26. Fabian dan Bella
26 // Fabian dan Bella
Secarik kertas masih melekat pada tangan Ara, menunggu respon darinya. Ara mengambil posisi duduk, lupa pada rasa sakit di ulu hatinya. Kepalanya mulai berputar bagai angin puting beliung. Dibacanya ulang kertas di tangannya.
Di kala surya bangkit, ku raib bagai angin
Saat rembulan nampak, ku datang bagai bintang
Berpindah tempat tinggalku, kutetapkan suatu tanda
Sesuatu hilang darimu, sesuatu muncul bagiku
Apa ini?
Ara memutar kepalanya dengan pening di kepala. Apa ini? Apa artinya? Darimana datangnya? Siapa yang memberikannya? Mengapa ada di sini? Bagaimana aku dapat menyelesaikannya? Begitu banyak pertanyaan hinggap di kepala Ara. Dirinya memotret kertas itu dan memikirkannya sepanjang malam. Hampir fajar menyingsing, dia baru tertidur.
????????????
“Ara, bangunlah. Pergilah ke sekolah hari ini,” teriak mama saat pintu gudang dibukanya.
Ara langsung terbangun dan mempersiapkan diri ke sekolah. Rasanya senang sudah diizinkan bertemu dengan sahabatnya serta orang yang disukainya. Ara meninggalkan rumah dengan gembira.
Mama menatap kepergiannya dengan sedih. “Apa yang membuat Bella sedemikian baiknya pada anak seperti dia?” gumam mama.
????????????
Sambil berlari kecil, Ara bergegas menuju sekolah. Jika dalam waktu sepuluh menit dia tidak sampai di sekolah, maka dia akan dihukum.
“Sedikit lagi,” katanya, hendak berbelok ke kanan. Tiba-tiba dirinya menubruk seorang laki-laki yang mengenakan jaket hitam dan topi hitam dengan masker hitam yang menutupi mulut dan hidungnya. Ara tersungkur.
Orang yang ditabraknya menyeret Ara ke sebuah gang. “Sepertinya aku mengenalimu. Wajahmu mirip dengan orang yang berkhianat padaku.”
Ara sudah sangat ketakutan sampai tidak dapat bergerak. Orang yang berada di hadapannya sangat menyeramkan.
“Katakan, di mana kamu tinggal,” katanya sambil menodongkan pistol.
“Hei, siapa di sana?!” teriak seorang polisi yang sedang patroli di daerah itu.
“Kali ini, aku bebaskan kamu. Lain kali, aku pastikan kamu sudah tidak bernyawa lagi.” Orang itu berlari meninggalkan Ara. Kaki Ara sudah tidak mampu menahan berat badannya lagi. Dia merosot ke tanah. Polisi itu datang.
“Ada apa, dik? Kamu baik-baik saja?”
“Ya, saya masih baik-baik saja.” Ara pun berdiri dan berlari ke arah sekolah. Sesampainya di sekolah, hatinya langsung tenang. Dia tiba tepat waktu. Begitu dia memasuki gedung sekolah, bel langsung berbunyi.
????????????
“Eh, tahu nggak? Bella dari kelas sebelah jadian sama Fabian, loh.” Seorang murid perempuan berkata demikian pada temannya di toilet.
“Iya, Fabian kan pernah gendong Bella ke UKS pas dia pingsan. Irinya sama Bella. Bisa dapat cowok yang seperti dia,” balas temannya.
“Orang cantik mah bebas, semua bisa didapatkannya, bahkan hati laki-laki sekalipun.” Mereka berdua keluar dari toilet.
Ara keluar dari bilik toilet. Rasanya tidak sudi membiarkan Fabian yang disukainya dengan Bella. Rasanya selama ini Fabian menaruh rasa padanya. Mengajaknya jalan-jalan saat malam, menutupi luka di dahinya dengan topi, dan lain-lain. Jangan-jangan selama ini hanyalah perasaannya. Fabian mungkin tidak merasakan hal ini.
“Hah,” hela napas Ara. “Bagaimana aku harus bersikap? Sekarang aku benar-benar marah.”
Ara keluar dari toilet dan mendekati Clara. “Eh, aku ada cerita menarik.”
“Apaan?”
“Tadi pagi aku dito—“
“KYAAA!!! Itu Fabian dan Bella!!!” jerit banyak orang. Fabian dan Bella berjalan beriringan. Bella tersenyum bahagia sedangkan Fabian tersenyum canggung.
Bella mendekatkan wajahnya pada telinga Fabian.
“Apa yang tadi Bella lakukan?! Astaga, jantungku hampir copot!” seru para murid yang menonton pasangan baru mereka.
Ara menatap keduanya dengan sedih. Clara merasakan kepedihan dalam hatinya. Dia menuntun Ara keluar dari tempat itu. Bella menatap kepergian mereka dengan bahagia.
????????????
Malam sudah tiba, Fabian yang baru selesai mandi melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia mengingat kembali kejadian tadi pagi. Dia ingat saat Bella mendekatkan wajahnya ke telinganya. Bisikan Bella masih terngiang sampai sekarang.
“Bersikaplah yang benar kalau tidak ingin Ara menderita.”
Fabian merasakan bulu kuduknya berdiri. Bisikan Bella memberinya kengerian yang luar biasa.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella