Read More >>"> Black Lady the Violinist (Kapitel xxi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Agar sedikit leluasa, Sam menggeser kursinya. “Ehm, hai Ken. Lama tak jumpa. Bagaimana liburan musim panas pertamamu?” tanya Sam ragu pada Kenan yang matanya fokus tertuju pada buku novel yang sedang dibacanya.

Kenan sedikit melirik. Sam canggung melihat mata Kenan yang sudah lama tak ditatapnya. Sikap Kenan makin berubah, sorot matanya tak bersahabat lagi akibat masalah besar yang ditimbulkan Melque ketika menyelinap ke kamar Lena–itu jadi bahan gosip.

“Hai juga, Sam,” Kenan menutup bukunya. “Biasa saja. Bagaimana denganmu?” tanya Kenan balik dengan enggan.

Kenan tak ada niat beramah tamah sama sekali. Sayangnya, Sam duduk di sebelahnya dan mau tak mau ia harus bisa sedikit bersosialisasi dengannya kalau tidak mau temannya tertekan selama penghabisan satu semester baru.

Sam sedikit tersenyum. “Aku baik. Kau mengisi liburan dengan apa?”

“Pulang ke rumahku.”

“Sepertinya menyenangkan.” Wajah Sam tersenyum ceria untuk meredakan ketegangan. “Ah ya, kupikir kau pasti lupa soal harmonika itu.”

Kenan kembali pada bukunya. “Dan aku tak mau mengingatnya lagi.”

“Ah iya, maaf.” Sam cepat-cepat memalingkan wajahnya. Tambah lagi satu orang ke dalam daftar orang-orang yang takut padanya.

Suasana pelajaran keduanya mencekam sekali. Samlah yang tercekik dengan itu. Kelihatan sekali dari cara duduknya yang gelisah.

“Heii! Kau tahu? Kelas 3.2 SMA mengadakan pentas kecil di lapangan! Tuan Ferliaz memainkan pianonya! Ayo lihat!” jerit seorang cewek dari kelas sebelah yang masuk ke 2.1 ketika bel istirahat berbunyi. Kelas itu pun jadi ribut.

Dalam hitungan jari, kelas 2.1 SMP kosong melompong. Di kelas itu hanya tinggal Kenan dan Sam yang masih duduk manis, serta meja kursi yang berantakan karena para murid keluar secara riuh.

“Ehm, seperti dulu saja ya,” ucap Sam kalang kabut. “Kenan…, apa kau mau melihat ke sana? Aku pikir tak baik kalau kita hanya sendiri di kelas.”

Kenan meliriknya sekali lagi. “Ya, memang. Lebih baik kita keluar,” sergah Kenan setuju sambil berjalan keluar kelas.

Sam mengikuti Kenan dari belakang. Ia sebenarnya ingin berjalan di samping Kenan tapi perasaan takut tak bisa ditutup-tutupi.

Mereka berdua berjalan ke arah lapangan tetapi tidak turun dengan tangga. Kenan memilih jalan memutar supaya ia hanya bisa melihat acara pertunjukan itu dari lantai tiga. Sam pun dengan nurut mengikuti tanpa mengeluh.

Setelah berjalan cukup jauh, Kenan menerobos kerumunan orang di balkon. Tempat itu strategis. Ia bisa melihat lapangan di bawahnya layaknya jalanan yang dipenuhi kerikil yang diletakan rapat-rapat dengan jelas. Sama sekali tak ada celah di kerumunan orang itu. Kenan baru sadar kalau ‘Ryan’ yang itu, yang dulu selalu memakai baju dekil ternyata memang benar-benar populer.

“…, penampilannya?” tanya Sam sekilas pada orang di sebelahnya.

“Kau baru datang? Bukannya bel istirahat sudah bunyi daritadi?” tukas perempuan yang berdiri di depan Sam itu heran. “Pentas ini kilat, diadakan karena permintaan pribadi senior Ferliaz. Sayang sekali acaranya sudah berjalan dua puluh menit. Kau sudah tertinggal banyak hal,” lanjutnya.

Permintaan? Apa ada urusan denganku? Jangan kegeeranlah.

Sam mengerutkan alisnya. “Apakah senior Ferliaz sudah tampil?”

Perempuan itu tersenyum. “Tidak, belum. Ia akan tampil belakangan.”

Hanya penampilan Ryan saja yang paling dinanti-nantikan semua murid?

Para penonton tiba-tiba bersorak ketika satu lagu berakhir. Keributan sejenak itu mencuri semua perhatian yang tersita ke hal lain.

“Maaf membuat kalian harus kemari saat istirahat. Aku ingin merayakan sesuatu lalu mengajukannya pada guru dan well, ternyata diperbolehkan dengan mudah,” sambut seseorang dengan mikrofon setelah meninggalkan posisinya yang semenjak tadi berada di balik organ dari panggung kecil sederhana di lapangan.

“Tentu saja. Kau itu ‘kan anak emas,” sahut seseorang yang berdiri satu panggung dengan orang yang membuka pidato penyambutan itu. Semua orang disekitar panggung itu langsung tertawa.

“Benarkah? Aku tersanjung sekali,” jawabnya enteng. “Jadi, aku persembahkan lagu yang hendak aku mainkan ini untuk seseorang yang spesial bagiku. Ia adalah sahabat dari orang yang kuanggap seperti adikku yang manis. Oleh karena kehilangan orang itu, ia tak pernah bisa tersenyum lagi,” ujar Ryan. “Jadi seperti es batu.”

Seketika itu penonton kembali riuh.

Mata Ryan yang sedih teralihkan dari pandangan ke arah massa ke arah lantai tiga dimana Kenan berdiri dan ia melihatnya balik dengan muka masam.

Lena? Mau apa kau, Ryan? Alisnya bertaut.

Ryan memainkan organnya seorang diri. “Untuk selamanya, selamat ulang tahun yang ke-14, teman kecilku,” ucapnya.

Dahi Kenan berkerut dan wajahnya jadi merah padam karena marah. Perlahan ia berjalan mundur dari kerumunan dan setelah cukup jauh dari kerumunan, ia membalikkan badannya dan kemudian pergi.

 

 

“Kalau tak salah Williams: Fantasia on Greensleeves. ‘The Pernambuco’?”

Suara alunan manis dari Kenan terhenti. Ia menurunkan violin dari pundaknya. “Ya.”

“Sama sekali tak menyangkal! Tak kusangka kalau selama ini violinist profesional misterius itu duduk di sebelahku. Memalukan sekali kalau dulu akulah yang menceritakan gosip tentang ‘The Pernambuco’ kepada dirinya sendiri. Ya ‘kan, Kenan Grace? Atau kupanggil saja…, Ana Alexa?”

“Tahu darimana?”

“Stella Cadénte. Orang yang kau temui di hall. Stella sepupu jauhku.”

“Oh. Lalu, kenapa bisa menyimpulan itu aku?”

“Stella menunjukkan foto ‘Alexa’ di pesta. Pasti aku kenal siapa itu. Sayangnya itu tak bisa jadi bukti, ‘kan. Kemudian Stella cerita kalau dia curiga ‘Alexa’ ini punya suatu hubungan dengan Ryan Ferliaz Challysto. Gelagat senior waktu itu mencurigakan. Mengingat ia orang yang easy going.”

“Lalu?”

“Yang kedua, pentas kelas 3.2 kemarin. Sekali lagi, Stella curiga hubungan kalian. Waktu senior Ryan pidato, pandangannya padamu, ‘kan? Aku sungguh tak mengerti bagaimana caranya ia menemukanmu di kumpulan orang yang berdiri berdesak-desakkan. Belum selesai kata-katanya, kau malah hilang,” tambah Sam. “Kalau pidatonya bukan untukmu, kau tak perlu pergi.”

“Pentas seperti itu tidak penting bagiku.”

“Sikapmu dingin sekali.” Kenan tak berkomentar. “Juga, senior bilang kalau ‘oleh karena kehilangan orang itu, ia tak pernah bisa tersenyum lagi’. Ya aku tak mungkin tahu siapa ‘orang’ yang senior maksudkan tapi hanya kaulah yang tiba-tiba berubah perangaian ‘jadi seperti es batu”.

Kenan merapikan peralatan violin yang ia ambil dari ruang musik.

“Konyol sekali, Sam. Memangnya kau perhatikan perangaian semua orang di Brokeveth ini atau bahkan di Inggris ini?”

“Tak perlu juga kuperhatikan yang lain karena kau sudah cukup terkenal di sekolah ini!” sahut Sam ngotot. “Oh ayolah, orang tolol mana yang masih percaya pada cerita bodohmu itu? Siapapun kerabat konyol yang kau sangkutpautkan itu, nyata tidaknya mereka juga pasti ada pengaruhnya pada kedudukanmu di Brokeveth ini! Aku baru benar-benar paham pada perkataanmu tentang keisengan Consta. Makanya kau tutup rapi identitas ‘kerabat’mu yang punya posisi lebih tinggi dari keluarga Consta.”

Senyum kecil tersungging di ujung bibir Kenan. “Kau luar biasa bisa simpulkan sendiri logika rumit sepotong-potong itu. Aku suka kau. Kau cerdas seperti Nanta. Ah, kau orang pertama yang bisa bongkar rahasiaku.”

Sam mengerutkan alisnya. “Kenapa? Kenapa kau berbohong? Apa yang kau sembunyikan dari kami, bahkan dari semua orang? Memangnya kenapa kalau kau berdiri di atas panggung sebagai violinist Kenan Grace?”

Kenan berdiri dan membalikkan badan ke arah Sam. “Karena aku tak mau orang mengenaliku. Aku tak mau ada orang yang mengingatku.”

“Apa ada hubungannya dengan senior Ferliaz dan ‘orang itu’? Kenapa dengannya, ‘orang itu’ itu? Mengapa kau tak mau semua orang tahu tentangmu? Apa salahnya diingat orang lain? Kenapa kau bermain di atap sekolah seperti saat ini? Suara violinmu indah. Semua ingin mendengarnya,” ucap Sam bertubi-tubi.

 “Tapi aku tidak. Violinku hanya untuk ‘orang itu’. Seperti perkataannya, untuk selamanya ia berusia empat belas tahun. Ia pergi bulan Maret lalu.”

Sam tersentak. “Be, benarkah? Aku turut berduka.” Sam menunduk sedih.

Kenan melangkah maju. “Karena ia telah pergi, tak ada lagi alasan bagiku untuk main biola tapi tak kusangka waktu aku menggesek violin ini aku menghayal dengar suaranya. Bodoh sekali ya aku? Cengeng, tak mau menerima kenyataan.”

Mata Sam melotot ke arah Kenan. “Tidak. Kau tidak bodoh.”

Kaki Kenan melangkah lebih dekat pada Sam. Tujuan asli Kenan adalah pintu. “Aku sekarang di atap karena ingin. Terserah orang mau menjuluki apa. Aku tak peduli.”

Sam menatap Kenan dengan perasaan yang tak bisa ia mengerti. Setiap kata-kata yang terlontar dari mulut Kenan membuat teka-teki baru yang lebih rumit seakan-akan ia sedang berpuisi.

“Jadi, kau sebenarnya siapa? Ya, kau bukan orang biasa. Siapa kau, siapa ‘kerabat’mu?”

“Yang menemukanku memang kerabatku. Benar itu cerita konyol tetapi itu kenyataan,” ucap Kenan. “Kerabatku–bukan keluarga–yang terakhir.”

Kaki Kenan melangkah sekali lagi, dan sekarang ia hanya berada empat lima langkah di depan Sam. Kenan mengangkat sebelah alisnya. Secarik senyuman timbul di ujung bibirnya. Sam terkejut. Seluruh tubuhnya merinding.

“A, apa yang lucu?” tanya Sam ngeri. Ia merasa temannya sudah mulai kehilangan kewarasannya.

“Kau mau tahu siapa ‘kerabat’ku itu? Kau benar-benar mau tahu? Itu akan merusak segalanya, Samantha Sadykova. Segalanya.” Seringaian Kenan lenyap dan berganti dengan ekspresi aslinya yang datar dan sedingin es batu. “Mengenaskan sekali. Benar perkataannya, aku seperti adik perempuannya, Ryan Ferliaz Challysto.” Sam tersentak. “Nama lengkapku Kenan Grace Challysto. Aku sepupu Ryan yang kau dan semua orang kagumi itu.”

“Hah!?” Ekspresi Sam bukan lagi kaget. Lebih dari itu. Matanya bisa saja terlempar dari rongganya karena ekspresi kaget berlebihan.

“Sampai jumpa lagi Samantha Sadykova, di kelas 2.1,” salam Kenan

Pintu Kenan buka dan ia keluar darinya, meninggalkan Samantha yang masih mematung karena mengetahui kebenaran yang selalu disembunyikannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jendral takut kucing
863      437     1     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.
In Love With the Librarian
13786      2613     14     
Romance
Anne-Marie adalah gadis belia dari luar kota walaupun orang tuanya kurang mampu, ia berhasil mendapatkan beasiswa ke universitas favorite di Jakarta. Untuk menunjang biaya kuliahnya, Anne-Marie mendaftar sebagai pustakawati di kampusnya. Sebastian Lingga adalah anak tycoon automotive yang sombong dan memiliki semuanya. Kebiasaannya yang selalu dituruti siapapun membuatnya frustasi ketika berte...
Aku Mau
9412      1824     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
IMAGINATIVE GIRL
2052      1084     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
I'll Be There For You
1032      489     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
Grey
182      153     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
Abay Dirgantara
5285      1222     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
My Soul
117      84     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
Letter hopes
809      454     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
THE HISTORY OF PIPERALES
1719      622     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...