Read More >>"> Black Lady the Violinist (Kapitel xi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Kenan terbiasa bangun pukul 5 pagi. Meski suhu di rumah itu mengerikan dan sekolah baru dimulai pukul 8, ia tetap ngotot bangun sambil gemelatukan gigi. Kenan menarik selimut lain yang ia temukan dan berjalan keluar kamar. Suasana di rumah itu sangat sunyi seakan-akan hanya dia yang hidup di sana.

Telinga Kenan mendengar percakapan di pekarangan depan. Tanpa perintah kakinya melangkah sampai di depan jendela. Kenan membukanya sedikit saja tapi udara sedingin es menusuk kulitnya yang mulai memucat. Kenan tak menghiraukannya karena ia ingin tahu siapa yang sedang bercakap-cakap di rumahnya yang senyap pada pagi buta itu.

“…, well, it is so ordinary to hear about Mrs. Ritsena but I have never heard if she has a daughter. I am very surprised when Mr. Ferliaz has taken along a young girl who he said that she is his cousin,” kata seorang yang seperti tukang kebun.

Kenan pikir ia memang tukang kebun karena ia berbicara dengan butler di pekarangan rumahnya sambil mengenakan topi jerami. Namun, kelanjutannya tak terdengar lagi karena tubuhnya terseret di dinding sambil menggigil. Tekanan dingin yang masuk pelan-pelan menyakitkan. Telinganya serasa hampir pecah.

Miss! Are you okay?!” seru sang butler yang merangsek masuk panik.

Kenan yakin butler itu mendengar suara bedebum pelan dari jendela yang tertutup sendiri setelah terlepas dari tangan kaku Kenan. Ia tak bisa menjawab karena mulutnya beku. Sang pelayan tanpa perintah langsung menggotong nonanya ke kamar. Kenan di dudukan di kursi di depan perapian. Hangat. Kenan rasanya hidup kembali.

Thanks, Sir.” Sang pelayan menggeleng seperti sang koki menggeleng karena ia memanggilnya sir. Ia pun meninggalkan Kenan sendirian dalam kenyamanannya. Tanpa Kenan sadari ia pun kembali terlelap.

 

Kenan terbangun karena nyanyian burung di dekat kaca jendelanya. Ia terlompat dari kursinya setelah melihat jarum jam hampir menunjuk ke angka 7 di jam dindingnya. Kalau di Indonesia ia pasti sudah menjerit terlambat sampai semua bulu-bulu burung itu gundul. Kenan melempar selimutnya ke tempat tidur lalu berlari keluar kamar.

Sang pelayan tiba-tiba masuk dari pintu depan lalu menghampiri Kenan. “You already wake up, Miss,” sapanya terlalu sopan. Kenan mengangguk. “My honor, Miss. My name is Vincent Reamer, as your butler. Do you feel hungry, Miss?” Tanpa Kenan pungkiri ia langsung mengangguk. “You could get prepared yourself to go to school,” katanya dengan sopan sambil membungkukan badan.

“Benar-benar butler, yang tak akan ada di Indonesia,” ujar Kenan takjub, “dengan matanya yang berwarna biru keabu-abuan.”

Kenan kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap. Yang terpikir, apa di sekolah itu ada seragamnya? Ia pun mengacak-acak seisi lemari pakaian dan tak menemukan yang dicarinya. Ia pasti akan merindukan seragam putih birunya dulu dan sangat menginginkan seragam putih abu-abu untuk 3 tahun mendatang.

Tubuh Kenan tertolong karena di kamar mandinya ada bath-tub berisi air panas. Selesai mandi tanpa buang banyak waktu ia langsung berpakaian supaya hawa dingin tak menusuk tulangnya lagi. Memalukan sekali kalau ia ambruk hanya dengan handuk. Ya meskipun tak ada juga yang mau lihat.

Selesai berpakaian dan mengambil buku-buku yang ada, ia keluar kamar dan berjalan dengan linglung. Sang butler dengan baik hati menuntun nonanya. Olehnya Kenan didudukan di meja makan dan dalam beberapa menit hidangan tersedia di depannya. Hidung Kenan begitu gatal dan mulutnya rasanya ingin sekali mengunyah.

Dasar mulut dan hidung yang tak tahu diuntung.

Pukul 07.18 A.M Kenan berangkat dari rumah ‘kecil’nya menuju sekolah. Catatan kecil Ryan menempel erat dengan sarung tangannya untuk menunjukkan arah menuju sekolah. Kalau benda itu hilang, nyawanya juga sama.

Setelah setengah jam Kenan naik turun bus sambil tersesat, ia pun tiba di sekolah yang waktu itu mereka kunjungi saat tengah malam. Ia ragu untuk masuk karena anak-anak yang datang kebanyakan naik mobil. Ia makin ragu untuk masuk sampai sang penjaga sekolah menuntunnya ke salah satu guru terdekat. Sang guru pun menyambutnya. Kenan melihatnya seperti ‘guru di sekolahnya dulu yang ia anggap berbahasa Indonesia’. “Anak baru? Saya memang mendengar sekolah kita akan kedatangan murid baru. Boleh saya tahu namamu?” tanyanya sopan tapi berwibawa.

“Kenan Grace, Miss. Selama ini saya tinggal di Indonesia, jadi bahasa Inggris saya kurang fasih. Jadi mohon bantuannya,” jawab Kenan.

Guru itu mengangguk. Selanjutnya selama perjalanan ke ruang kepala sekolah sang guru bercerita dengan bahasa Inggrisnya yang dibuat lelet.

“Ini murid baru, Pak kepala sekolah.”

Sang guru menyerahkan Kenan pada kepala sekolah begitu ruangannya dibuka. Beliau menyambut Kenan dengan hangat. Beliau mirip kepala sekolah di sekolahnya yang lama. Hal itu membuat Kenan merindukannya dan membuatnya jadi tersenyum sendiri sampai senyumnya seketika langsung menguap karena terdengar suara seseorang yang sangat sangat tak ingin ia dengar.

Good morning, Kenan!” sapa Ryan yang muncul dari sudut ruangan.

“Kenapa kau ada di sini?” tanya Kenan sinis, menahan ingin meninju.

Hebatnya Ryan mengulang pertanyaannya. “Why am I here? Because I miss my little cousin!” serunya lantang. Kenan menyeringai. Ia sadar benar Ryan serta keluarganya punya pengaruh untuk menguasai suatu sekolah dan kepala sekolahnya. Terlihat jelas dari wajah tenang beliau waktu dengar kata ‘cousin’.

Beberapa saat kemudian seseorang mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan. Kenan kaget karena yang masuk itu adalah...

Morning, my Niece,” sapa paman Anderson gagah. Persis Lena dulu.

Anak dan bapak sama saja. Hidung Kenan mengernyit. Celebration for a little reunion. Very pleasant,” jawab Kenan menahan kesal. Tawa Ryan meledak.

Pamanku yang tercinta tak pernah mengajari putra semata wayangnya sopan santun ya? Hebat sekali, tingkah suka-suka Ryan di ruang kepala sekolah.

Paman Anderson mengajak Kenan duduk. Paman yang mengajak, bukan kepala sekolahnya. Anak dan bapak sama saja… kasihan pak kepala sekolah…

Selama paman berbincang dengan kepala sekolah, Kenan melihat ke arah Ryan yang bertingkah semaunya.

Kalau bibi Vani lihat, apa Ryan akan dijewer? Siapa lagi yang mendidik anak kera itu kalau bukan bibi Vani??

Dari awal sampai akhir pembicaraan yang intinya hanya membahas soal Kenan itu, Ryan sibuk berputar-putar di sekitar meja kepala sekolah.

So, you can go to your class at 1.4.” Kata 1.4 membuat Kenan rindu. “Do you want Ryan to accompany you till your class?” goda paman Anderson.

Mulut Kenan tak tahan untuk mengumpat. “Makhluk yang nangkring di sana itu pasti sudah cerita ke paman, kan? Cukup sampai situ saja, hanya kita yang tahu.” Kenan menggeleng-geleng. “Sebelumnya terima kasih, Pamanku.”

Kenan pergi dari ruangan. Ia mendengar kalau paman menggumam dan Ryan tertawa. Tertawa di depan orang yang ditertawakannya–pak kepala sekolah.

“Sial. Dasar anak dan bapak aneh. Keluarga ini isinya orang-orang aneh dan kenapa aku malah ada di tengah-tengah mereka!?”

 

 

Pintu terbuka, Kenan masuk ke dalam kelas asing. Guru yang sedang mengajar berbaik hati menuntun Kenan ke depan kelas dan memperkenalkannya, “anak-anak, ini anak baru dari Indonesia, Kenan Grace,” seru ibu guru. “Bahasa Inggrisnya masih kurang lancar, jadi tolong kalian semua membantunya ya.”

Anak-anak seisi kelas itu sama sekali tak terlihat tertarik–apalagi niat bantu. Jadi, jangan harap bisa dapat perhatian. Ya, untungnya, memang hal itu yang diharapkannya. Makanya, Kenan berbicara santai berdua hanya dengan guru.

Tiba-tiba seseorang menyahut keras, “bolehkah aku tahu kau ‘siapa’?”

Dari intonasi pertanyaannya, kelihatan sekali ia anak bangsawan suka pamer. Yah, beberapa anak malah turut mengangkat kepalanya karena tertarik pada hal itu juga. Hal yang tidak penting seperti itu malah menarik buat mereka.

Malas-malasan Kenan menjawab pertanyaan anak itu dengan jawaban setengah bohong yang sudah dipikirkannya. “Aku hanyalah anak yatim piatu yang ada di sini karena kerabat jauhku menemukanku lalu menyekolahkanku.”

Anak yang bertanya tadi merasa kecewa. Begitu juga yang lainnya.

Kenan senang karena jawaban bernada datarnya tak jadi perhatian. Ia tidak peduli pada anak-anak macam itu yang sok pamer harta orang tuanya. Dimana saja selalu ada orang seperti itu. Tukang pamer kekayaan orang tua, suka bully, atau suka merendahkan orang lain. Jadi, itu hanya masalah membiasakan diri.

“Grace bisa duduk di sana, di sebelah anak perempuan yang rambutnya pendek. Namanya Samantha Sadykova,” pinta sang guru mempersilahkan Kenan untuk duduk.

Kenan berjalan mendekati Sadykova dan ia menyapa Kenan dengan bibir datar yang nanggung kejelasannya. Ketika Kenan hendak duduk, ia merasakan ada hawa ganjil di sekitar kursinya. Nyatanya, saat Kenan pura-pura mau duduk anak yang ada di belakangnya itu sengaja menarik kursi dengan tali supaya ketika Kenan duduk nanti kursinya jatuh. Untungnya Kenan sadar duluan.

“Tipuan murahan,” bisik Kenan. Anak itu mendecak kesal karena gagal sementara si guru memarahinya. “Anak bodoh lain dengan tipuan murahannya.” Anak itu melotot karena tahu Kenan sedang menghinanya. Dengan kasar, ia meminta Kenan berbicara bahasa Inggris. “Alright, your goodself.” Kenan tersenyum manis. “Previously I said, if you are a pudden boy who play with an idiotical tricks.”

Setelah merasa adil, Kenan lalu duduk santai di bangkunya sementara anak itu memaki Kenan dengan suara lantang. Ibu guru pun tambah mengamuk tapi Kenan malah pura-pura tidak tahu.

 

 

Bel isitirahat berbunyi tapi Kenan tak ada niat mengeluarkan sandwich-nya dari dalam tas. Ia bahkan tak tahu harus berbuat apa di kelas asing itu.

Seseorang menyapa Kenan dengan pelan. “Hei, ejekanmu pada anak itu keren.” Samantha Sadykova menegur Kenan dari sebelah tempat duduknya.

“Ah, maaf Miss, bisakah kau memperlambat pengucapanmu? Aku –“

Samantha tersenyum. “Tentu, aku mengerti.” Ia menggeser posisi duduknya. “Jadi, apa kau ingin tahu soal 1.4?” tanyanya. Kenan mengangguk. “Di kelas ini ada anak yang sangat menyebalkan. Ia duduk di belakangmu. Tidak ada yang berani duduk di kursimu lagi karena dia. Nama bocah itu Jerish Consta. Kau harus bersabar sampai kau dipindahkan dari tempat duduk itu.” Wajahnya menunjukkan perasaan iba.

Kenan akhirnya mau mengambil kotak makan siangnya dari tas sebagai asupan sambil berbicang. “Kau mau, Sady?” tanya Kenan.

Samantha mengangguk dan mengambil satu. “Thanks. Ah, panggil aku Sam saja.”

Kali itu Kenan yang mengangguk dan lalu melanjutkan perkataannya. “Hmm, aku tak mau bersabar,” jawab Kenan. Sam terkejut. “Kalau aku melawan, semua menganggap aku satu-satunya orang yang bisa duduk di sini dan tak akan dipindahkan.”

“Kenapa? Kau ini aneh,” ujarnya heran.

Kenan menelan kunyahannya. “Kalau aku pindah, kau akan sendirian lagi,” jawabnya singkat. Sam tercenggang. “Aku bukan mau mengasihani tapi aku tahu rasanya sendirian itu tidak enak. Kenapa? Aku dari dulu memang aneh.”

Sam terharu. “Kau terlalu aneh. Tak ada satu pun orang yang memedulikanku tapi baru pertama kali kita bertemu kau langsung berkata seperti itu. Terima kasih.”

Kenan menghela nafas. “Sama-sama. Oh ya –“

“Benar dia!? Kapan tampilnya!?” jerit para perempuan dari ujung kelas membuat Kenan menghentikan kata-katanya. Jelas itu jeritan fans-fans cewek terhadap satu cowok populer yang kaya artis. Ampun deh.

 “Apa kau tertarik dengan gosip mereka?” tanya Samantha karena Kenan memandangi mereka serius sekali untuk sesaat.

Pikiranmu kemana sih, Sam? Ia merengut. “Kau gila ya. Di Indonesia pun perempuan berisik waktu bicara soal cowok populer. Dimana-mana sama saja.”

Sam mangut-mangut. “Tapi kalau populer sampai seluruh Inggris atau yang sampai seluruh dunia, aku yakin itu tidak bisa sesimpel itu.”

Kenan menghela nafas lagi. “Memangnya siapa? Aku jadi penasaran.”

Sam mengangkat alisnya. “Keluarga itu memang super kaya. Dengan uang saku putra tunggalnya saja bisa membeli rumah!”

Kenan teringat pada Ryan yang bisa mengeluarkan dompetnya dengan mudah untuk membelikannya rumah. Masih ada yang lebih kaya? Luar biasa.

“Jari tangan dari keluarga mereka bisa memainkan alat musik apapun. Semua yang mendengarnya merasa itu alunan terindah di dunia!” lanjut Sam lebay.

Kenan ingat lagi pada Ryan dan pianonya. Masih ada yang lebih jago? Amazing.

“Apalagi dia ada di sini. Eluan namanya takkan berhenti. Sam menarik bibirnya sambil berpikir. “Setiap hari, setiap saat. Selalu ada jeritan para perempuan!”

“Sekolah ini ajaib. Anak macam itu saja ada di sini. Jadi, siapa namanya?” tanya Kenan malas sambil menyuguhkan satu sandwich lagi ke mulutnya.

“Kau bisa mencarinya sepulang sekolah nanti! Kalau beruntung bisa melihat langsung. Ia selalu kabur dengan mobil mewahnya.” Kenan teringat lagi dan lagi dan lagi pada Ryan yang tidak tahu tempat membawa mobil mewahnya–apa itu? Lamborgini? Ferarri? Apa pun mereknya itu–ke daerah perkampungan. “Ah, enak ya yang sekelas dengannya. Ah, dia dari bagian SMA, namanya Ryan Ferliaz Challysto.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jendral takut kucing
863      437     1     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.
In Love With the Librarian
13786      2613     14     
Romance
Anne-Marie adalah gadis belia dari luar kota walaupun orang tuanya kurang mampu, ia berhasil mendapatkan beasiswa ke universitas favorite di Jakarta. Untuk menunjang biaya kuliahnya, Anne-Marie mendaftar sebagai pustakawati di kampusnya. Sebastian Lingga adalah anak tycoon automotive yang sombong dan memiliki semuanya. Kebiasaannya yang selalu dituruti siapapun membuatnya frustasi ketika berte...
Aku Mau
9412      1824     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
IMAGINATIVE GIRL
2052      1084     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
I'll Be There For You
1032      489     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
Grey
182      153     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
Abay Dirgantara
5285      1222     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
My Soul
117      84     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
Letter hopes
809      454     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
THE HISTORY OF PIPERALES
1719      622     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...