Aku mulai mengenal satu persatu nama dari teman-teman entah di bangku perkuliahan dan juga di UKM Menwa ini. Dan ternyata pangeran yang membuatku jatuh hati dari jumpa pertama itu bernama Aftar Ginanjar, yang biasa dipanggil dengan nama Aftar. Dia kakak tingkat 3 tahun diatasku di jurusan yang sama denganku yaitu Akuntansi, yang berarti kalau dia sekarang sudah menginjak semester tua dan pastinya bakalan disibukkan dengan yang namanya skripsi. Aku pengagum rahasia Aftar, hingga suatu ketika aku mendengar kabar yang sangat memekakkan telinga. Orang yang sering aku ceritakan di depan sahabatku yaitu Aftar ternyata sudah dimiliki, dan itu rekan seangkatannya sendiri di jurusan lain. Sebut saja Vino, dia sahabat setiaku sejak SMA yang aku kenal setelah sahabatku Ila. Dia memberitahu aku bahwa Aftar dikenal playboy di jurusannya, memang dia sangat keren terlebih dia juga seorang aktivis di UKM yang dikenal kebanyakan mahasiswa yakni UKM yang mirip tentara. Awalnya aku kaget dan juga tidak percaya, tetapi setelah Vino sahabatku itu bercerita kalau Aftar bukan orang yang baik buat aku kenal lebih jauh, dan ini menjadikan aku terus berfikir.
“Apa iya yang dikata Vino tentang Aftar demikian?”.
Hari-hariku terus diisi dengan banyak pertanyaan tentang Aftar, apa benar Aftar demikian? apa iya dia beneran playboy? terus siapa pacarnya? secantik apa sih pacarnya?dan lain-lain. Hingga pada akhirnya datanglah Gio dalam skenario hidupku.
“Hy Nina, aku seniormu Gio di UKM. Aku pingin ngobrol-ngobrol sama kamu, sore nanti kita ketemu di taman rektorat yah? Aku tunggu”. Begitulah pesan pertama kali Gio untuk aku, yang membuat aku tersentak dan kaget.
“Bagaimana bisa senior Gio dapat nomerku yah?, gumamku dalam hati.
Lantas aku pun menjawab “siap iya senior”, yah jawaban singkat karena pikiranku yang sebenarnya masih kalut tentang Aftar waktu itu.
Sejenak lamunanku berganti tentang senior Gio, nama itu tidak asing bagiku tetapi aku tidak pernah tau wajahnya. Meskipun aku berkali-kali berusaha untuk mengingatnya dengan keras, tetapi masih saja gagal bagiku untuk mendeteksi,
“Siapakah senior Gio?”.
Hari beranjak sore, sesuai dengan janji aku pun bergegas menuju taman yang berada di depan Gedung Rektorat. Sengaja hari ini bagiku untuk tidak pulang ke kos dulu, usai kuliah aku menuju ke Gedung UKM untuk sekedar numpang Wi-Fi mengerjakan tugas kuliah yang deadline besok wajib dikumpulkan. Sesampainya di taman cinta yang teman-teman kebanyakan menyebutnya, sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, karena sebuah janji oleh sebab itu aku dengan sabar menunggu. Hingga sampai pada akhirnya pikiranku kembali berkecamuk tentang Aftar, sesekali aku memperhatikan ponsel untuk sekedar melihat-lihat foto bersama sahabatku Ila dulu itu.
Setelah menunggu cukup lama aku rasa, datanglah dari arah parkiran seorang pemuda yang mengenakan hem berwarna biru tua dan sangat rapi.
Lantas dia menyapa “hey Nina, maaf kalau menunggu lama yah?”, sapa seorang pemuda tersebut yang membuatku terdiam dan bertanya
“owh iya, tidak apa. Senior Gio?”. Tanyaku pada pemuda yang sama sekali aku belum pernah melihatnya.
“Kamu ini pelanggaran, sudah berapa lama kamu di UKM? Masa belum pernah lihat saya?”. Balik tanya pemuda tersebut sambil cengingisan.
“lahh saya beneran gak pernah lihat loh...”, jawabku dengan nada sedikit nyolot.
“hmm, iyaa saya Gio. Maaf yah udah bikin nunggu lama kamu disini, ini tadi saya ada kuliah tambahan”. Jawabnya dengan nada santai dan sembari tersenyum menatapku.
“ehh, ampun senior. Saya belum tau soalnya”. Serasa mati kutu setelah tau ternyata pemuda yang tinggi besar itu adalah senior Gio
“gapapa, santai saja”.
Gio memulai pembicaraan dan berusaha mencairkan ketegangan yang nampak terlihat di wajahku, dan mungkin dia merasa maklum ke diriku karena ia adalah seniorku. Cukup lama kami bercerita panjang lebar tentang diri kami masing-masing, sampai Gio pun menjelaskan tentang dirinya bahwa ternyata dia asli orang Situbondo. Gio menamatkan pendidikannya di salah satu Pondok Pesantren yang ada di Kota Malang, sebagai tempat ia menuntut ilmu. Dulu ia menginginkan untuk mengikuti pendaftaran tentara dan semacamnya usai dari pondok, akan tetapi restu orangtua tidak ia dapatkan. Sehingga membawa dia untuk berkuliah di kampus ini. Panjang sekali cerita perkenalan kami hingga kami terbawa ke pembicaraan yang serius tentang cinta.