Loading...
Logo TinLit
Read Story - Why Joe
MENU
About Us  

Raisa benar-benar menemui Profesor Ham. Dia telah sampai di gedung pusat penelitian kota. Gedung penelitian ini sama dengan gedung penelitian pada umumnya, hanya saja di ujung koridor gedung ada sebuah ruangan khusus milik Profesor Ham. Konon, tak ada yang pernah masuk ke ruangan itu kecuali Profesor Ham sendiri. Sebab didalamnya ada satu project besar yang sedang dilbuat oleh profesor itu. Ruangannya unik, tak begitu besar, pintunya berjenis pintu geser berwarna silver semacam pintu besi berlapis aluminium tapi ringan.

Tok…tok…tok

“Siapa diluar? Tetap disana dan jangan masuk!”

“Huh, sudah kuduga,” gerutunya

 Tak sampai lima menit ia menunggu, pintu sudah terbuka. Raisa berusaha melihat dalam ruangan tersebut, di miringkan kepalanya. Tapi sayangnya, profesor itu lekas-lekas menutup pintunya seakan menyimpan rahasia besar didalamnya.

“Ada apa?” tanya Profesor Ham menatap tajam pada Raisa.

“Emm… saya Raisa, Prof, mendapat tugas dari dosen sejarah saya, Pak Gatot untuk menemui Profesor”

“Ha…ha…ha Gatot?” Tawa profesor itu meledak, “Kamu mau saja jadi budak dosen keparat itu”

“emm.. memangnya ada apa dengan Pak Gatot, Prof?”

“Aku dan Gatot dulu berteman. Sebenarnya sampai sekarang pun masih berteman. Dia sangat cerdas di bidang sejarah, sehigga kami pernah bekerja sama untuk menciptakan teknologi masa depan melalui sejarah ilmu pengetahuan yang ia miliki. Namun pertemanan kami mulai renggang semenjak dia bertemu gadis itu. Kami sama-sama menanggung konsekuensi untuk tidak menikah agar fokus pada pengembangan teknologi ini. Tapi, si keparat itu ingkar dan memilih menikahi gadis itu. Dia izin dengan ku dan bilang jika ia menikah, ia akan tetap fokus pada project ini. Tapi nyatanya dia punya anak dan kebutuhan adan keluarganya lebih ia prioritaskan. Ia pun mulai jarang ke kantor ini dan bahkan tidak pernah. Rupanya ia kini menjai dosen. Pantas saja masih bertahan hidup. Jadi, Akulah yang sekarang mengembangkannya sendiri”

“Prof mengembangkan sendiri? apa Prof nggak menikah? kenapa nggak menikah, Prof? apakah profesor nggak pernah merasakan cinta?”

“Kamu ini muda banyak tanya ya. Hmm.. baiklah, cukup sakit bicara cinta untuk orang sepertiku. Aku tak banyak bergelut di dunia luar. Mereka mengenalku sebagai profesor jenius, bukan seorang teman, bukan juga orang yang dicintai. Pernah Aku menyesali kenapa Aku dilahirkan dalam keadaan jenius, yang untuk berteman saja sulit sekali karena mereka menganggapku berbeda. Mungkin aku sekarang sampai tak bisa merasakannya karena terlalu sering. Aku kehilangan gatot pun gara-gara cinta. Cinta menyatukan Gatot dan Vina, dan sikapnya berubah padaku. Aku seorang diri, tak punya keluarga, tak punya teman, tak punya cinta,” keluhnya “ah.. Aku malah menceritakan ini padamu”

“Nggak apa-apa, Prof. Aku pun bisa merasakan bagaimana menjadi seorang Prof. Ternyata kejeniusan dan kedudukan tidaklah selalu membuat kita bahagia ya”

“Ada sisi bangga sebenarnya ketika kau bisa bermanfaat untuk orang lain dengan apa yang kau punya. Tapi tetap saja, merasa tak punya teman meskipun orang-orang mengelu-elukan namaku, bahkan seluruh dunia tau tentangku” profesor mendesah “jadi bagaimana keperluanmu?”

“Em, mungkin saya hari ini cuma minta izin. Saya akan kesini setiap hari, Prof. Tugas ini memintaku untuk menemuimu setiap hari dan mewawancarai apapun tentang sejarah dan ilmu pengetahuan. Barangkali sekalian saya bisa jadi teman profesor”

Senyum profesor itu mengembang manis, seakan-akan ini pertama kalinya ia mengembangkan senyum, matanya berbinar menunjukkan sebuah harapan, “Kau boleh kesini. Aku akan sangat senang. Besok, bawakan Aku makanan juga, jangan Cuma datang dengan tangan kosong. Sekarang kau boleh pulang. Hati-hati, jalanan kota tidak begitu menyenangkan”

“Baik, Prof, terima kasih”

Raisa pulang dengan senyum mengembang. Dia dapat satu pelajaran hari ini. Bahwa apa yang dikatakan orang tak selalu benar. ia melihat sisi lain dari orang terhebat di dunia itu. Esok ia akan mengunjunginya lagi. Tak sabar untuk segera esok.

Perjalanannya terhenti, ia teringat bahwa hari ini Joe latihan basket. Lekas-lekas ia kembali ke kampus menuju ke gedung lapangan basket tempat latihan Joe. Tak lupa, seperti biasa ia sempatkan untuk mampir ke kantin terlebih dahulu. Hari ini tak banyak uang yang dibawanya.

Di depan warung langganannya ia membuka showcase minuman dingin dan mengambil dua botol minum dengan merek yang berbeda. Diamatinya satu per satu sisi kanan dan kiri. Satu di sisi kiri ia kembalikan lalu diambilnya lagi botol merek lain. Begitu seterusnya sampai ia tak sadar di sebelahnya ada orang yang sedang mengamatinya.

“Hey, serius amat Lo. Mau beli apa?”

“Eh, kamu Bee. Ini gue lagi milih minuman yang tepat buat mengurangi dehidrasi”

“Oh, ini aja. Ini favorit Joe. Gue ngerti lo pasti beliin ini buat Joe kan?”

“Apaan sih. Sok tau kamu”

“Eh jangan cemberut gitu dong. Tadi gimana tugas sama Pak Gatot?”

“Ya begitu deh, tau sendiri kan Lo, Pak Gatot kaya gimana”

Raisa akhirnya memilih minuman yang disarankan sahabatnya itu dan segera membayar.

“Gue pergi dulu ya. Dah” Raisa berjalan sambil melambaikan tangannya.

“Eh.. gue ditinggal? Tunggu!”

Bee hendak ikut menyusul raisa.

“Oy..bayar dulu!” Teriak salah satu penjual

Sontak Bee kaget dan menoleh kebelakang.

Sementara Raisa menuju gedung lapangan basket. Langkahnya dipercepat, kampus sedang tak terlalu ramai hari ini, karena mungkin masih banyak yang ladi ada kelas. Sekelilingnya sepi. Ia berjalan sendiri, tapi perasaannya seperti ada yang mengikuti. Matanya melirik kanan kiri sambil mempercepat langkahnya. Sekarang ia benar-benar yakin kalau dia diikuti. Ia berhenti sejenak menoleh kebelakang. Tak ada siapa-siapa.

“Pasti kerjaannya si Bee,” gerutunya

Ia lanjutkan berjalan pelan, kali ini suara langkah kaki dibelakangnya semakin jelas. Sekarang ia merinding. Pikiranya kemana-mana, ia percepat lagi langkahnya. Tak ada lagi suara langkah kaki dibelakangnya. Ia kembali berjalan tenang.

Brakk…

Sekelebat ada yang masuk ke dalam ruangan kelas dengan cepat.

Raisa terkejut. “apa itu?”

***

Joe akhirnya berhasil keluar dari jendela. Ia berjalan menuju kampus yang jaraknya hanya 500 meter saja dari rumah. Ia pergi tanpa membawa apa-apa. Hanya remot yang ia bawa untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu.

Ia memilih melewati pintu belakang kampus untuk menghidari bertemu dengan dirinya di masa lalu. Pintu belakang masih buka dan kantin langsung menyambutnya. Berjalan 500 meter membuatnya haus sehingga ia memilih untuk mampir ke kantin.

Joe pun mengambil minuman dingin dan duduk lalu meminumnya tanpa membayarnya terlebuh dahulu. Dua teguk ia minum, baru ia ingat kalau ia tak punya uang sepeserpun. Gawat, bisa mampus gue. Samar-samar terdengar suara yang tak asing baginya. Suara Raisa sedang bersama Bee. Mereka tepat di warung nomor dua sedangkan Joe duduk di warung nomor empat tanpa ada dari mereka yang mengetahuinya.

Karena tak bisa membayar, Joe pun berjalan diam-diam meninggalkan warung dan menyusul Raisa dan Bee. Sayangnya, Raisa sudah pergi terlebih dahulu sebelum Joe sampai, dan Bee hendak ikut menyusul Raisa.

“Oy..bayar dulu!” Teriak salah satu penjual

Sontak Bee kaget dan menoleh kebelakang.

“Loh, Joe. Lo kok disini? Bukannya Lo latihan basket?”

“Emm, Gue haus, jadi beli minum dulu, tapi duit Gue ketinggalan, udah di teriakin penjualnya lagi. Lo paham kan maksud Gue”

“Ah elah, Lo minta Gue bayarin minum Lo? Gue bayarin, tapi utang yah”

“Cuma goceng aja, masa utang, sih”

“Yaudah, Gue bayarin”

“Nah, gitu dong, Gue mau latihan dulu, duluan ya”

“Yah Gue ditinggal lagi?”

“Btw, thanks ya, udah bayarin”

Joe pun bergegas menyusul Raisa, tanpa menghiraukan Bee. Tak butuh waktu lama, Raisa sudah terlihat di depannya. Joe pun memperlambat jalannya persis beberapa meter di belakang Raisa. Sambil sedikit mengendap-endap agar tak ketahuan. Tiba-tiba Raisa menoleh, beruntungnya salah satu pintu kelas terbuka dan Joe sempat masuk ke ruangan itu sebelum Raisa menoleh. Lalu diintipnya lagi, raisa sudah berjalan lagi. Ia pun kembali mengendap-endap mengikuti. Tak sengaja ia menjatuhkan remotnya itu.

brakk

gila! ini remot keras banget jatuhnya. Segera ia bersembunyi masuk ke kelas yang terdekat. Tanpa ia sadari, di dalam kelas itu masih ada dosen yang mengajar.

“Em… maaf, Pak, salah ruangan.”

Joe segera keluar dan beruntungnya, Raisa sudah pergi.

“Huh, untung Gue nggak ketahuan”

Sekarang ia menuju gedung lapangan basket. Di pintu, ia amati diam-diam di dalam gedung itu tengah ada dirinya sedang berlatih basket.

"Keren juga ya, Gue kalo lagi main basket. Pantes aja banyak yang naksir" gumamnya sendiri. 

Ia kembali mengamati sekeliling gedung itu. Tidak ada Raisa.

"Kemana perginya anak itu?" 

Tiba-tiba ada yang menyentuh bahunya, "Permisi, Mas. Jangan di pintu"

Mampus gue, ini suara Raisa, jangan sampai dia tahu Gue ada dua.

Joe pun pergi tanpa menoleh dan mengucap sepatah kata pun. Raisa hanya menggeleng-geleng, "Dasar orang aneh"

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Teman
1469      679     2     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?
The Last Name
2245      798     5     
Fan Fiction
Ketika wanita dan pria saling mencintai satu sama lain apakah sebuah hal yangsalah? Tidak, tidak ada yang salah. CInta menjadi salah jika kau mencintai seseorang yang secara takdir memang tidak bisa kau cintai.
Shine a Light
813      531     1     
Short Story
Disinilah aku, ikut tertawa saat dia tertawa, sekalipun tak ada yang perlu ditertawakan. Ikut tersenyum saat dia tersenyum, sekalipun tak ada yang lucu. Disinilah aku mencoba untuk berharap diantara keremangan
SAMIRA
323      201     3     
Short Story
Pernikahan Samira tidak berjalan harmonis. Dia selalu disiksa dan disakiti oleh suaminya. Namun, dia berusaha sabar menjalaninya. Setiap hari, dia bertemu dengan Fahri. Saat dia sakit dan berada di klinik, Fahri yang selalu menemaninya. Bahkan, Fahri juga yang membawanya pergi dari suaminya. Samira dan Fahri menikah dua bulan kemudian dan tinggal bersama. Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan...
Dialogue
9782      2011     1     
Romance
Dear Zahra, Taukah kamu rasanya cinta pada pandangan pertama? Persis senikmat menyesapi secangkir kopi saat hujan, bagiku! Ah, tak usah terlalu dipikirkan. Bahkan sampai bertanya-tanya seperti itu wajahnya. Karena sesungguhnya jatuh cinta, mengabaikan segala logika. With love, Abu (Cikarang, April 2007) Kadang, memang cinta datang di saat yang kurang tepat, atau bahkan pada orang yang...
My Daily Activities
921      472     1     
Short Story
Aku yakin bahwa setiap orang bisa mendapatkan apa yang ia inginkan asal ia berdo\'a dan berusaha.
Tumpuan Tanpa Tepi
11397      3158     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Without Guileless
1181      672     1     
Mystery
Malam itu ada sebuah kasus yang menghebohkan warga setempat, polisi cepat-cepat mengevakuasi namun, pelaku tidak ditemukan. Note : Kita tidak akan tahu, jati diri seseorang hingga kita menjalin hubungan dengan orang itu. Baik sebuah hubungan yang tidak penting hingga hubungan yang serius
Lovesick
453      332     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
Forget Me After The Rain
434      316     1     
Short Story
\"Kalau begitu, setelah hujan ini, lupakan aku, seperti yang aku lakukan\" Gadis itu tersenyum manis