Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

     Sinar mentari pagi tak lagi menghangatkannya. Angin malam yang menerpa kulitnya tak lagi dingin dirasakannya. Setelah kedatangan Maliq dua hari yang lalu, hati Bu Rahmah seakan hancur. Seluruh waktunya hanya untuk merenungi masa lalunya.

     Pak Joni merasa sedih melihat istrinya yang hidup namun seakan mati, tak mati namun dia masih hidup. "Sudahlah! Jangan terus kau pikirkan masalah ini! Kau sudah melakukan yang terbaik," ucap Pak Joni membujuk istrinya.

     "Aku merasa tidak berguna sebagai seorang IBU, Bang!" kata Bu Rahmah dengan suara sendu.

     "Kau adalah ibu yang baik untuknya. Kau sudah merelakan dia bahagia bersama orang-orang yang mampu membuatnya bahagia. Tidak banyak wanita yang bisa tegar seperti kau. Suatu saat nanti, Maliq juga akan mengerti pada keaadaan ini."

     "Ya. Aku berharap begitu," kata Bu Rahmah, "aku ingin ke kampung, berziarah ke makam bapak dan ibuku."

     "Aku akan mengantar kau ke sana. Kita berangkat hari ini. Aku akan menutup warung."

     Setelah menutup warung, mereka berdua menuju kampung Bu Rahmah di Tapanuli Tengah menggunakan bus.

 

***

 

     Maliq sudah lima hari berada di kos-kosan yang kecil dan sumpek itu. Dia bahkan jarang keluar dari kamar kos. Jika ingin keluar, dia harus menyamar dengan topi dan jaket untuk nenutupi wajahnya. Pernah sewaktu Maliq ingin membeli makan di kafe langganannya, dia melihat mobil dengan plat BK 54 NDY. Mobil itu sudah dipastikan milik Shandy, sehingga dia mengurungkan niatnya masuk ke kafe itu. Maliq juga pernah makan di warung nasi Padang, namun dia bertemu dengan supir-supir bus perusahaan milik papanya. Penyamarannya hampir saja diketahui oleh mereka, karena mereka sangat mengenal Maliq yang merupakan anak dari pemilik perusahaan transportasi tempat mereka bekerja.

     Akhirnya, Maliq hanya bisa membeli makan nasi bungkus di warung sekitar kosnya. Makan sendiri di tempat kos tanpa piring kaca atau piring kaleng dan hanya duduk di lantai karena tidak ada meja makan di kamar kos itu. Ah, ini sangat menyedihkan! Tidak ada kemewahan dan kehangatan seperti di meja makan tempat Papa dan Mama. Tidak ada kesederhanaan dan kesejukan seperti di tempat Pak Joni dan Bu Rahmah. Dia tidak berselera makan untuk beberapa hari terakhir ini dan hanya bisa membayangkan aroma dan kelezatan masakan mamanya.

     Maliq melihat foto keluarga di bingkai kayu. Foto yang menampilkan kepribadian dirinya, papa, mama, dan ketiga saudaranya. Maliq seketika menangis namun kemudian dia tertawa melihat kekonyolannya di foto itu.

     Dia berdiri di depan jendela dan memperhatikan sekeliling kos itu. Melihat pohon pisang yang keberatan karena pelepah daun tua masih menggantung di batangnya. Lalu melihat pohon belimbing dengan beberapa daun yang sudah menguning. Tak lama hembusan angin meniup daun itu dan menerbangkannya ke sebuah tumpukan daun kering lainnya.

     Maliq teringat dengan kata-kata Shandy. "Kamu harus memilih mana yang prioritas dalam hidupmu. Berharga atau tidak berharga." Bang Shandy ternyata benar. Jika aku menjadi pelepah pisang itu, maka aku akan terus menyusahkan dan membuat sedih Ayah dan Ibuku. Tapi, jika aku menjadi daun belimbing yang terbang bersama angin lalu berkumpul bersama Papa, Mama dan ketiga saudara lainnya, aku akan lebih berguna. Aku harus segera pulang ke rumah, aku akan minta maaf pada Papa, Mama, dan ketiga saudaraku. Aku juga akan minta maaf pada Pak Joni dan Bu Rahmah.

     Maliq membereskan barang-barangnya, mengambil ponsel bekas Shandy dan memakai jam tangan Shandy yang memiliki goresan akibat pertengkaran malam itu. Aku akan pergi bersama angin, melayang ke mana saja angin menerbangkanku. Walaupun angin membawaku terbang berayun dan kemudian aku harus terhempas, tapi angin telah membantuku menemukan tempat yang seharusnya.

     Maliq memanggil taksi dan pergi meninggalkan kos-kosan. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan semua keluarganya. Dia berinisiatif menelepon mereka untuk meminta maaf dan berniat membelikan beberapa hadiah.

 

***

 

     Pak Joni dan Bu Rahmah sudah dua hari berada di kampung setelah perjalanan yang melelahkan selama sembilan jam menggunakan bus. Pak Joni menemani istrinya berziarah ke makam mertuanya itu. Dia melihat Bu Rahmah menangis di depan makam ibu mertuanya sambil mengadu tentang deritanya kali ini.

     "Ibu. Aku sangat sedih sekali. Aku tidak menyangka keputusanku menerima saran dari ibu untuk memberikan anakku pada orang lain akhirnya berujung seperti ini. Tapi aku tidak menyesal ibu, aku sudah melakukan hal yang terbaik menurutmu dan juga menurutku. Sekarang Maliq sudah besar, dia hidup dengan baik bersama keluarga barunya," ucap Bu Rahmah di depan makam ibunya. Hatinya sangat pilu mengucapkan kata-kata itu.

     Pak Joni hanya bisa menenangkan istrinya. "Sebaiknya kita mendoakan ibu dan bapak kau, agar mereka tenang di sana."

     Selesai berziarah ke makam kedua orangtua Bu Rahmah, mereka kembali ke rumah peninggalan orangtua Bu Rahmah. Ponsel Pak Joni berdering dan menampilkan 'Maliq' di layar ponselnya. "Halo, Maliq," ucap Pak Joni.

     "Halo, Ayah."

      Mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Maliq, hati Pak Joni bergetar. Dia tidak pernah mendengar panggilan itu dari Maliq. "Iya, Maliq. Kamu di mana sekarang? Pulanglah, Maliq! Papa dan mamamu sangat khawatir," kata Pak Joni.

     Bu Rahmah yang mendengar Pak Joni menyebut nama Maliq langsung menyuruhnya untuk menghidupkan speaker.

      "Iya, Ayah. Maliq akan pulang ke rumah hari ini." 

     "Maliq. Kamu sehat, Sayang?" kata Bu Rahmah.

     "Sehat, Ibu. Ibu dan Ayah di mana sekarang? Aku ingin memberikan hadiah untuk kalian dan ingin mengucapkan terima kasih karena sudah memberikan aku pelajaran berharga tentang hidup."

     Mendengar kata-kata Maliq, Bu Rahmah tak mampu menahan air matanya. "Ibu dan Ayah sedang di kampung, dua hari lagi kami pulang ke rumah, ya, Maliq."

     "Yaahh. Kenapa kalian tidak menungguku? Aku juga ingin ke sana," ucap Maliq.

     "Ibu dan Ayah akan mengajakmu ke mari lain waktu, Sayang," seru Bu Rahmah senang.

      "Bukan lain waktu, Maliq. Ayah akan membawa kau secepatnya kemari," sela Pak Joni.

     "Baiklah. Berjanjilah kepadaku. Aku menunggu kalian di rumah," teriak Maliq dan langsung mematikan panggilannya.

      Pak Joni dan Bu Rahmah tertawa mendengar perkataan Maliq melalui telepon. Akhirnya Tuhan masih menyayangi mereka atas nikmat yang telah dititipkan melalui anaknya itu.

 

***

 

     Di meja makan, Pak Fauzi, Bu Asri, Stevi, dan Sherly hanya diam membisu menikmati makan siang mereka. Maliq sudah lima hari kabur dari rumah, mereka tidak bisa menemukan tempat persembunyiannya.

     Shandy mengajak Raisa ke rumah, setelah mencari Maliq di sekitar kota Medan. "Maaf, semuanya! Shandy belum bisa menemukan Maliq, Pa, Ma."

     "Nanti kita akan cari Maliq lagi di setiap sudut kota ini," kata Bu Asri, "kalian berdua duduklah. Ayo Raisa, duduk dan makanlah! Kalian pasti lapar."

     Pak Fauzi menghela napas. "Papa akan meminta bantuan polisi untuk melacak keberadaan Maliq. Mungkin mereka akan mengetahui Maliq dari info tertentu seperti CCTV di mesin ATM atau di pusat perbelanjaan," usul Pak Fauzi.

     Suara dering ponsel Bu Asri terdengar, ada video call dari anak yang sudah dirindukannya. "Maliq membuat panggilan video, Mama akan mengangkatnya!" seru Bu Asri. Dia lalu memulai pangilan video itu dan melihat wajah Maliq di dalam mobil. "Maliq ... Sayang."

     "Mama. Maliq kangen sama Mama. Maliq kangen masakan Mama."

     Setelah mendengar suara Maliq, mereka semua berkumpul di belakang Bu Asri demi melihat wajah Maliq dari layar ponselnya.

     "Mama juga kangen sama kamu, Maliq. Pulanglah! Mama akan memasak makanan yang lezat untukmu."

     "Iya, Ma. Maliq akan segera pulang."

     "Papa menunggumu, Maliq. Kita akan pergi memancing setelah ini," sahut Pak Fauzi.

     "Iya, Pa. Kita akan membeli ikan di pasar jika tidak mendapatkan hasil," ucap Maliq dan tertawa kemudian.

     "Maliq. Kakak tidak akan memarahimu lagi karena mengganggu pacar Kakak jika kami sedang menelepon," sahut Stevi.

     "Iya, Kak Stevi. Pacarmu terlalu pendiam, kutu buku bernama Tino itu harus banyak berbicara," jawab Maliq.

     "Hai, Maliq. Kakak pikir kamu ditelan monster jahat dan tidak bisa membebaskan diri," seru Sherly.

      Maliq tertawa. "Dagingku tidak enak, Kak Sherly."

     "Bang Shandy!" panggil Maliq.

     "Iya, Maliq," jawab Shandy canggung.

     "Abang jelek saat lagi marah," ejek Maliq sambil tertawa.

      Shandy ikut tertawa. Anak ini masih terus bercanda. "Pulanglah! Kembalikan jam tanganku," sahutnya.

      "Baiklah. Maliq akan singgah ke city ice cream, setelah itu Maliq akan pulang dan membawakannya untuk kalian. Tunggu Maliq, ya." Maliq mematikan panggilan videonya.

     Semuanya tertawa melihat tingkah Maliq dan bernapas lega. Bu Asri siap-siap menyambut kedatangan Maliq dengan membersihkan kamarnya dan menyiapkan beberapa makanan.

      Raisa hanya tertawa melihat tingkah Maliq di panggilan video itu. Seandainya Raisa berada di posisi Maliq, mungkin dia akan menahan perih yang terlalu lama. Syukurlah, semua sudah berakhir.

 

***

 

     Maliq menyuruh supir taksi untuk berhenti di toko es krim. Toko es krim itu adalah toko yang sering dikunjungi orang-orang berkelas. Dia memesan berbagai varian rasa es krim di toko itu. Maliq sangat mengerti kesukaan setiap keluarganya. Dia menunggu pesanan di dekat meja kasir karena toko tersebut sangat ramai pengunjung.

     "Angkat tangan!" suara teriakan seorang laki-laki bertopeng dan bersenjata. Laki-laki ini bersama dua orang temannya akan melakukan perampokan.

     Seluruh pengunjung mengangkat tangan karena takut akan keselamatan mereka.

     "Letakkan seluruh barang berharga kalian di lantai dan bersikap baiklah! Jika tidak, nyawa kalian taruhannya!" ucap salah satu perampok.

     Salah satu perampok mendatangi Maliq dan menyuruhnya memberikan jam tangan dan ponsel miliknya.

     Maliq tidak ingin memberikan jam dan ponselnya, dia sudah berjanji pada Shandy untuk mengembalikan jam tangan itu. "Tolong jangan ambil ponsel dan jam tangan ini. Kalian ambil saja dompetku, di dalamnya banyak sekali uang," seru Maliq.

     "Banyak cakap kau! Cepat kau serahkan semua itu atau .... " perampok itu sudah menodongkan pistolnya ke arah Maliq.

     Maliq tetap tidak bisa memberikan jam tangan dan ponselnya. Dia melawan perampok yang ada di hadapannya dengan kemampuan yang dia miliki. Perampok itu terjatuh dan melolong kesakitan. Namun seberapa kuat Maliq, dia tidak dapat melawan tiga orang sekaligus. Salah seorang perampok lain menembakkan peluru ke punggung Maliq.

     "Dor!!" suara tembakan pertama.

     Maliq masih bisa berdiri, namun kakinya sudah mulai lemas menopang berat tubuhnya.

     "Dor!!" suara tembakan kedua. Seluruh pengunjung cafe berteriak ketakutan.

     Maliq tidak mampu lagi menahan tubuhnya, hingga dia terjatuh ke lantai. Matanya masih terbuka. Maliq teringat kembali saat-saat bersama Shandy. Saat dia kalah bermain tepokan gambaran bersama anak laki-laki di dekat komplek rumahnya. Bang Shandy, aku harus mempertaruhkan nyawaku untuk barang berharga ini.

     Perampok-perampok tersebut langsung kabur setelah salah satu temannya mengeluarkan tembakan. "Kenapa kau harus menembak, Bodat (5)?!"

     Polisi mendapat panggilan darurat dari sebuah toko es krim dan langsung mendatangi lokasi perampokan yang memakan satu korban penembakan. Mereka menghubungi pihak keluarga melalui ponsel milik korban.

     "Halo. Kami dari kepolisian .... "

 

***

 

     Satu jam lebih berlalu setelah Maliq melakukan panggilan video. Seluruh orang di rumah sudah menunggunya dengan berbagai rencana.

     Bu Asri terlihat sangat resah, dia mondar-mandir di sekitar ruang keluarga tempat yang lainnya juga berkumpul.

     "Duduklah!" ucap Pak Fauzi.

     "Aku sangat khawatir Mas!" kata Bu Asri.

     "Kenapa kamu khawatir? Sebentar lagi Maliq akan bersama kita. Kamu bisa memeluknya sesukamu," tanya Pak Fauzi.

     "Aku tidak tahu Mas. Tapi, perasaanku ini ... Ah, entahlah .... "

     Shandy menenangkan Bu Asri dan memapahnya ke kursi. "Duduklah, Ma. Toko es krim itu mungkin sedang ramai siang ini, atau mungkin Maliq terjebak macet," kata Shandy, "Sherly, tolong nyalakan televisi!"

     Sherly menyalakan televisi yang menayangkan berita tentang kasus perampokan di sebuah toko. Mereka langsung tercengang melihat berita tersebut. Video amatir dari seseorang yang merekam kejadian perampokan. Mereka melihat Maliq dan pengunjung toko sedang mengangkat tangan, lalu perampok tersebut menyuruh mereka memberikan harta benda yang mereka miliki.

     Ponsel Bu Asri berbunyi, menampilkan nama 'Maliq' di layarnya. Bu Asri mengangkat panggilan itu, tapi matanya masih tertuju pada tayangan berita di televisi. "Halo, Maliq .... "

     Tayangan televisi itu menampilkan Maliq yang melawan pada perampok karena tidak ingin memberikan barang berharga miliknya. Perampok itu menodongkan pistol ke arahnya. Maliq melakukan perlawanan namun dia ditembak oleh teman si perampok.

     "Dor!!" suara tembakan pertama. Hati Bu Asri seakan retak merasakan sakitnya.

     "Halo. Kami dari kepolisian. Anak Ibu kami bawa ke rumah sakit karena mendapat luka tembakan," suara polisi dari balik telepon.

     "Dor!!" suara tembakan kedua. Jantung Bu Asri seakan copot mendengar suara ini untuk kedua kalinya.

     "Kami menunggu orangtuanya atau pihak keluarganya karena korban kehilangan banyak darah," lanjut polisi.

     Bu Asri yang memegang ponselnya dengan lemas masih bisa berkata, "Baik." Setelah itu ponsel miliknya jatuh ke lantai.

 

***

     

     Petir seakan menyambar di siang bolong hari ini. Seluruh orang di rumah itu masih tercengang melihat tayangan televisi.

     "Maliq .... " teriak Bu Asri.

     Tanpa menunggu waktu lagi mereka semua menuju rumah sakit tempat Maliq dibawa pihak kepolisian. Sesampainya di sana, mereka bertemu dengan Maliq yang masih bernapas dengan darah yang bercucuran di seluruh tubuhnya.

     "Maliq, bertahanlah. Papa akan melakukan apa pun untuk menyelamatkanmu," kata Pak Fauzi.

     "Maliq. Bertahanlah, Sayang. Kamu tidak boleh ninggalin Mama!" ucap Bu Asri dengan tangisannya.

     "Maafin Maliq, ya, Pa. Maafin Maliq, ya, Ma," ucap Maliq terbata-bata.

     "Iya, Sayang. Kami sudah memaafkanmu!"

     "Bang Shandy, aku minta maaf!" kata Maliq dengan napas tersenga-sengal.

     "Kamu tidak salah, Maliq. Aku yang salah dalam hal ini. Bertahanlah!" jawab Shandy.

     Stevi dan Sherly hanya menangis di samping Maliq. Maliq hanya bisa menyentuh tangan mereka. Napasnya sudah mulai tersengal-sengal dan matanya akhirnya terpejam.

     "Dokter!! Dokter!!" teriak Shandy kuat.

     Seorang dokter datang memberi pertolongan selanjutnya dan mereka disuruh keluar dari ruangan itu. Tiga puluh menit kemudian seorang dokter keluar dan berkata, "Kalian keluarganya?"

     "Benar, Dok. Saya orangtuanya," jawab Pak Fauzi.

     "Baguslah! Dia kekurangan banyak darah, kami tidak memiliki pasokan darah untuk golongan darah langka milik pasien. Anda Bapaknya, pasti memiliki golongan darah AB negatif yang sama dengannya. Ayo kita lakukan transfusi darah!"

     Pak Fauzi tidak dapat melangkah sedikit pun. "Maaf, Dok. Saya orangtua angkatnya, golongan darah saya A," jawabnya.

     "Bagaimana ini? Anda bisa menghubungi orangtua kandungnya?" tanya Dokter.

     "Bisa, Dok!" jawab Pak Fauzi.

     Dia kemudian menelpon Pak Joni, "Halo, Jon. Maliq terkena luka tembak, dia membutuhkan banyak darah. Tolong segera ke mari!"

     Di kampung, Pak Joni sedang duduk di belakang rumah melihat kolam ikan lele bersama Bu Rahmah sambil menikmati singkong goreng. Dering ponselnya berbunyi, terlihat nama 'Fauzi' di layar ponselnya."Halo. Aku sedang di kampung, Zik. Bagaimana ini?" jawab Pak Joni.

     Seluruh tubuh Pak Fauzi sudah mulai melemas. "Orangtua kandungnya sedang berada di kampung. Bagaimana, Dok?" tanya Pak Fauzi.

     "Dia hanya bisa bertahan dalam waktu paling lama tiga jam lagi!" ujar Dokter.

     Pak Fauzi melanjutkan berbicara dengan Pak Joni, "Berapa lama kau bisa sampai ke sini, Jon? Aku akan membayar ongkosnya berapa pun itu."

     "Butuh waktu 9 jam jika naik bus dan butuh hampir 5 jam untuk naik pesawat," jawab Pak Joni.

     Pak Fauzi semakin lemah mendengar kata-kata Pak Joni. Suhu tubuhnya turun drastis memikirkan apa yang akan terjadi. "Apa tidak ada pasokan darah dari rumah sakit lain, Dok? Saya akan membayar berapa pun itu! Saya punya banyak uang! Berapa pun akan saya bayar!" kata Pak Fauzi dengan wajah pasrah.

     "Maaf, Pak. Golongan darah anak Bapak termasuk golongan darah yang langka, kami tidak berjanji bisa mendapatkannya. Bahkan jika itu dari luar negeri, akan membutuhkan waktu yang lama."

     Pak Fauzi tidak bisa percaya dengan hal ini. Kakinya lemas, dia lalu berlutut seketika. Apa yang harus aku lakukan? Apa gunanya aku sebagai orangtua Maliq sekarang? Apa guna seluruh kekayaan yang aku miliki, jika aku tidak bisa menolong anakku di detik-detik seperti ini.

     Bu Asri juga terduduk lemas tak berdaya. Apa yang aku lakukan sekarang? Apa yang bisa aku lakukan dengan kemampuan memasakku? Apa yang bisa aku lakukan walau aku telah menjual barang-barang mewah milikku? Seluruh cinta dan kasihku terlalu besar melebihi apa pun di dunia ini sehingga aku begitu takut kehilangan.

     Sherly hanya menangis. Kakak tidak bisa membantumu dengan kata-kata bijak ini, Maliq. Kakak tidak bisa membantumu walau kakak memelukmu erat seperti yang kamu lakukan pada kakak di lubang belakang sekolah dulu.

     Stevi juga menahan emosinya. Apa yang bisa kakak lakukan dengan kepopularitasan kakak padamu, Maliq? Kakak ingin marah, tapi kakak tidak tahu harus marah pada siapa.

     Shandy hanya bisa terpaku. Abang tidak bisa membantumu dengan kekuatan dan kepintaranku, Maliq. Abang tidak bisa menyelamatkanmu dalam misi kali ini. Maafkan, Abang. Abang menyesal telah membedakanmu hanya karena sebuah harta.

     Di dalam pesawat, Pak Joni hanya bisa memandang ke depan. Meski aku tidak selalu ada di samping kau setiap hari, tapi kenapa kau harus membutuhkanku juga di saat genting seperti ini?

      Bu Rahmah memandang ke luar jendela pesawat. Bila kita memang berpisah, kenapa kamu harus pergi dengan cara seperti ini, Maliq? Ibu sudah ikhlas melepaskanmu. Ibu tidak mengharap apa pun lagi. Ibu janji.

     Raisa yang melihat kejadian ini hanya bisa termenung membayangkan jika hal ini terjadi padanya. Terkadang kita terlalu mencintai hingga kita lupa akan semu. Terkadang kita terlalu memiliki hingga kita lupa akan hilang. Terkadang kita terlalu menyanyangi hingga kita lupa akan janji. Jangan menyayangi apa pun di dunia ini melebihi sayangmu pada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Bodat (5) : monyet

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (29)
  • yurriansan

    keren, cerita dan diksinya

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @ReonA Terima kasih ????????

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kak, aku suka diksinya xD

    Comment on chapter Prolog
  • Nurull

    Nice. Happy ending.

    Comment on chapter Hadiah Terbaik
  • muhammadd

    Ceritanya renyah. Enak dibaca. Sarannya apa yah? Mungkin akan seru kalau dimasukin unsur daerah. Logat2nya gitu. Hehe

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    iya nih, percakapan emang dibuat ala kids zaman now @Zzakyah nanti akan coba saya pertimbangkan sarannya. Terima kasih atas supportnya.

    Comment on chapter Prolog
  • Zzakyah

    Sebuah kisah yang inspiratif. Saya suka ide dan judul ceritanya. Menarik. Terus jaga konsistensi tokohnya. Karakternya sudah bagus. Alurnya lumayan. Meski ada beberapa adegan yang terlalu populer digunakan. Gaya bahasanya renyah. Cuma agak sedikit lebay di beberapa dialog tagnya. Sarannya, lebih baik gunakan bahasa indonesia yang baik. Bukan ala kids zaman now. Biar masuk sama pemilihan diksinya.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Baik emak @PancaHerna akan saya perbaiki bagian yang klise.

    Comment on chapter Prolog
  • PancaHerna

    Sebernya si Uji lbih tau soal teknis. Jadi soal teknis nnti ty lngsung saja ke orangnya. Mnurut saya sebagai emak2 awam, ceritanya cukup inspiratif. Gaya bahasanya, tematiknya ringan. Cocok untuk semua pmbca. Tetapi ada beberapa sekenrio yang menurut emak, perlu di perbaiki. Dan ... hati2 dengan jebakan klise. Alih2 kamu ingin detail, kamu mnjelaskan tokohmu dari a sampai z. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Untuk ekspresi gerak, cukup seperlunya saja. Itu saja sih saran dari emak.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @Zeee hahaha setelah baca chapter berikutnya akan kelihatan kekurangannya. Itu 'kan kelihatan dari fisik aja. :D

    Comment on chapter Kartu Keluarga
Similar Tags
Premium
KLIPING
3192      1579     1     
Romance
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisahkisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbedabeda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan s...
NIAGARA
453      334     1     
Short Story
 \"Apa sih yang nggak gue tau tentang Gara? Gue tau semua tentang dia, bahkan gue hafal semua jadwal kegiatan dia. Tapi tetap aja tuh cowok gak pernah peka.\" ~Nia Angelica~
REGAN
8979      2785     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
P.E.R.M.A.T.A
1777      894     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Kama Labda
524      321     2     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
PurpLove
324      271     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
PEREMPUAN ITU
524      361     0     
Short Story
Beberapa orang dilahirkan untuk membahagiakan bukan dibahagiakan. Dan aku memilih untuk membahagiakan.
Ada DIA
1044      644     8     
Short Story
Kisah ini menceritakan sebuah kehidupan anak muda yang sudah berputus asa dalam hidupnya dan hingga suatu titik anak muda ini ingin menyerah untuk hidup hingga suatu kala ia bertemu dengan sosok DIA yang membuatnya bangkit.
ADIKKU YANG BERNAMA EVE, JADIKAN AKU SEBAGAI MATA KE DUAMU
219      167     2     
Fantasy
Anne dan Eve terlahir prematur, dia dikutuk oleh sepupu nya. sepupu Anne tidak suka Anne dan Eve menjadi putri dan penerus Kerajaan. Begitu juga paman dan bibinya. akankah Anne dan Eve bisa mengalahkan pengkhianat kerajaan? Siapa yang menikahi Anne dan Eve?
HOME
299      222     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.