. Ternyata, Alvin memang benar-benar berbahaya dan harus di jauhi.

            “Tadi kalian liat nggak Alvin dikeroyok Bian sama Agil?” tiba-tiba suara Adinda masuk ke telinganya. Saat ini mereka sedang berada di kantin yang penuh sesak dengan lautan siswa yang kelaparan. Untung saja mereka masih mendapatkan tempat duduk.

            “Aku ndak ngerti kenapa ada orang kayak Alvin. Dasar wong edan! Kok, ya di sekolah berani tawuran,” kata Laras sambil mengaduk-aduk mie ayam miliknya.

“Namanya juga anak tukang koruptor. Pasti dididik nggak bener,” Adinda menimpali.

            Arinda terpaku mendengar perkataan Arinda.

            Anak koruptor?

            “Alvin anak koruptor?” tanyanya pelan. Adinda mengangguk, kemudian gadis itu menyuapkan siomay ke dalam mulutnya. Berbicara dengan mulut penuh, “Iya. Bapaknya koruptor. Mantan anggota dewan, biasalah … pejabat.”

            “Kalian makan dulu. Bicaranya nanti saja,” ucap Laras, yang hanya mendapatkan dengusan dari kedua gadis di dekatnya.

            “Semua anak sekolah juga tahu kelakuan bokapnya Alvin. Pantes aja kelakuannya bengal kayak gitu.” Adinda berbicara dengan kesal, “Alvin itu nggak punya temen selain Robi. Makanya dia gabungnya sama tukang rusuh sekolah, anak-anak kelas dua belas yang hobi tawuran. Sekumpulan pecundang yang brengsek.”

            Arinda hanya diam. Bingung harus menimpali seperti apa. Adinda kasar sekali mendeskripsikan Alvin dan teman-temannya.

            “Dasar mulut ember, pasti pada ngomongin Alvin, ‘kan?” tiba-tiba Sekar sudah duduk di hadapan Laras, gadis itu membawa semangkok bakso di tangan kanannya dan minuman dingin di tangan kirinya.

            “Ini lagi, datang-datang maen serobot aja,” dengus Arinda kesal. Sekar hanya tertawa pelan. Gadis itu baru masuk sekolah lagi setelah lima hari ijin jalan-jalan ke luar negri dengan keluarganya.

            “Gue pikir pas gue nggak masuk sekolah, Alvin udah bakar kelas kita.”

            “Yang ada dia dipenjara. Nyusul bokapnya.”

            Tiba-tiba Arinda teringat saat Alvin membelikannya makan siang. Laki-laki itu sama sekali tidak terlihat berbahaya. Tetapi, Arinda akui, saat tadi dia melihat Alvin berkelahi membuat Alvin menjadi menakutkan.

            “Kemarin gue dikasih makan siang sama Alvin,” bisik Arinda. Membuat ketiga temannya tersentak kaget. Bahkan Laras sampai terbatuk-batuk.

“Kamu ndak salah bicara, Rin?” Laras yang biasanya diam dan kalem saat makan—tidak pernah bersuara—kali ini bertanya dengan heboh. Merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arinda.

            Arinda menggigit bibirnya. “Iya, dia bilang … itu sebagai tanda terima kasih karena gue mau bawain tas dia.”

            “Udah kayak babunya aja, lo,” kata Sekar tajam. Arinda mendengus, “Sialan. Lagian waktu kemarin gue nggak tahu Alvin itu siapa. Cowok itu tahu-tahu ngasih tasnya aja ke gue.”

            “Serius Alvin ngasih lo makan siang?” kali ini Arinda mengalihkan pandangannya pada Adinda. Gadis itu mengangguk yakin.

“Kok bisa, sih? Cowok kayak Alvin—“ Adinda sama sekali tidak bisa melanjutkan perkataannya.

            “Hati-hati, Rin. Aku ndak mau kamu diapa-apain sama Alvin.”

            Adinda mengacungkan sendok di tangannya, membuat teman-temannya menatap bingung. “Jangan-jangan, Alvin naksir sama lo, Rin,” katanya tercekat. Arinda terbatuk mendengar perkataan Adinda. Gadis itu menggeleng kuat. “Nggak mungkin. Dia cuma mau berterima kasih doang,” ucap Arinda membela diri.

            Laras dan Sekar hanya manggut-manggut.

            “Terus gimana kalau misalkan dia beneran naksir sama kamu?” tanya Laras. Kini ketiga pasang mata itu menatap Arinda dalam. Menunggu jawaban apa yang akan dikeluarkan dari mulutnya.

            Arinda memberenggut. Wajahnya mengkerut dalam, tidak suka dengan pertanyaan Laras. “Jangan nakut-nakutin dong,” kata Arinda, “gue jadi ngerasa serem sama Alvin.” Sontak ketiga teman dekatnya itu tertawa.

            “Alvin itu bandel. Dia hobi banget jailin orang. Waktu kelas satu aja, pas gue sekelas sama dia, tas gue diumpetin sama Alvin. Gue masih nggak percaya Alvin beliin lo makan siang,” ujar Sekar takjub.

“Astaga, emang segitu parahnya kelakuan Alvin?” tanya Arinda heran.

            Mereka bertiga mengangguk semangat.

            “Gue sering dimintain uang pas kelas satu. Untung gue nggak sekelas sama dia waktu itu. Tapi sialnya sekarang kita sekelas,” dengusnya dramatis.

            “Terus-terus, waktu kelas sepuluh Alvin hobi banget tidur di kelas. Guru-guru pada angkat tangan sama kelakuan dia. Malahan, waktu kelas sepuluh kelakuan Alvin lebih parah. Dia itu di kelas kayak hantu. Sering banget bolos, eh … tahu-tahu pas mau ulangan aja dia sekolah.”

            “Emang ya, kelakuan anak itu nggak bakalan jauh dari bapaknya.”

            “Udah-udah, ndak baik ngomongin orang. Apalagi bawa-bawa bapaknya. Pamali.

            Arinda hanya bergeming di tempatnya. Dia sampai melupakan nasi kuning di depannya. Selera makan Arinda langsung lenyap saat teman-temannya membahas kelakuan Alvin. Dia hanya mendesah pelan. Kemudian Arinda mendengar suara ribut-ribut dari arah pintu masuk, matanya melihat gerombolan Alvin dengan teman-temannya baru memasuki kantin.

***

            Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi anak sekolahan selain jam kosong. Harusnya hari ini Pak Burhan mengisi mata pelajaran Bahasa Inggris, tetapi rupanya Beliau tidak bisa masuk karena harus menghadiri rapat yayasan di daerah Bogor. Sontak saja kabar bahagia itu ditanggapi dengan sorakan ramai dari kelas XI IPS 2.

            Maka yang ada di hadapan Arinda saat ini sudah pasti keadaan kelas yang tidak terkendali. Barisan depan mungkin tampak tenang—diisi oleh para jenius kelas yang memilih membaca buku Geografi pada saat jam kosong seperti saat ini. Sementara di barisan tengah ada beberapa anak perempuan yang berkumpul membentuk lingkaran, biasanya obrolan mereka seputar murid paling tampan di sekolah atau curhat masalah percintaan mereka yang tidak memuaskan.

            Sisanya adalah para penyamun yang menyebalkan di kelas XI IPS 2, berkumpul di pojok kelas. Sedikit tersembunyi di balik deretan bangku dan meja. Benar-benar berada di pojok ruangan. Biasanya mereka akan membahas seputar pertandingan sepak bola yang beberapa saat kemudian diganti dengan teriakan, “Anjir, seksi parah! Gila-gila.” Kemudian yang lain menyahut dengan heboh, “Gede banget lagi, anjir.” Mungkin sebagian besar akan paham apa yang mereka diskusikan.

            Kadang-kadang, Panji sebagai ketua kelas merasa gemas dengan kelakuan teman-teman sekelasnya. Mereka sulit sekali diatur. Lebih sulit dari adiknya yang baru masuk TK. Biasanya adiknya akan menunduk takut kalau dimarahi oleh Panji. Berbeda dengan teman sekelasnya, mereka hanya akan tertawa dan malah mengejek dirinya.

            Sampai tatapan mata Arinda jatuh pada sepasang mata berwarna hitam sepekat malam, netra milik Alvin yang juga sedang menatapnya, membuat jantung Arinda bertalu semakin cepat. Buru-buru gadis itu mengalihkan pandangannya ke depan. Kaget dengan bersuanya mata mereka. Kemudian Arinda berdehem, mencoba menormalkan detak jantungnya yang tidak karuan. Dia tidak mungkin salah tingkah dengan tatapan Alvin, 'kan?

 

Bersambung

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    nice story, ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Kau yang Berbeda
Similar Tags
Love Dribble
10637      2056     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
A Ghost Diary
5419      1768     4     
Fantasy
Damar tidak mengerti, apakah ini kutukan atau kesialan yang sedang menimpa hidupnya. Bagaimana tidak, hari-harinya yang memang berantakan menjadi semakin berantakan hanya karena sebuah buku diary. Semua bermula pada suatu hari, Damar mendapat hukuman dari Pak Rizal untuk membersihkan gudang sekolah. Tanpa sengaja, Damar menemukan sebuah buku diary di tumpukkan buku-buku bekas dalam gudang. Haru...
Senja Belum Berlalu
4111      1450     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
always
1199      655     6     
Romance
seorang kekasih yang harus terpisah oleh sebuah cita-cita yang berbeda,menjalani sebuah hubungan dengan rasa sakit bukan,,,bukan karena saling menyakiti dengan sengaja,bahkan rasa sakit itu akan membebani salah satunya,,,meski begitu mereka akan berada kembali pada tempat yang sama,,,hati,,,perasaan,,dan cinta,,meski hanya sebuah senyuman,,namun itu semua membuat sesuatu hal yang selalu ada dalam...
The Journey is Love
756      506     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
The War Galaxy
13030      2628     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
Deepest
1081      646     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
AVATAR
8010      2254     17     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
Kamu&Dia
263      205     0     
Short Story
Ku kira judul kisahnya adalah aku dan kamu, tapi nyatanya adalah kamu dan dia.
To Be Feminine
1052      573     2     
Romance
Seorang gadis adalah sosok yang diciptakan Tuhan dengan segala kelembutan dan keanggunannya. Tapi... Apa jadinya kalau ada seorang gadis yang berbeda dari gadis biasanya? Gadis tangguh yang bisa melukai siapa saja. Lee Seha bukan seorang gadis biasa. Sekali mengangkat tangan seseorang akan terluka. Dan orang itu adalah sahabatnya. Sebuah janji terjalin dan menuntunnya pada perubahan baru da...