8. Ini Salahku
8 // Ini Salahku
Clara berlari ke kantin dengan tergesa-gesa. Dia membeli sebungkus nasi dan langsung berlari ke UKS.
"Ara belum makan. Setidaknya ketika dia terbangun, dia bisa makan." Clara menambah kecepatan larinya. Teriakan sang kepala sekolah tidak diacuhkannya. Yang dia pikirkan hanyalah sahabatnya, Ara, seseorang yang mengubah Clara yang benci sekolah menjadi rajin. Clara merupakan anak yang sangat pintar. Di umur dua tahun, dia sudah bisa berbicara, merakit pesawat, bertemu ilmuwan terpintar di dunia dan berbagi pikiran, dan lain-lain. Dirinya yang menganggap teman itu hanyalah parasit yang selicik ular hilang bagaikan kabut pada siang hari. Pada saat ia menginjak umur tujuh tahun, dia bertemu Ara, secara tidak sengaja. Ara yang sedang belajar di taman menarik perhatian Clara. Secara tidak langsung, Clara langsung termotivasi untuk pergi ke sekolah. Dia meminta orangtuanya agar dimasukkan ke sekolah yang sama dengan Ara. Dan sampai sekarang, persahabatan mereka masih terjalin, malah makin erat.
Bruk
Clara menatap bengis orang yang ditubruknya. Lalu dia masuk ke UKS yang sudah ada di depan mata.
"Ini untuk Ara. Kalau dia sudah bangun, minta dia telepon saya, ya." Clara keluar dari ruangan itu dengan santai. Tidak ada hal yang perlu ditangani secara cepat lagi.
"Clara, kita perlu bicara," kata seseorang yang tadi ditabraknya.
????????????
"Hm, ya. Aku tidak peduli," kata Clara malas.
"Clara, tolonglah. Aku sudah muak melihatmu sejutek itu padaku," kata Fabian, orang yang ditubruknya tadi.
"Aku tidak peduli."
"Clara, dengar aku. Jangan membesarkan hal yang sepele," kata Fabian. "Itu tidak sepenuhnya salahku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Itu hanya kecelakaan."
"Dia adalah lelaki ketiga yang kusayang setelah papa dan kakak laki-lakiku. Dan kamu merenggut nyawanya." Clara membentak Fabian kesal.
"Itu bukan sepenuhnya salahku, Clara. Bahkan aku hampir menjadi korban." Fabian mencoba membela diri.
"Kalau saja kamu tidak menendang bola sekeras itu, Gerald tidak mungkin terbunuh. Dan kalau saja kamu dengan dewasanya mengambil bola itu, kamu mungkin bisa meminimalisir kejadian itu. Kamu tahu Gerald seorang tuna rungu. Dia tidak akan mendengar ada mobil yang lewat." Clara kembali membentak Fabian. Dari mata Clara sudah mulai keluar air mata.
"Maaf, Clara. Aku tidak berpikir seperti itu dulu." Fabian menundukkan kepalanya sedih. Dari matanya juga keluar air mata.
"Kenapa harus dia yang mati?" tangis Clara. "Kenapa bukan orang yang tidak terlalu berdampak dalam hidupku?"
Fabian merasa bersalah. Dia bergerak untuk memeluk Clara.
"Jangan sentuh aku. Aku tetap benci kamu, An. Kalau saja kamu tidak ada, Gerald akan baik-baik saja." Clara meninggalkan Fabian yang dikerubungi rasa bersalah.
????????????
Bruk
Clara kembali menabrak orang. Kali ini dia membiarkan orang ini pergi. Dia tidak ingin ada orang yang tahu kalau dia menangis. Namun orang itu mengangkat wajah Clara.
"It’s okay. Kamu sudah menyadarkannya tentang itu. Dia memang orang yang keras kepala dan kamu sudah berhasil menyadarkannya." Orang tadi mengusap kepala Clara pelan.
"Aku ingin ke UKS," ujar Clara pelan.
"Kenapa? Sakit?" Kepala Ervin penuh tanda tanya.
"Ara sedang sakit. Kamu ikut saja denganku." Clara berjalan menuju UKS. Ervin mengekorinya.
Di depan pintu UKS, sebelum masuk, Clara mengusap wajahnya. Dia membuka pintu.
"Ara!" teriaknya saat ia melihat Ara sudah siuman dan sedang memakan makanan yang tadi ia belikan. "Kamu tidak apa-apa, kan?"
Ervin berkata dalam hati, "Dasar perempuan, banyak topengnya. Kadang kasihan juga melihat mereka berdua. Hidup mereka yang suram ditutupi dengan canda dan tawa."
"Aku tidak apa-apa, kok," jawab Ara.
"Mereka mengiksamu lagi, kan? Ayolah, jangan tolak ajakanku kali ini, Ra. Kamu tinggal saja di rumahku, ya." Clara memegang tangan Ara erat.
"Tidak, Clara. Aku—"
"Mereka jahat, Ara. Aku tidak tahan melihatmu seperti ini terus. Mereka benar-benar keterlaluan," ujar Clara.
"Tidak, Clara. Yang kali ini salahku. Aku pulang larut malam hingga mereka khawatir. Kejadian kali ini salahku, aku belajar semalaman tanpa tidur. Ini bukan salah mereka, ini salahku." Ara tersenyum pada Clara. Clara membalasnya dengan senyum kecut.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella