37. Pesan
37 // Pesan
Ervin membolak-balikkan buku diari yang rapuh itu. Ara menatap Ervin dengan serius. "Apa yang menarik dari buku itu?" pikirnya dalam hati.
"Ada apa?" tanya Ervin sambil tersenyum kecil. Ara menggeleng. "Aku kira kamu mulai terpesona sama aku."
"Ih, geer banget, sih." Ara memalingkan pandangannya dari Ervin. "Untuk apa kamu baca diari itu? Tidak ada yang menarik dari buku itu."
Mata Ervin masih tertuju pada isi buku itu. "Siapa bilang ini tidak menarik. Kisah hidup mamamu sangat menarik. Apalagi saat dia bertemu papamu."
"Apa kamu tahu kalau Bella adalah saudara kembarku?" kata Ara tiba-tiba membuka topik baru.
"Tentu saja. Wajahnya mirip denganmu. Sayangnya wajah dia lebih cerah dan cantik," jelas Ervin, "ada apa?"
"Terkadang aku bingung. Dia sering sekali jahat padaku, namun belakangan ini dia tidak berbuat jahat padaku. Rasanya tidak biasa." Ara menceritakan kisah hidupnya. "Aku tahu orangtuaku lebih memperhatikan dia daripadaku karena dia memiliki kelemahan dalam dirinya."
"Memangnya ada apa dengannya?"
"Aku pun tidak begitu tahu. Aku tidak begitu dekat dengan orangtuaku dan Bella. Mungkin Bella mengidap suatu penyakit." Ara menghembuskan napasnya. "Tapi apakah wajar jika orangtuaku menyiksaku untuk setiap aduan yang disebutkan Bella?"
Ervin tercengang. Ara yang di hadapannya sedang menceritakan kisah hidupnya padanya. Ini berarti Ara sudah mulai mempercayai Ervin. "Menyiksamu?"
Ara mengangguk. "Terkadang aku pun bingung pada diriku sendiri. Beberapa kali Clara menawarkan tempat tinggalnya serta keluarganya sebagai tempat aku melarikan diri. Tapi aku tidak pernah melakukan hal itu. Segala hal yang menyakitkan kutanggung hanya dengan satu harapan. Aku selalu berharap mereka sadar atas perlakuan mereka padaku dan mencintai aku seperti mereka mencintai Bella."
"Bukankah itu akan membuat mereka makin jadi?"
Ara mengangkat bahunya. "Aku masih sayang pada mereka. Jika aku kabur dari hadapan mereka, aku akan merasa bersalah. Tidak ingin rasanya membawa rasa bersalah kemana pun aku pergi."
Ervin termenung. "Sebenarnya aku, Fabian, serta Clara pernah melakukan sesuatu yang kami sesali hingga sekarang. Terkadang kejadian itu terbawa hingga ke mimpi."
"Apa yang terjadi?"
"Saat kami berumur empat atau lima tahun, kami memiliki seorang teman tuna rungu bernama Gerald. Dia adalah seorang anak yang sangat baik walaupun memiliki kekurangan pendengaran." Sekarang gantian Ervin yang bercerita. "Suatu hari, aku dan Fabian meledek Clara yang tidak bisa menendang bola dengan benar. Clara menangis dan mengadu pada Gerald."
Ara memperhatikan cerita Ervin dengan saksama. Rasanya tidak asing mendengar kisah itu. Apakah dia pernah mendengarnya dari Clara?
"Gerald ikut bermain dan kami tidak mencegahnya. Bola berguling ke tengah jalan. Akhirnya Gerald tertabrak truk yang melesat dengan cepat." Ervin menyelesaikan ceritanya dengan senyum sedih. "Sejak saat itu kami terus merasa bersalah. Mama Gerald sudah berkata kalau itu bukan salah kami tetapi supir truk itu."
Ara mengangguk mengerti.
Terdengar suara pintu utama di buka. Orangtuanya sudah kembali bersama Bella.
"Masuk ke dalam kamarku," suruh Ara.
"Apa?"
"Orangtuaku pulang. Kalau dia melihatmu di sini mereka akan membunuhku." Ara mendorong Ervin menuju kamarnya. Dibukanya jendela kamarnya.
"Kamu menyuruhku keluar lewat jendela, bukan?" tebak Ervin. Ara mengangguk. "Siap, bos." Kakinya sudah siap melompat ke pohon yang berada di depan kamar Ara. Namun tiba-tiba dia berhenti. "Ara, aku sarankan kamu baca diari mamamu dari awal sampai akhir. Dengan begitu kamu akan menemukan sesuatu. Bye."
Ara menatap kepergian Ervin. Membaca diari dari awal hingga akhir? Apa yang ditemukan Ervin?
????????????
Clara
Fabian
Bian
Fabian
Ya, kenapa?
Clara
Sepertinya aku menyukaimu juga
Fabian
APA?!
Kamu tidak bercanda, kan?
Clara
Kamu pikir aku sedang bercanda?
Fabian
Tidak
Jadi kita pacaran?
Clara
Ya
Tapi apa kata Bella?
Fabian
Aku akan mengurusnya
Terima kasih Clara
I love you
Clara tersenyum membaca pesan terakhir dari Fabian. Diketikkannya sebuah kata namun dihapusnya. Hal itu berulang beberapa kali. "Kirim tidak, ya?" Tiba-tiba secara tidak sengaja, jarinya menekan tombol kirim.
Clara
Too
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella